Menjadi Saksi

2.1K 100 2
                                    

Hari yang dinantipun tiba. Ujian Nasional yang menakutkan itu pun sudah didepan mata. Semua siswa kelas 12 sekarang insyaf sudah. Yang mereka pegang sebelum masuk ruangan ujian adalah sebuah buku paket yang tebal. Bukan lagi sebuah ponsel digenggaman.

Keira dkk beruntung, mereka dalam satu ruangan yang sama. Bukannya niat untuk mencontek dan sebagainya. Tapi hanya perasaan lega saja, ada sahabat dalam satu ruangan neraka yang sama.

Jantung Keira kini seperti drum marching band yang terus saja dipukul keras. Ini adalah pelajaran yang sangat ditakuti Keira. Matematika. Mendengar namanya saja bisa membuat semua orang bergidik ngeri. Pasalnya kementerian menaikkan level soal dalam ujian nasional termasuk matematika.

"Vin, jantung gue kaya mau loncat nih" ujar Keira sambil memegangi dadanya yang dag dig dug tak karuan.

"Jantung gue sih kayanya udah wafat"
Hahh. Semuanya menghembuskan nafas berat. Tinggal menghitung menit dan soal yang menyeramkan itu pun terpampang nyata di depan mata.

Teet teeet teett..

Bel masuk ruang ujian pun bergema. Inilah saatnya. Tolong siapkan ambulans, pemadam kebakaran, atau tenaga medis lainnya.

                                  ###

Ujian yang mengerikan pun hampir selesai. Tinggal satu pelajaran lagi yang harus dilewati para siswa. Selepas ujian matematika kemarin, sekolah seperti kuburan. Sepi. Senyap. Merinding dan juga iba melihat ekspresi para siswa setelah keluar dari ruangan.

"Hahh, satu hari lagi nih" ujar Keira sambil menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi di sebuah cafe.

"Iya cuy, gile otak gue kaya mau meledak" Sarah menjawab sambil memijat pelipisnya.

"Lah mending, otak gue kayanya udah mengundurkan diri nih" timpal Lovina yang membuat yang lain tertawa.

Sedangkan Hasna? Ah dia masih saja setia dengan buku tebalnya. Kacamata pun kini sudah bertengger di wajahnya. Ekspresi serius kini sering ditampilkan di wajah cantiknya.

"Ehh kutu kuku!! Gak cape apa lo?" Keira melempar kertas kecil ke kepala Hasna.

"Kutu buku PA!!" Teriak Lovina dan Sarah bersamaan.

"Iye sama aja"

Hasna tersenyum dan membenarkan letak kacamatanya. "Engga"

"Eh istirahat dulu dong, stress ntar lo" ujar Keira

Hasna menutup bukunya dan menarik napas dalam. "Gais, harus tetep semangat dong walau besok hari terakhir. Inget, saingan kita gak pernah ada kata lelah buat belajar"

Semuanya bungkam. Iya juga sih. Tapi, beristirahat sebentar tidak masalah bukan?

"Ahh serah lo deh"

"Hmm" Hasna hanya bergumam sebagai jawaban.

Setelah mereka menyantap makanan masing masing, kini semuanya sedang sibuk membaca kata demi kata yang tertera pada buku tebal dipangkuannya. Mereka berempat kompak. Mengambil mata pelajaran pilihan UN yang sama. Biologi. Hasna sangat suka dengan Biologi, berbeda dengan Keira, Sarah, dan Lovina. Mereka memilih Biologi karena tidak ada pelajaran lain lagi yang mereka pahami.

Waktu terus bergulir. Sang mentari pun terus bergerak turun, memberikan waktu pada rembulan untuk bersinar dengan indahnya. Gemerlap bintang mulai terlihat di angkasa. Memberikan penampilan yang sempurna.

Keira masih membaca buku tebalnya. Ditemani sebuah lampu belajar yang menyala disampingnya. Sesekali ia masih mengecek ponselnya dan melihat notifikasi yang sering muncul disana.

"Jam berapa sih ini, mata gue udah susah melek" ujar Keira sambil mengucek matanya. Tangannya kini meraih jam yang ada di atas nakas.

"Wihh jam 11, pantes ni mata udah protes"

"Tapi belajar gue belum abis, dikit lagi si"

"Ahh bodoamat"

Keira segera mematikan lampu lampu yang masih menyala digantikan dengan lampu tidur. Ah dia teringat sesuatu. Ia segera beranjak dari tempat tidur dan membuka sedikit tirai jendelanya. Lebih tepatnya mengintip seseorang diseberang kamarnya.

Hmm, masih belajar aja. Udah malem woy tidur!! - batin Keira berteriak.

Sebuah senyuman terbit di bibir mungilnya. Entah kenapa ia enggan beranjak dari sana dan menyapa kasurnya yang kian menggoda. Matanya terus saja memandangi jendela kamar Kenzo yang tertutup tirai.

Mau sampe kapan belajar lu, kesiangan ntar - ah lagi lagi ia berbicara seorang diri.

Perlahan tirai jendela kamar Kenzo terbuka, menampakkan sesosok laki laki yang ia rindukan. Kenzo tersenyum manis. Ke arahnya. Astaga, baru disenyumin aja jantung Keira sudah dag dig dug tak karuan. Kemudian Keira menggerakan bibirnya, berusaha mengucapkan sesuatu tanpa suara.

"Tidur" hanya satu kata itu yang Keira ucapkan. Tak lupa dengan senyuman manis tentunya.

Kenzo menjawab dengan cara yang sama. "Iya nanti, lo duluan aja. Udah malem"

Keira terkekeh pelan. "Lo juga dong, disitu kan juga udah malem"

"Iyaa gue tidur, lo juga ya"

Keira mengangguk pasti. "Iya"

"Selamat tidur Keira, mimpi indah"

Pipi Keira memanas. Ini bukan mimpikan? Keira segera membalas ucapan Kenzo. "Iya selamat tidur juga"

Kenzo tersenyum sesaat sebelum ia menutup tirai jendelanya. Ahh ini benar benar malam yang indah. Tak usah semua orang tau rasa bahagianya kini, cukup bulan dan bintang saja yang menjadi saksi.

My Boy Friend [SELESAI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang