Rena mengambil kopernya dan menghirup napas dalam-dalam. Sudah setahun sejak ia terakhir kali menghirup udara Jakarta. Bukan karena ia tak mau, namun karena ia belum mampu.

Kembali ke Jakarta rasa-rasanya seperti menelusuri lorong waktu. Lembayung senja yang bergantung di kaki langit seolah menjadi pengingat tentang hari itu, hari dimana Raffa mengucapkan selamat tinggalnya.

Rena tanpa sadar tersenyum. Ponselnya yang baru saja menangkap sinyal serta-merta berdering.

Nama yang muncul di layarnya membuat senyum Rena kian lebar.

"Hei." Ia melekapkan ponselnya pada telinga, kakinya berjalan semakin cepat melintasi lobi kedatangan.

Suara Gilang di ujung sambungan menyambut, "Lo dimana? Gue udah di...."

Kalimatnya tidak selesai, sebab kini mereka bertatapan.

Sepuluh meter terbentang di antara mereka, tetapi jarak itu lekas terpangkas. Rena berlari ke arahnya dan Gilang menyambut dengan tangan terbuka.

"Heeey, girl." Gilang memeluknya dan tersenyum. "Miss you."

Rena tertawa sebelum melepas pelukannya dan menyipitkan mata, "Kenapa lo makin tinggi sih?"

Gilang mengedipkan mata. "Makin tinggi dan makin ganteng, kan?"

Rena mendengus. "Gak!"

Hal tersebut justru membuat Gilang tertawa. Tangannya bergerak untuk mengambil alih koper Rena. "Berat amat, ini isinya kenangan apa gimana?"

"Barang titipan lo kan banyak! Semua sepatu sama baju yang lo titip ada di situ," sahut Rena agak kesal. "Mana fee-nya sini! Lo kira jasa titip ada yang gratis, hah?"

Gilang menyengir. "Hehe, thank you. Ini gue bayar dengan jasa jemput."

Mereka tiba di parkiran, Gilang membukakan pintu mobilnya untuk Rena dan kini mereka duduk bersisian. Beberapa menit berlalu tanpa percakapan. Gilang menyalakan mesin mobil dan suara Jeremy Zucker mengisi hening.

Ada banyak hal yang ingin Gilang sampaikan seperti, 'God, how can you still look beautiful' tapi menurutnya hal itu tidak terlalu pantas. Satu tahun berlalu dan meski tidak banyak yang tampak berubah, Gilang tahu mereka tidak lagi sama seperti dulu.

Ia berdeham dan mengganti musiknya dengan playlist alternative rock yang selalu menjadi andalan.

"Jadi gimana, rasanya jadi mahasiswi Jepang?" Gilang bertanya, berusaha sekasual mungkin, sambil membawa mobilnya keluar dari parkiran bandara. Gedung Jakarta mulai mengisi pandangan selagi Rena menjauhkan ponselnya untuk menatap Gilang dari samping.

"Good," jawab Rena, singkat. Namun senyum di wajahnya cukup menjelaskan semuanya.

Gilang mengetuk-ngetuk jemarinya di stir mobil. Ia masih memiliki pertanyaan lain, tetapi mungkin ini bukan saat yang tepat.

"How's you?" tanya Rena, masih belum mengalihkan pandangannya dari Gilang.

Gilang tersenyum kikuk. "Mm, good, I guess." Ia menggedikan bahu. "Gap year, nothing much. Sesekali isi live music di kafe, gue juga... hmm, mulai aktif nge-Youtube."

Rena ber-ooohh pelan sambil mengangguk-angguk. "Gue liat postingan video lo yang terakhir."

Gilang menoleh dengan kaget, tetapi langsung mengalihkan pandangannya lagi pada jalan. "Oh."

Rena tertawa. "Gue juga liat komen-komen fangirl lo."

Gilang mendengus. "Fangirl apaan sih."

"Itu tuuuh, yang bilang, 'Kak Gilang ganteng banget', 'Kak Gilang kapan upload video lagi?', 'Kak Gilang-"

R untuk RaffaWhere stories live. Discover now