Prolog.

46 8 13
                                    

Ini bukan kisah ku dengan mu, tentu saja. Tapi ini kisah ku dengannya. Namun, mengapa kau seakan merenggut peran utama dalam tokoh pangeran dongeng ku?

~Sari

Cerita ini bukan untuk ku lewati, tapi mengapa seakan kau menarikku dan menyuruhku untuk masuk ke dalam kisahmu?

~Awan.

Pohon rindang tampak kokoh, si cewek kuncir kuda duduk di situ. Buku tebal ada di pangkuannya. Matanya terus bergerak menyusuri rangkaian kata yang tercantum di situ.

Tak jarang otaknya mengingat apa saja hal penting yg ia dapat dari membaca saat ini.

Seperti dua kalimat ini contohnya.

Bukan manusia yg munafik, tapi sifat mereka lah yg munafik.

Seberusaha apapun kau inginkan satu hal, bila yg di atas berkata tidak. Maka kau tidak akan mendapatkannya.

Yeah sebenarnya buku tebal itu hanya novel, yang ia beli di toko buku bajakan. Tentu saja, uang saja sangat sulit ia dapatkan bagaimana bisa ia memaksakan diri untuk membeli buku yang harganya bahkan bisa di buat untuk makannya selama seminggu.

Sebagai gadis sebatangkara, ia harus bisa mandiri. Dan sialnya, ia memiliki sikap pemalu. Membuatnya selalu sulit dalam melakukan segala hal.

Mencari uang saja, ia harus memikirkan dengan panjang lebar, dan memantapkan mental selama berhari-hari.

Tinggal di rumah singgah, dan banyak orang tidak menjadikan ia menjadi gadis yang super percaya diri. Teman saja ia hanya memiliki satu, itu pun ia tetap merasa malu-malu.

Dan percayalah sifat malu itu sungguh sangat merugikan sekali.

Pernah ia berjalan di tempat umum, melihat penjambretan benar-benar di depan mata. Tapi ia tak berteriak, karna diotaknya hanya memikirkan tentang pandangan orang nantinya setelah ia berteriak.

Dan alhasil ibu itu tak mendapatkan kembali tas nya, yang gadis itu dengar bahwa tas itu berharga karna ada kartu-kartu penting di dalamnya. Kejadian itu berhasil membuat ia mengurung diri di dalam kamar, dan menangis selama 3 hari. Ia sangat merasa bersalah, sungguh. Ingin sekali ia berteriak dan mengatakan bahwa ia ingin rasa malunya hilang.

Tapi Olif, teman satu-satunya nya yang ia punya selalu berkata.

Malu itu iman, mungkin kamu hanya perlu menempatkan malu mu pada tempat nya. Dan kamu jangan terlalu memikirkan pandangan orang lain, yang menyebabkan diri kamu pesimis.

Walau sekarang, ia sudah mulai memberanikan diri untuk terus berusaha agar percaya diri, dan ia akan selalu berusaha.

Tak jauh dari pohon rindang itu. Di sana, ada segerombolan remaja yang sedang bermain bola.

Namun, ada satu pemuda yang terduduk lesu dengan mata yang terus menatap segerombolan remaja yang sedang memperebutkan satu bola. Matanya sendu, napasnya terasa berat.

Pikirannya melayang pada kejadian beberapa saat yang lalu, saat dirinya telah berdiri di lapangan dengan teman-teman, bersemangat untuk bermain bola. Tapi, dia Edu sahabatnya sendiri, menyuruhnya untuk tidak ikutan karna jumlah mereka ganjil. Sebenarnya ia telah tahu apa alasan Edu menyuruh nya untuk tak ikutan, apalagi kalo bukan takut kalah oleh dirinya.

Lalu alasan yang amat sangat ia benci saat Edu menyuruh nya untuk duduk adalah, 'Kau itu penyakitan udah sana istirahat saja.

Ia menutup mata, tak ingin lagi mengingat kesakitan yang ada. Maka matanya menyusuri setiap sudut dari taman bermain ini. Dan menemukan sosok gadis yang terduduk dengan buku tebal di tangannya, senyum terukir di bibirnya.

Itulah takdir pertemuan pertama yang tak pernah mereka ketahui kedepan nya bila mereka akan terus bertemu nantinya.

Tbc;

SariAwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang