43. Teased

1.5K 104 1
                                    

Now Playing : Taylor Swift - Gorgeous


Sudah beberapa jam mereka semua berpesta di taman. Untung saja Justin tidak mabuk seperti Dennis yang terus saja meminta semua orang berpesta dan bergabung dengannya. Justin menghentikan dennis dan memutuskan untuk mengakhiri pesta malam ini.

Arthur dan Justin membawa masuk Dennis dan membanting tubuh dennis pada sofa panjang di ruang tamu. Roxanne yang melihatnya hanya meringis dan akhirnya memutuskan untuk mengemasi piring-piring kotor dan membawa masuk untuk dicuci.

"Harusnya kau ke kamar saja." Felix sempat menghentikan Roxanne.

"Tidak. Sudah sejak tadi aku berdiam diri dan kalian yang melakukan semuanya. Kali ini, aku yang akan mencuci." Jelas Roxanne dan berlalu ke dalam.

Felix tidak bisa menghentikan Roxanne jika sudah seperti itu. Akhirnya, ia membiarkan saja. Bukan Felix namanya jika ia menyerah. Terbesit ide bagus dalam otak cemerlangnya dan ia tersenyum.

"Kau bisa sendiri, kan? Aku harus masuk sekarang."

Felix sudah berlalu ke dalam tanpa menunggu jawaban Edric. Padahal, Edric sudah hampir melangkahkan kakinya hendak masuk karena pekerjaannya sudah selesai. Tapi, ia langsung merengut kesal karena tidak sempat menolak Felix yang sudah masuk.

Felix menghampiri Roxanne yang berada di dapur. Ia tesenyum melihatnya. Tanpa menunggu, ia segera meraih Roxanne dan memeluknya dari belakang. Membuat Roxanne sedikit terkejut.

"Felix!"

Felix hanya tertawa rendah dan semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh Roxanne.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Roxanne tanpa menghentikan kegiatan mencucinya.

"Memelukmu? Atau kau ingin aku menciummu?" goda Felix seraya menggoyangkan tubuh Roxanne dari belakang dengan gemas.

Roxanne ingin tertawa karena geli dengan perlakuan Felix.

"Sepertinya kedua hal itu sama-sama membosankan." Kata Roxanne asal.

"Oh? Membosankan, ya." Felix menyeringai.

"Ya. Kau terlalu sering memelukku dan menciumku. Aku jadi bosan."

Felix hanya manggut-manggut masih dengan seringaian misterinya. Kemudian, tangannya yang berada di perut rata Roxanne mengusap lembut perut Roxanne dengan pelan. Hal itu tentu embuat Roxanne terkesiap dan merasakan gelenyar aneh dari perutnya.

"Felix, apa yang kau lakukan?"

Roxanne berusaha melepas diri dari pelukan Felix. Sabun cuci masih melekat di telapak tangan Roxanne sehingga membuat wanita itu susah melepaskan diri. Apalagi, pelukan Felix terasa semakin erat dari belakang tubuhnya.

"Kau mengatakan jika bosan karena aku terlalu sering memeluk dan menciummu. Jadi, aku sedang berusaha melakukan hal yang tidak membosankan lagi." Kata Felix dengan santai.

Roxanne memejamkan matanya—menenangkan diri— karena bingung dengan Felix yang ternyata salah menangkap maksud perkataan Roxanne. Padahal, Roxanne bermaksud untuk menghentikan Felix menciuminya setiap hari.

"Dimana kau meletakkan otakmu itu, ha?"

Felix hanya tertawa rendah sembari memberikan beribu ciuman di leher putih Roxanne. Terlepas dari rasa geli, Roxanne justru merasakan sensasi aneh di lehernya.

"Ini agar kau tidak bosan lagi." bisik Felix di sela-sela invasi yang ia lakukan di sekitar leher Roxanne.

Roxanne tidak menjawab. Ia hanya bisa menghentikan kegiatan mencucinya seraya memejamkan matanya dan mengulum bibirnya ke dalam. Berusaha tidak mencaci pria itu dan tidak mengeluarkan suara-suara aneh. Felix tahu Roxanne menahannya. Tapi, ia semakin gencar memberikan serangan ciumannya di leher Roxanne. Tangannya pun tidak tinggal diam—menyingkirkan rambut panjang Roxanne yang tergerai. Kemudian, menarik dagu wnaita itu ke atas supaya memberikan akses yang lebih mudah untuknya. Tangan kirinya masih berada di perut Roxanne masih mengusap lembut perut rata itu.

"Felix," panggil Roxanne di sela-sela kesadarannya.

"Aku ingin sekali meninggalkan jejak  di sini, tapi tidak sekarang. Tidak saat masih ada mereka di sini." Ucap Felix.

Roxanne hendak meminta Felix untuk menghentikan semuanya. Tapi, bibir Roxanne menghianati otaknya. Ia bahkan tidak bisa mengatakan sepatah katapun. Akhirnya, ia menelan semua kalimat yang hendak ia ucapkan pada Felix.

"GOSH! GET YOURSELF A ROOM, JULLIAN!"

Tiba-tiba, seruan seorang pria terdengar nyaring di kedua telinga Roxanne dan Felix. Felix dan Roxanne yang terkejut masih berdiam di tempatnya sebelum akhirnya Felix menoleh pada suara yang mengganggu Felix.

"Edric," desis Felix.

Ia menoleh kembali pada Roxanne yang menundukkan kepalanya seraya menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Bukannya meminta maaf, Felix malah tertawa dan mengecup puncak kepala Roxanne dengan sayang.

"Naiklah ke kamarmu."

Roxanne menggeleng. Kemudian, ia membalikkan badannya dan menghela napasnya. Ia menatap felix dengan tatapan 'ini semua salahmu.'

Ternyata, bukan hanya edric yang berada di sana. Sementara Justin sedang berdiri sambil menyenderkan tubuh samping kanannya di jendela.

"Kau tidak bisa bersabar sedikit lagi, ya." Goda Edric dengan tawanya.

Mendengar itu, membuat Roxanne menepuk keningnya pelan. Namun, Felix tergelak dengan kalimat Edric.

"Tidak jika dengannya." Felix menoleh pada Roxanne dan merangkul pundak wanita itu. Alih-alih menepis tangan felix, Roxanne malah menyembunyikan kepalanya di sela ketiak Felix. Astaga, sebuah kesalahan.

Felix dan Edric yang melihatnya semakin tergelak.

"Astaga, apa yang sudah Felix lakukan padamu, Anne? Kau menjadi wanita pemalu sekaligus agresif dalam waktu bersamaan." Goda Edric.

"Kuharap itu bukan sifat aslimu." Lanjutnya lagi.

Roxanne hendak meringsut jauh dari felix, namun Felix menahannya dan membawa Roxanne dalam pelukannya. Felix menggoyangkan tubuh Roxanne kesana kemari seperti anak kecil yang baru saja mendapatkan mainan barunya.

Justin yang melihat kelucuan itu, mau tak mau ikut tertawa bersama. Kini, Dennis datang ke sana. Lengkap sudah.

"Aku akan membalasmu." Desis Roxanne pada Felix.

"Dan aku tidak sabar menunggu pembalasanmu." Godanya dengan mengerlingkan sebelah matanya.

"Ya ampun. Aku menyesal datang kesini. Apa yang kulihat ini?" Arthur menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Felix pada Roxanne sedari tadi.

"Kau memang harus menikah secepatnya, Jullian." Ucap Justin kemudian.

"Sebelum Edric menikungmu," sambung Arthur.

Gelak tawa Edric semakin terdengar. Begitu pula dengan Arthur. Tapi, tidak dengan Felix. Pria itu menatap ketiga temannya seraya tersenyum penuh arti. Ia semakin mengeratkan pelukannya pada Roxanne.

"Tenang saja. Aku sudah mempersiapkan semuanya."

Kalimat yang terdengar sangat jelas di telinga Roxanne tersebut, membuatnya mendongakkan kepala, menatap Felix dengan penuh tanda tanya. Felix menundukkan kepalanya menatap Roxanne dan menyeringai.

To be continued********Follow my instagram:iamvee29aviorfwAnd don't forget to tap the ⭐️ and comment as much as you can📩

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

To be continued
********
Follow my instagram:
iamvee29
aviorfw
And don't forget to tap the ⭐️ and comment as much as you can📩

Much love,
VieVie💥

[EBOOK PUBLISHED] Chasing You (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang