5

3.3K 117 33
                                    

 --------------
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)” [ 6 :59]
-------------

Hari ini, suasana pesantren terasa kurang mengenakan. Entah karena ujian yang sedang berlangsung atau karena keadaan alam yang sedang mendung.

  Dari arah gerbang pesantren, terlihat seorang laki laki matang berperawakan tinggi dan berparas tampan baru saja pulang dari kegiatannya di luar sana, siapa lagi kalau bukan Fatah.

  Ia sengaja pulang lebih awal karena ba'da ashar ini, ia dan keluarga calon istrinya akan mengadakan musyawarah. Entahlah, rasanya masih ada yang mengganjal di hati pria itu, sebagian hatinya tak rela, sebagian lagi mencoba ikhlas akan perintah orang tuanya. Bukan perintah sebenarnya, hanya saja laki laki satu ini memang sosok yang tidak ingin mengecewakan orang tuanya.

  Ia menghela nafas, ' qadarullah ' batinnya. Ia mengecek jam tangannya yang ternyata menunjukan pukul 14.25, sosok mendekati sempurna itu kemudian bergegas membersihkan diri karena merasa badannya lengket dan di karenakan adzan ashar akan berkumandang sebentar lagi.

  Selesai mengimami sholat berjamaah, Fatah dengan segera menuju gerbang pesantren karena abinya mengabarinya lewat whatsapp bahwa calon istri beserta keluarganya sudah sampai.

  Jangan heran kalau Fatah dan Ibnu dapat bertukar pesan lewat whatsapp, meskipun mereka dalam lingkungan pesantren yang konon katanya tidak melek teknologi  mereka bisa menggunakannya untuk mempermudah dalam mengabari satu sama lain.

  "Eh itu Fatah sudah datang." Ucap Salamah begitu Fatah datang.

  Dengan sigap Fatah langsung menyalami Hasan dan Marta selaku calon mertuanya. Ah, rasanya masih tidak rela saja. Tapi ia mempercayakan nasib kedepannya pada Allah SWT.
  Mereka berjalan menuju masjid sambil melihat lihat lingkungan pesantren yang menjadi tempat menetap Fatah selama ini.

  "Nak Fatah, kalau boleh tau, nak Fatah ini ustadz atau pengajar di sini?". Tanya Marta heran karena setiap santri yang mereka lewati menyapa Fatah dengan sebutan ustadz.

  "Saya bukan ustadz, hanya saja saya sering menyampaikan tausyiah mengenai apa yang saya tau tentang agama." Balas Fatah penuh kerendahan hati.

  "Subhanallah, calon mantu kita." Ucap Marta sembari tersenyum lebar ke arah suaminya, Hasan.

  Mereka akhirnya sampai dan mulai mendiskusikan tanggal dan hal hal mengenai pernikahan Fatah dan Nisa, sementara di sisi lain. Di kediaman Farkan dan Latifah terjadi perang antara ketiga kakak beradik yang memang tidak pernah akur itu.

  "Dek, cepet wudhu abis itu belajar ngaji sama abang kamu." Ucap Latifah sembari melirik anak gadisnya yang dengan santainya bermain handphone di sofa ruang keluarga.

  "Nanti aja bun, Nea lagi asik nih." balasnya tanpa mengalihkan pandangannya.

  Tiba tiba terlintas ide jahil di kepala Lana, ia berjalan mengendap ngendap di sofa belakang adiknya, lalu dengan cepat mengambil hp Nea dan mengangkatnya tinggi tinggi, karena ia yakin adiknya yang mungil itu tidak dapat menggapai nya.

  "Ayo dek belajar ngaji, kurang enak apa lagi coba kalo di ajarin cogan macem bang Lana sama bang Alan." Ledeknya.

  "Aaaa siniin hp Nea, bun, abang nih." Rengeknya.

  "Udah udah, Nea biarin hp kamu di bawa abangmu dulu, kamu ambil wudhu, abis itu ke musholla bawa mukenah sama Al Qur'an." Lerai Farkan yang jengah dengan pemandangan di depannya.

  Dengan wajah tertekuk, Nea berjalan ke kamarnya sembari menghentakkan kakinya pertanda bahwa ia kesal.

  Farkan dan Latifah yang melihat kelakuan Nea hanya mampu mengelus dada sembari membatin ' sabar ' . Sedangkan Alan yang sedari tadi hanya menonton menggeleng gelengan kepalanya melihat adik perempuan nya itu.

  1 jam belajar mengaji, di habiskan dengan rengekan Nea lima menit sekali. Gerah lah, pusing lah, haus lah.

  Alan yang tidak tahan dan dalam keadaan lelah spontan membentak Nea, "Jangan kayak anak kecil, gak malu apa kamu? Udah gede tapi gak punya ilmu dan otak sama sekali ! ".

  Setelah mengatakan itu, Alan bergegas meninggalkan musholla, sedangkan Lana hanya mampu mengelus bahu adiknya yang bergetar menandakan bahwa ia menangis.

  "Abaaang." Nea merengek sembari melihat abangnya yang satu itu, namun Lana yang sebenarnya juga memendam kesal ikut meninggalkan musholla tanpa menghiraukan adiknya yang merengek. Tak tega sebenarnya, namun sebagai laki laki yang berstatus sebagai kakak , ia harus tegas.

---------

Di sisi lain, kedua belah pihak yang akan melaksanakan pernikahan itu memutuskan bahwa minggu depan akan di adakan akad dan resepsinya menyusul dua minggu kemudian.
---------
"Cari tau, siapa nama perempuan itu dan alamatnya, gue akan susul dia dan tanggung jawab secepatnya, ngerti lo?!" ucap lelaki kepada orang yang terhubung dengan ponsel di genggamannya.

-Jadikan Al Qur'an sebagai bacaan yang utama-

Next?

Find me on ig : @_aurelptr

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 03, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Perfect DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang