Bab 21 Maju

24.7K 3.9K 161
                                    

Novia merasa cemburu. Itu wajar karena dia memang melihat interaksi antara Raihan dan Rania. Bagaimana tatapan Raihan peduli dengan Rania. Meski dia percaya Raihan memang tidak mempunyai hubungan apapun, hanya sebatas teman. Itu sudah cukup untuk membuat Novia merasa Raihan banyak yang menginginkan diluar sana.

Meski Novia memang menutupi kecemburuannya di depan Raihan. Hanya saja hatinya merasa khawatir. Rania akan bertemu tiap hari dengan Raihan. Wanita itu memang ancaman utama untuknya.

"Mas..."

Raihan menoleh ke arahnya. Pagi ini Novia memang tidak ikut Raihan karena jadwalnya  terapi sedang libur.

"Ya? Aku antar ke tempatnya Mas Aslan ya? Aku gak tega meninggalkan kamu sendiri."
Raihan kini menghampirinya dan mengusap pucuk kepalanya. Tapi Novia sudah menggelengkan kepala.

"Mau ikut mas saja boleh?"

Novia sedikit ragu ketika menanyakan hal itu tapi Raihan langsung mengernyit mendengar pertanyaan itu.

"Ikut sama aku? Tapi aku sibuk hari ini. Takut kamu kecapekan nanti."

Novia tersenyum dan menggelengkan kepala lagi.

"Kan aku cuma duduk. Mas yang kerja. Boleh ya?"

Raihan tampak berpikir tapi kemudian menganggukkan kepala.
"Ya udah. Aku lebih tenang juga kalau kamu ikut."

*****
"Owh jadi ibu nya ini istrinya dokter Raihan ya?"

Novia menganggukkan kepala saat ini. Raihan sedang bertugas di poli anak. Novia memutuskan untuk menunggu di kantin rumah sakit sambil menikmati makanan di sini.

Sejak dia duduk di depan meja kantin, beberapa orang meliriknya dan menatapnya penasaran. Bahkan ada beberapa perawat yang berbisik-bisik ketika melewatinya.

"Yang katanya nerusin spesialis di London ya?"
Novia mengernyit mendengar pertanyaan itu. Di depannya ada seorang staf rumah sakit yang sedang makan soto. Dia memang ada di dekat Novia dan langsung menanyakan hal itu kepadanya.

"Memangnya gosip tentang saya sudah menyebar ya?"

Wini, nama wanita itu yang tersenyum ramah.

"Dokter Raihan itu idola di sini loh buk."

Novia kembali mengernyitkan kening. Dia memang tidak terkejut.

"Dulu, pas jamannya Dokter Raihan belum nikah banyak tuh yang naksir. Bahkan terang-terangan deketin. Tapi yah gak ada yang mempan. Dia itu tak tersentuh. Terus tersiar kabar udah nikah gitu."

Wini langsung tersenyum lagi.
"Ibu beruntung dapat pak dokter. Dan hati-hati bu. Itu Mbak Rania, tahu kan pasti? Kemarin saya lihat kok pas sama Pak Dokter. 1 tahun ini memang dekat sama Pak Dokter. Padahal banyak yang nasehatin jangan jadi pengganggu. Tapi kayaknya dia nekat aja. Sekarang ibu kan udah pulang nih, libas aja bu kalau mbak Rania macam-macam. Saya juga ndak suka kok sama dia. Terlalu memanfaatkan keadaan kalau saya bilang."

Deg

Novia terhenyak mendengar ucapan Wini. Terkejut juga mendengar fakta itu.

"Tapi tenang bu, pak dokter setia banget sama ibu. Lagian kan ibu cantik gini. Mbak Rania mah lewat."

Novia hanya tersenyum lagi. Tapi dia merasa kalah dengan Rania. Dia cantik, dan normal.

"Win ngapain di situ? Sana balik ke kantor."

Tiba-tiba di belakangnya terdengar suara. Novia sendiri tidak bisa menoleh, tapi mata Wini sudah membelalak. Dan dia menggeleng.

"Saya lagi jamnya istirahat."

Rania sudah ada di samping Wini dan kini menatapnya dengan sinis. Novia menghela nafas  dan menyeruput teh hangatnya. Dia tidak mau berkonfrontasi.

"Jadi di sini tuh mau ngajakin staf bergosip?"

"Mbak Rania itu apaan sih? Ndak sopan sama Bu Novia."

Novialangsung menatap Wini yang membelaku.

"Saya tidak mengajak bergosip. Dan ini tempat umum, semua berhak di sini. Jadi urusan anda apa menyindir saya?"

Rania tampak tertantang dengan ucapannya. Rania bersedekap di depan Novia  dengan dagu terangkat angkuh.

"Saya tidak suka anda di sini."

"Mbak Rania kenapa sih? Malu-maluin."

Itu Wini lagi yang membela Novia. Tapi Rania sudah menoleh ke arah Wini.

"Kamu gak usah ikut-ikut."

Novia langsung menatap Wini yang akan memprotes lagi. Menggelengkan kepala untuk tidak membantah lagi.

"Maaf. Saya salah apa sama anda ya? Perasaan saya juga tidak kenal anda."

Novia  menatap Rania yang sudah tampak canggung karena ucapannya. Tapi kemudian Rania tajam lagi.

"Saya marah atas nama dokter Raihan. Kamu sudah membuatnya menderita. Semua kesalahanmu tidak bisa dimaafkan hanya dengan sekarang kembali dengan kecacatanmu itu."

Astaghfirullah. Novia beristighfar di dalam hati.

Hati Novia terasa sakit mendengar itu semua. Novia bisa dikatai apapun itu asal jangan singgung tentang penyakitnya.

"Udah cukup. Mbak kamu keterlaluan."

Itu teriakan Wini. Orang-orang di kantin pun sudah menatap mereka dengan penasaran. Wini yang beranjak dari duduknya lalu segera mendorong kursi roda Novia  untuk menjauhi Rania. Novia tidak bisa mengatakan apapun. Lidahnya kelu dan tetes air mata satu persatu membasahi pipinya.

*****
"Ya Allah. Ada apa dek?"

Novia merasakan tubuhnya dipeluk Raihan. Baru saja Novia memejamkan matanya. Setelah ditenangkan oleh Wini Novia diantar ke ruangan Raihan. Lalu Novia berusaha untuk berbaring di ranjang periksa dan memejamkan mata.

"Mas.."
Novia heran menatap Raihan yang tampak terengah di depannya.

"Aku dengar dari beberapa orang di kantin, kamu bertengkar dengan Rania."

Novia mengerjap dan kini mengulurkan tangan untuk menyentuh lengan Raihan.
Dia menatap Novia dengan khawatir dan mengusap kepala Novia dengan sayang.

"Gak ada apa-apa
Cuma salah paham."

Novia tidak mau Raihan emosi. Ini di rumah sakit dan dia sedang bertugas.

"Rania berbuat apa sama kamu? Aku bisa tegur dia."

Novia hanya tersenyum dan kini menyuruh Raihan duduk. Raihan menurut lalu kini menggenggam jemarinya erat.

"Rania cuma mengutarakan rasa sayangnya kepada mas. Dia benci sama aku karena aku memang sudah membuat mas kecewa. Hanya itu. "

Ucapannya itu malah membuat Raihan menariknya dan masuk ke dalam pelukannya.

"Maafkan aku dek. Karena ulahku dulu kamu yang terkena sasaran. Maafkan aku."

Raihan menyurukkan wajahnya di lekukan lehernya.  Membuat Novia tersenyum tipis

"Aku sedih mas tapi cuma sesaat. Itu memang pantas untuk aku terima."
Mendengar ucapan Novia, Raihan langsung menggelengkan kepala dan kini menangkup wajah Novia dengan tangannya.

"Aku mencintaimu. Dan aku ikhlas menunggumu. Jangan merasa bersalah."

Bersambung

Ketik ini tuh bikin nangis deh. Udah buka wattynya susah. Sinyalnya ngajak berantem. Eh udah ketik mau selesai ternyata pov orang pertama bukan orang ketiga. Alhasil ketik ulang lagi. Fiuuuhhhh capek.

Pengantin BayanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang