Chapter 5 ~ Tacenda

1.6K 238 71
                                    

(n.) things better left unsaid, matters to be passed over in silence.

sesuatu akan lebih baik jika tidak diutarakan, atau hanya dijawab dengan diam.

"Eren, kau sedang resident di Survey Corps kan? Aku mendengar kabar dari orang-orang Shiganshina bahwa Paman Hannes dirujuk ke sana karena penyakitnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Eren, kau sedang resident di Survey Corps kan? Aku mendengar kabar dari orang-orang Shiganshina bahwa Paman Hannes dirujuk ke sana karena penyakitnya." Panggilan darurat dini hari dari kakaknya, Zeke membangunkan Eren dari tidurnya. Eren lalu segera beranjak dari ranjang, memakai pakaian seadanya dan meninggalkan apartemennya untuk berangkat menuju tempat kerjanya. Tak terpikirkan lagi di benaknya bahwa waktu libur minimnya itu terbuang sia-sia.

Sesampainya di UGD, Eren segera menanyai salah satu perawat yang akrab dengannya,

"Nifa-san, apakah seorang pria baya yang dirujuk dari rumah sakit Shiganshina telah tiba di sini?" Suara serak Eren mengejutkan Nifa. Ia yang tengah berjaga malam terkejut melihat sosok yang tak seharusnya ada di rumah sakit.

"Eren-chan. Kenapa waktu libur malah kesini? Oh, pasien yang kau maksud telah tiba dan ditempatkan di ruang intensif. Tadi, ditangani sementara oleh Connie." Jawaban Nifa melegakan perasaan Eren. Ia segera menuju lokasi yang dimaksud oleh si perawat tanpa lupa mengucapkan terima kasih sebelumnya.

Saat menyaksikan wajah penuh kesakitan seorang lelaki yang telah menjadi teman bermain Eren serta menjaganya sejak kecil, membuat pemuda bersurai cokelat itu terenyuh.

"Connie, apa yang terjadi?" tanyanya dengan suara parau. Sulit baginya untuk menahan air mata yang sewaktu waktu dapat bergulir di wajah manisnya.

Sebelum Connie menjawab pertanyaan Eren, Hannes sadar lalu melihat muka yang tak asing di hadapannya.

"Eren, tadi perut paman sakit seakan-akan mau meledak. Saat ini, kaki paman kesemutan." keluh Hannes susah payah. Eren dengan sigap menyibak selimut yang membungkus kaki pamannya itu dan memeriksanya.

"Bisa gerakkan ibu jari kaki, Paman?" Eren memberikan instruksi yang dilakukan oleh Hannes. Terlihat Hannes menggerakkan ibu jari kakinya.

"Kali ini dia lebih kesakitan. Perlu kuberikan analgesik (1)?" tanya Connie panik. Meski dia tidak mengetahui apa hubungan antara pasien dengan Eren, tapi dia dapat memperkirakan bahwa pasien adalah seseorang yang berharga bagi putra keluarga Jaeger itu.

"Beri dia morfin(2) 3 miligram!" seru Eren.

"Baiklah." jawab Connie seraya menyuruh Lynne, perawat yang tengah siaga di depan ruangan intensif.

"Tampaknya pasien harus diperiksa lebih lanjut oleh ahlinya. Apakah kita perlu menghubungi unit Thoracic and Cardiovascular Surgery?" tanya Connie kembali. Eren mengganggukkan kepala. Connie kemudian bergerak keluar dari ruangan dan menghubungi staf unit tujuan melalui pagernya.

"Dr. Jaeger. Sepertinya, Dr. Ackerman tengah libur hari ini." ucap Lynne setelah menyuntikkan cairan ke selang Hannes.

Eren menggigit bibirnya kelu. Terbayang di pikirannya, kenangan kelam mengenai sang bunda tercinta. Dan, Eren tak ingin nasib Hannes berakhir seperti ibunya, Carla, yang meninggal dunia sebelum mendapatkan pertolongan lebih lanjut.

Apple and Cinnamon [RIREN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang