[21] Memiliki

9.6K 857 71
                                    

Ali menatap Prilly yang sedang melepas mukena. Ali sadar bahwa ia tidak memiliki pendirian yang kuat, perasaannya masih mengambang belum menemukan pijakan yang tetap. Antara Prilly dan Aletta, dua perempuan itu sama-sama bertahta di hati Ali tentunya dengan porsi yang berbeda. Ali mencoba untuk menyelami perasaanya sendiri, meyakinkan hati atas siapa yang tepat bertahta di hati. Ali membenci  Aletta karena tingkah perempuan itu yang sering di luar batas namun terkadang hati kecil Ali tak tega ketika melihat wajah memelas Aletta. Dan Ali mencintai Prilly tetapi ia belum yakin akan rasa cinta itu. Ali begitu takut kalau Prilly direbut oleh Arya, ia begitu takut kalau pada akhirnya Prilly lebih memilih Arya. Ia takut kehilangan Prilly, itu saja. Dari rasa takut itu keyakinan di hati Ali tumbuh bahwa sekarang ia benar-benar mencintai Prilly hatinya telah jatuh pada perempuan itu.

"Hei,"

Ali tersadar ketika mendengar suara Prilly.

"Eh, iya?"

"Kamu kok ngelamun sih?" Prilly membenahi alat salatnya.

"Nggak kok nggak papa." Ali berdiri dari duduknya ketika Prilly juga berdiri untuk menyimpan alat salat miliknya dan milik Ali.

"Pril?" panggil Ali.

"Iya?"

Ali menarik tubuh Prilly, membawa perempuan itu dalam dekapan.

"Kamu kenapa sih?" walaupun bingung Prilly tetap membalas pelukan Ali.

"Aku takut kehilangan kamu." empat kata yang diucapkan Ali mampu membuat hati Prilly menghangat.

Ali mengurai pelukannya. "Kamu istri aku milik aku. Iya, kan?"

Prilly mengangguk. "Iya."

Ali menatap lekat kedua manik mata Prilly. "Aku ingin memilikimu seutuhnya." lirih Ali.

***

"Ibu Guru mau, kan nikah sama saya?"

Humaira melotot bersamaan dengan itu jus jeruk yang sudah masuk ke dalam mulut menyembur keluar begitu saja.

"Kamu gila Revan?!

"Saya masih waras Bu." lelaki bernama Revan itu menjawab tenang dengan satu tangan sibuk membersihkan bajunya dengan tisu akibat terkena semburan jus jeruk milik Humaira.

Humaira mengacak rambutnya yang sudah rapi sampai berantakan. "Saya pusing sama ulah kamu. Ternyata kamu yang ngirim surat itu ke saya."

"Iya. Kalau nggak pakai cara itu mana mau Ibu datang ke sini."

Humaira menghela nafas." Revan, saya kasih tau sama kamu. Kamu itu masih muda baru lulus SMA masa depan kamu masih panjang. Masa kamu mau nikah? Iya, nggak papa kalau kamu memang mau menikah tapi nggak sama saya juga, saya guru dan kamu anak murid saya. Umur kita terpaut cukup jauh. Dan saya pikir kita tidak cocok untuk menjalin hubungan," jelas Humaira panjang lebar.

"Tidak ada larangan, kan anak murid menikah dengan gurunya? Tidak ada larangan juga, kan kalau lelaki tidak boleh menikah dengan perempuan yang lebih tua? Jadi saya pikir apa yang Ibu ucapkan bukanlah sebuah penghalang untuk saya," balas Revan.

Humaira harus sabar menghadapi bocah macam Revan.

"Saya tidak memiliki perasaan ci-

"Setelah menikah, saya yakin Ibu akan mencintai saya." Revan memotong cepat ucapan Humaira.

Lagi-lagi Humaira menghela nafas. "Revan, ada baiknya kamu kuliah atau bekerja dulu."

Captain, I Love You | SelesaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang