Rain on April

846 25 48
                                    

Author: Bilbil   nogchalatte

Tuhan itu menciptakan manusia berbeda-beda. Dan tentunya dalam aspek yang berbeda pula. Seperti contohnya, takdir. Hanya sedikit kemungkinan bahwa manusia ditakdirkan dengan takdir yang sama. Layaknya aku.

Aku hanyalah gadis jelek, bodoh, dan tidak berbakat. Bahkan aku malu untuk memunculkan diriku di depan orang banyak. Orang tuaku pun malu memiliki anak seperti aku, mereka saja jarang mengenalkan aku kepada teman kerjanya atau pun koleganya. Hanya anak kesayangan mereka saja yang diperlakukan seperti itu. Mereka tidak pernah anggap aku ada.

Aku tersiksa dengan situasi ini, aku membenci hidupku, dan aku membenci mereka. Kalau bisa justru aku ingin sekali jauh dari mereka.

"Hei, Kwon Nareum!! Kau mau saya keluarkan dari kelas?!" Seseorang berteriak memanggil nama salah satu siswi.

Semua anak di kelasku langsung menoleh ke arah siswa yang dipanggil tadi. Gadis itu masih terlihat terkejut dan menggelengkan kepalanya.

"Tidak, Ssaem!" Dia menjawab lantang dengan tangan yang menyilang di dadanya.

"Baiklah, jika kau tidak ingin saya keluarkan, fokus dengan materi yang saya ajarkan!" ucap Guru Kim tegas. Gadis itu hanya mengangguk sebagai balasannya. Pelajaran pun dilanjut.

Hanya selang beberapa menit, bel pulang sekolah sudah berbunyi. Semua siswa yang berada di kelas langsung berisik dengan bersorak-sorai.

Guru Kim langsung mengundurkan diri dari kelas sebelum kepalanya pecah kembali, dia sudah pusing mengajar kelas kami selama tiga tahun berturut-turut.

Semua siswa berhamburan ke luar kelas, ada yang berdua, bertiga, atau bergerombol. Mereka seperti sekumpulan semut yang mendapat beberapa butir gula. Hanya aku yang pulang sendiri dan seperti tidak tampak di tengah gerombolan mereka.

"Hei, Baek Seungji!" Aku melupakan sesuatu. Ada satu orang yang selalu mengikuti diriku ke mana pun aku pergi, dia adalah Choi Hyunsuk, anak dari salah satu teman Ibuku.

Aku tidak paham dan tidak tahu apa alasannya, lagipula itu tidak penting.

"Kau ingin langsung pulang?" Selalu pertanyaan itu yang ia lontarkan padaku.

"Ya," jawabku pendek, tidak ingin berurusan lebih lama dengan dia.

"Kau tidak ingin pergi ke mana gitu? Seperti ke kafe? Kita mengobrol di sana." Dia terus-menerus memaksaku untuk ikut bersamanya.

"Aku sedang tidak ingin, Hyunsuk-ah! Kau selalu menawarkanku pergi ke luar setiap harinya. Tidak! Aku tidak akan pergi." Aku melewati tubuhnya. Seperti yang aku tebak, dia akan mengejarku dan menyamai langkahnya denganku.

"Arra! Tapi izinkan aku untuk menemanimu pulang." Aku menghela napas kasar.

"Tidak perlu, Choi Hyunsuk. Rumahmu saja jauh dari rumahku, kau akan kesusahan mencari kendaraan untuk pulang," cegahku sambil terus berjalan menuju halte bus.

"Tidak apa, asal kau pulang dengan selamat," balasnya dengan senyum yang terpasang di wajahnya.

Aku menunggu bus jurusan Apgujeong-dong yang melewati halte bus ini. Sekitar lima belas menit lamanya, akhirnya bus itu muncul di hadapanku. Aku menaiki bus dan duduk di salah satu kursi penumpang. Dan anak ini masih menguntitku.

"Sampai rumah, Seungji-ah. Aku sudah memberitahumu, tidak perlu menatapku seperti itu." Dia yang menyadari tatapanku padanya langsung angkat bicara.

Alih-alih melihat dia lagi, aku lebih senang melihat ke arah luar jendela. Rintik-rintik hujan mulai membasahi jalanan. Lalu, rintik hujan itu berubah menjadi hujan deras. Banyak orang di luar sana yang mencari tempat untuk berteduh.

Kumpulan CerpenWhere stories live. Discover now