Mencari dan Kembali

3K 385 65
                                    

Bintang mengerutkan dahinya kebingungan ketika melihat teman-temannya berlari keluar tanpa mengindahkan panggilan dari Bu Agatha.

Bintang berusaha mengabaikan hal itu, karena saat ini perasaannya sedang kacau pasca putusnya hubungannya dengan Kejora. Padahal ... dirinya baru saja menyukai Kejora. Tapi ia sadar, cinta pasangan sesama jenis tak akan berujung bahagia.

Bisa saja ia bahagia sampai mati, tapi ... apa kabar dengan akhiratnya nanti?

Lamunannya dikejutkan dengan teriakan Nanda yang panik. "Bintang! Kak Kejora, Tang!"

Bintang seketika merasakan firasat tak enak saat mendengar nama mantan yang baru lima belas menitnya disebut. "Kak Kejora k-kenapa?"

"Dia bunuh diri, Tang!"

Dengan cepat Bintang berlari ke lantai terbawah gedung sekolahnya, menuruni tangga dengan gesit tanpa memedulikan keselamatan dirinya yang bisa-bisa terpeleset. Ia terus berlari dengan air mata mengucur deras.

Dengan bibir bergetar, ia terus menyerukan nama Kejora. Orang yang ia cintai beberapa saat terakhir.

Hingga akhirnya ia sampai di depan kerubungan orang yang melingkar, hendak menyaksikan yang terkapar. Dengan kuat, Bintang menerobos sekumpulan manusia tersebut. Menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri, tubuh Kejora yang bersimbah darah bersibobrok dengan indra penglihatannya.

Ia pun menangis dan berteriak ....

"KAK KEJORA!"

Selalu seperti ini. Kejadian ini telah terlewati dua tahun lamanya, namun masih membekas di dalam pikirannya. Bintang sering kali terbangun dengan mimpi ini, seolah terus menghantuinya dengan rasa bersalah.

Ia melirik jam digitalnya dengan terengah. Jam tiga pagi lagi, dirinya bermimpi.

Dan sebagai tambahan, selain memimpikan hal itu, ia selalu terbangun pukul tiga pagi dengan terkejut dan tak jarang sambil terisak pelan.

Bintang merindukan Kejora-nya. Setiap harinya.

Bintang menenggelamkan kepalanya dalam lipatan kakinya, menangis dalam keheningan karena terbayang wajah itu, pun dengan kenangan yang membekas. Cukup lucu karena ia mengenal Kejora dalam waktu sebulan, menyukainya dalam minggu ketiga setelah kenal, dan justru belum melupakan hingga dua tahun lamanya. Pertemuan singkat berakhir penyesalan seumur hidup, begitu pikirnya.

Ia menyesal karena belum mengutarakan cinta secara terucap hingga akhir hayat sang penerima cintanya. Maka dari itu, Bintang selalu berujar setiap sehabisnya terbangun tanpa ada balasan, "Gue cinta sama lo, Kejora."

Pengakuan yang benar-benar terlambat karena Kejora-nya telah pergi ke pangkuan Sang Penguasa. Karena dirinya.

Semakin keras dirinya menangis dalam keremangan kamar apartemennya, sendirian dalam kepedihan.

-

Saat ini Bintang tengah mengendarai mobilnya menuju ke sekolah lamanya, sekolah yang memiliki banyak kenangan di dalamnya. Ia melihat kanan-kiri, mencoba menganalisis perubahan lingkungan menuju sekolahnya.

Sampai matanya menangkap nenek gipsi yang kian menua, di tempat yang sama seperti dua tahun lalu. Madam Hera, peramal di persimpangan dekat sekolah.

"Seandainya dia pergi, coba cari saya. Siapa tahu saya bisa membantu, tapi saya enggak janji. Karena itu nggak bakal mudah."

Kilasan masa lalu itu tiba-tiba mampir di otak Bintang tanpa diundang. Maka tanpa berpikir panjang, Bintang menepikan mobilnya ke dekat stand peramal tersebut.

Bintang dan KejoraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang