10. Thunderbolt (번개)

Start from the beginning
                                        

Apa yang harus kulakukan? Batin Jaehyun lalu menghela nafas pelan dan kembali menatapi pintu kamar mandi.

Buru-buru ia memutar kenop pintu hingga iris kecoklatannya menangkap keberadaan sosok yang tengah duduk di bath-ub. Membolakan mata, Jaehyun dapat merasakan jantungnya memompa darah lebih cepat.

"J-Jaehyun..."

Menelan ludah kasar, Jaehyun berbalik lalu menutup pintu kamar mandi kuat hingga suara dentuman keras menggema.

Gila, ia bisa gila.

Lagi-lagi mata telanjangnya melihat Taeyong tanpa busana.

*****

Ada rasa canggung di meja makan persegi yang cukup luas itu. Hanya suara dentingan sendok yang menemani keheningan antara dua insan disana.

Melirik Taeyong sekilas, Jaehyun mengulum bibirnya ketika melihat lelaki itu kesusahan menyendok sup yang ia buat. Ia bangkit dari kursinya yang berada diseberang Taeyong, duduk disamping pria itu lalu mengajarkannya cara memegang sendok yang benar.

"Seperti ini," ucap Jaehyun dengan suara rendahnya.

Bukannya memerhatikan sendok, Taeyong justru menoleh dan menatap Jaehyun lamat. Merasa diperhatikan, dokter muda itupun membalas tatapan Taeyong tak kalah dalam.

"Matamu sangat indah, Jaehyun." Ucap Taeyong masih mengagumi lekukan wajah tampan pria disampingnya.

Jaehyun hanya tersenyum tipis, lalu mendorong pelan pipi Taeyong agar menoleh dan fokus pada makanannya, "Habiskan makananmu."

"Perutku sudah penuh."

Taeyong mengerucutkan bibir, "Apa namanya?"

Paham dengan maksud Taeyong, lelaki berlesung pipi itu berucap, "Kenyang."

"Ah, benar."

Bagaimana Taeyong tidak kenyang, ia menghabiskan sepiring besar ayam goreng pedas buatan Jaehyun yang lebih lezat dari masakan paman Kyung. Selain itu Taeyong juga memakan sup meskipun tak selahap santapan kesukaannya. Menyendok cairan berasa itu sangat susah, pikirnya.

"Tae, kalau boleh tau berapa umurmu?" Tanya Jaehyun penasaran.

Sudah hampir tiga hari ia bersama dengan Taeyong, namun Jaehyun masih belum tahu banyak hal tentang sosok itu.

"Umurku?" Taeyong menerawang sejenak, "Seratus tahun." Jawabnya santai dan refleks membuat tawa lembut Jaehyun meledak.

"Kenapa kau tertawa?" Tanya Taeyong heran, pasalnya ia merasa tak mengatakan hal yang lucu selain menyebutkan usianya.

Jaehyun menghela nafas, menggeleng pelan lalu mencubit gemas pipi mulus pria disampingnya, "Aku saja masih berumur 26 tahun, Tae." Ujarnya, "Jika kau yang terlihat muda ini sudah berumur seratus tahun, bagaimana denganku?"

"Tapi aku memang berusia seratus tahun, Jaehyun."

Taeyong tetap kekeuh. Karena faktanya ia memang berumur seratus tahun.

"Baiklah, baiklah."

Jaehyun tersenyum lebar, candaan Taeyong memang berbeda dan mampu membuatnya merasa bahagia.

Selang beberapa detik, senyuman Jaehyun luntur ketika ia mengingat percakapan sang Ayah di saluran telepon tadi. Ia menatap Taeyong sendu lalu mengusap pucuk kepala lelaki polos itu.

"Taeyong-ah, apa kau tidak apa-apa jika kutinggal sendiri disini?"

Taeyong mengerjapkan matanya, "Kau mau kemana?" Ia berkata lirih, "Jangan tinggalkan aku, Jaehyun."

Jaehyun menggeleng, "Tidak. Aku tidak akan meninggalkanmu," ucapnya, "Ayahku menyuruhku untuk kembali ke rumah malam ini. Jadi..."

"Jangan pergi," Pinta Taeyong dengan binaran matanya yang sendu.

Sejujurnya Jaehyun juga tidak tega meninggalkan lelaki itu, tapi menolak permintaan sang Ayah sama saja dengan membuang dirinya kedalam neraka dunia.

"Taeyong-ah, aku berjanji akan kembali besok pagi."

Jaehyun merangkul pundak Taeyong, "Aku juga akan membawa ayam goreng pedas untukmu. Bagaimana?" Tawarnya.

Mengerucutkan bibir, Taeyong mendekatkan wajahnya pada milik Jaehyun. Lagi-lagi sang pria berlesung pipi merasa ada yang aneh dengan jantungnya. Apa ia harus memeriksakan diri pada ahli penyakit dalam? Pikirnya.

"Apa ayahmu menyeramkan?" Bisik Taeyong dengan nada yang amat penasaran.

Jaehyun terkekeh, ia memandangi wajah polos Taeyong lalu mengangguk pelan, "Hm, dia sangat menyeramkan. Aku bisa mati jika tak menuruti perintahnya."

Mulut Taeyong seketika menganga lebar, ia yakin semua Ayah di dunia sama jahatnya dengan Ayahnya juga Ayah Jaehyun.

"Kalau begitu pergilah sekarang," ucap Taeyong dengan nada khawatir.

"Aku akan pergi, tapi nanti setelah kau tertidur."

Taeyong mengangguk mengiyakan. Hanya selang beberapa menit setelah Jaehyun mengucapkan kalimat itu ia tiba-tiba menguap lebar.

Kenapa kau begitu menggemaskan Taeyong? Batin Jaehyun sembari mengepalkan tangan. Berusaha agar tidak mencubit Taeyong yang bertingkah seperti keponakannya.

"Kau mengantuk?" Tanya dokter muda itu.

Taeyong mengangguk pelan, "Aku ingin tidur."

"Hm, baiklah. Ingin kuantar ke kamar?"

Taeyong kembali membalas pertanyaan Jaehyun dengan anggukan.

•••

Jaehyun menatap wajah damai Taeyong yang tengah tertidur pulas, hanya menunggu sepuluh menit setelah pria itu berbaring di atas tempat tidur, akhirnya Taeyong berlabuh juga ke alam mimpinya.

"Sampai jumpa besok, Taeyong-ah." Ucap Jaehyun lalu beranjak dari kursi disebelah balas tempat tidur Taeyong.

Ia berjalan pelan meninggalkan pria mungil itu untuk kemudian pergi ke rumah sang Ayah. Jaehyun menutup pintu kamar Taeyong, tiba-tiba retinanya ditabrak oleh cahaya menyilaukan dari arah jendela.

Tak butuh waktu lama suara petir yang amat besar menggema, Jaehyun hanya memejamkan mata sejenak karena bisingnya kawan air hujan itu.

"JAEHYUUUN!"

Mendengar teriakan Taeyong dari dalam kamar membuat Jaehyun buru-buru membuka pintu, dan alangkah terkejutnya pria berlesung pipi itu ketika Taeyong tiba-tiba berhambur memeluknya dan menenggelamkan wajah pada ceruk lehernya.

Taeyong, kumohon jangan membuatku merasakan hal aneh seperti ini.


A/N : Have a nice dream 💚

Thanks for reading 💗

S I R E N | Jaeyong ✓Where stories live. Discover now