Chara-note: Sudah kuyakinkan Herbernoud saban hari agar tidak macam-macam kali pertama dia mau mempublikasikan salah satu bagian dari buku harian pribadiku yang menyedihkan--yang cuma berujung kegagalan. Sekarang aku harus mengalah lagi saat dia mau mempermalukanku untuk yang kedua kalinya. Jangan tanya apa yang salah denganku. Laki-laki memang keras kepala.
***
Aku tidak mau mengingat betapa sialnya kehidupanku. Kalau saja aku tahu semuanya bakal jadi begini, tentu saja aku tidak mau turun ke bumi dan mandi seenaknya di sungai kotor itu. Toh, air kahyangan masih jauh lebih bersih ketimbang curuk di sini. Air bumi penuh dengan benda-benda asing dan menjijikkan yang tidak akan kau temukan di negeri langit. Aku tidak bicara masalah kuman dan bakteri yang tidak kelihatan. Aku bicara soal kotoran manusia yang acap kali hanyut dibawa arus. Dasar manusia. Membuat jamban saja kalian masih amatiran.
Salahku yang mau ikut saudari-saudariku waktu itu. Oh, ayolah. Memang apa enaknya mandi di ruang terbuka publik seperti itu. Mungkin acara bersih-bersih waktu itu tidak kelihatan secara langsung sebagai ajang tontonan alam semesta, tapi tetap saja tempat itu tidak cukup tertutup. Sekarang aku menyesalinya. Tidak ada satu haripun kulewati di bumi tanpa menyesali hal itu.
Kalian mungkin sudah tahu sesuatu. Aku makhluk kahyangan, artinya aku salah satu bidadari--yang cukup sial sebab gagal lepas landas lagi setelah mendarat di bumi. Kalian bisa menyebutku malaikat jatuh, alien nahas atau sebagainya. Aku tidak peduli. Toh, aku hanya wanita biasa sekarang, tanpa simsalabim yang bisa membuat satu butir beras jadi satu bakul nasi saat ditanak, dan melayang pergi dengan kain tipis yang aku sendiri tidak tahu apa bahannya.
Kuceritakan dulu secara singkat apa yang telah kulalui. Tak ada gunanya menggerutu pada kalian kalau tidak ada yang tahu apa masalahku sebenarnya. Aku sedang dalam masa sensitif, jadi bagian dari kisah hidupku yang mengenaskan ini barangkali bakal terdengar sedikit berlebihan.
Hari itu, aku dan enam saudariku memutuskan turun ke bumi. Layaknya yang sudah sering kami lakukan pada saat-saat tertentu.
Ketika mengingat masa itu aku merasa bodoh. Bayangkan saja, kau berendam di dalam air selama berjam-jam dari pagi hingga petang. Untung saja ketidakmampuan bidadari untuk mengeriput telah mencegah kami kelihatan seperti jeruk purut.
Petang itu, saat keenam saudariku selesai berpakaian dan mengalungkan selendang ajaib masing-masing, aku masih kebingungan mencari milikku. Aku ingat meletakkan kain bodoh itu di atas sebuah batu besar di tepi sungai, tapi saat kulihat lagi, benda itu raib entah kemana.
Seharusnya saudari-saudariku membantu atau setidaknya menunggu hingga selendang itu kutemukan. Namun, barangkali karena tidak ada rasa kesetiasaudarian (begitulah aku menyebutnya), mereka malah meninggalkanku sendirian. Saudari-saudariku beruntung aku belum menemukan selendang itu sampai saat ini sebab aku sudah menyiapkan hadiah tonjokkan untuk mereka semua sebagai oleh-oleh dari bumi.
Singkat cerita, Jaka Tarub menemukanku yang sedang linglung. Dia menolongku dan membawaku ke rumahnya, menampungku sementara waktu.
Jaka adalah pria yang manis. Maksudku, dia cukup perhatian padaku. Tak butuh usaha keras baginya untuk memikat hatiku. Toh, dia juga tampan. Walaupun tidak serupawan pria-pria kahyangan, dia tetap menarik dengan caranya sendiri.
Iya, deh. Kata-kataku barusan agak berlebihan.
Tak lama kemudian, kami menikah. Aku bilang padanya jangan pernah tanyakan asal-usulku (aku khawatir reaksinya akan berlebihan kalau dia sadar telah menikahi seorang bidadari) atau apa rahasia dibalik kebiasaan anehku. Mungkin karena tidak mau aku sampai mengambek, Jaka tidak mempermasalahkan syarat itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Memoar
RandomAutobiografi dari berbagai tokoh original Herbernoud, termasuk kumpulan cerita pendek, dan catatan tak berarti dari mereka dan author sendiri. Ditujukan agar tidak ada lagi kata hiatus. Semoga saja ....