Clak.

Luki masuk, lantas berhenti di tempat begitu kepulan asap rokok menyambutnya.
"Wey, wey, wey, siapa nih...?" Kafi, atau begitu nama yang tertulis pada seragamnya, menyapa Luki dengan ramah.
"Lu janitor yang baru?" Ujarnya disambut tawa tiga temannya.
"Umm..." Luki berpikir untuk membersihkan toilet itu lain waktu. Ia mengangkat kembali embernya.
"Kemana lu, bro?"
"Toilet lain..,"
"Maksud lu?" Kafi menginjak puntung rokoknya. "Gak suka kita disini?"

Gawat... Dia marah...

"Bukan itu... Kalian kan lagi pake...,"
Luki, sebisa mungkin menghindari dirinya untuk berbicara dengan siapapun selain ketiga temannya diluar hal yang di perlukan.
"Bukyan itu, kalian kan lagi pake..,"
Tentu saja, kebanyakan dari mereka pasti akan mengejeknya.
Bukannya Luki perasan. Lagipula, siapa sih, yang suka diejek?

"Kenapa lu yang bersiin? Lu gantiin bapak lu? Bapak lu janitor sekolah?"
Keempatnya tertawa.
"Enggak." Luki mengepalkan tangannya, namun hanya sebatas itu.
"Bukan? Oh... Bapak lu kan udah modar." Kafi mengeluarkan ponselnya.
"Bersihinlah kalo gitu." Katanya kemudian, berubah acuh tak acuh.
"Duh pengen berak." Salah seorang dari temannya masuk ke salah satu bilik.
"Disiram ya njing!"
"Siramin dong njing!"
Mereka kembali tertawa.
Kafi memutar pandangan ke arah Luki yang masih berdiam.
"Tunggu apa lagi lu?"

Karena terlalu takut, Luki akhirnya meneruskan niatnya untuk membersihkan toilet itu.
"Serius lo yang bersihin, hah? Hahahaha!" Gemo, berbadan gempal dengan jemari yang tampak bengkak menyentil ember yang menampung air menjauh. Meninju, sebenarnya.
Luki menata ulang letak ember di bawah kran air dan mengisinya.
"Gua kira cuma nyimpen alat doang, disuruh guru atau apa gitu..," sahut Melki. Seragamnya yang paling rapi diantara yang lain. Tapi sejak tadi anak itulah yang menyediakan stok roko untuk mereka berempat.
"Kenapa lu? Dihukum apa gimana?"
"Umm..,"
"Jawab anj*ng!" Kafi menendang pintu bilik, hanya untuk membuat suara gaduh.
"Iy-iya, aku--aku dihukum."
"Ugh, jijik banget sih 'aku, aku'. Lu kan yang satu kelas sama Aaliya?"

Lagi-lagi...
"Ya...,"
"Heran, kok bisa ada orang kaya lu di kelasnya?"
"Kenapa lu dihukum?" Gemo menenggelamkan puntung rokok yang telah habis kedalam ember.
"Em..., Banyak bolosnya..,"
"Huh? Samaan dong, kaya gua?"

Luki menghela napas lega, ternyata keempat orang itu sama sekali tidak segarang yang Luki pikirkan. Mereka hanya bertanya dan sedikit mengejeknya. Luki rasa jika dia bertahan sebentar lagi, dia bisa bebas dari mereka. Ia membuka tutup karbol dqn menuangkan sekitar dua tutup botol kedalam ember. Mang Ian sama sekali tidak memberitahunya batas yang boleh ia gunakan. Kebetulan toilet selalu kurang wangi. Jadi Luki akan menggunakan kesempatan ini sebaik mungkin.  
"Heh." Seseorang di belakangnya menepuk bahu Luki. Ketika dia menoleh, satu tinju di layangkan tepat di pipinya sampai ia terjerembab.
"?!" apa yang terjadi? Kenapa dia dipukul?
"Gua tanya baik-baik, lu malah boong sama gua? Mana ada bolos dihukum bersiin toilet, gobl*k!"
"B-bukan..  itu, anu...,"
"Nganggep gua bloon ya lu? Kalo engga mau ngomong bilang dari awal sialan!" Kerahnya ditarik lalu dihempas dekat closet berdiri. 
Ponsel Kafi berdering sekali. Ketika anak itu membaca pesan yang entah dari siapa, suasana hatinya bertambah buruk.

"Anj****, ba**, bangs**!"
"Kenapa?" Melki mendekat, dia meraih bahu Kafi berusaha menenangkan. Tapi tangan itu ditepis keras.
"Grup Bandot SMA Ajiaksa lagi di deket perempatan sebelah kecamatan." Kata Kafi dengan dada naik turun.
"Wah, deket banget, tuh!" Seru Gemo.
"Kita hancurin mereka dengan segera, bos."
"Nggak bisa." Balas Kafi geram.
"Kenapa?"
"Pacarnya adik gua itu ketua Grup Bandot."
"Sh*t, beneran lu?"
"Emang mony*t adik gua. Ketuanya juga sama aja brengsek,"

Guk-guk,
Meong,
Kkokokokk...

Luki menelan ludah mendengar begitu banyak nama binatang yang disebut dalam sebuah percakapan. Luki berbalik, memilih kembali melakukan tugasnya yang sempat terhenti.. Dia hanya akan membuat masalah jika membiarkan dirinya terlibat.
Ya, Luki harus menghindari masalah.

"Oy, ngapain lu?" Tegur Kafi tiba-tiba. Luki masih meneruskan mengelap kaca westafel karena ia tidak tahu kalau dirinya yang dimaksud.
"Banci emang. Budeg. Ambil itu." Titah Kafi pada Gemo yang berdiri dekat pojokan.
Anak gempal itu mengambil ember lain yang menyimpan air bekas pel. Air yang ditampung berhari-hari dan seingat pengguna toilet lantai satu, air itu selalu ada.
"Ngga respect sama gua, berani banget lu."

Byuurr.

Air disiram dengan tergesa-gesa, tapi kebanyakan masih mengguyur Luki.
Tangan dan kakinya mendingin bersama pikiran-pikiran negatif yang memenuhi pikirannya.

Luki panik. Tapi kepanikan itu justru membuatnya terdiam seperti batu.

"Sialan!" Kafi membenturkan ember ke kepala Luki.

Setelah itu mereka semua pergi.
.
.
Aaliya memastikan jendela terkunci dan semua lampu mati. Sebagai orang terakhir yang meninggalkan ruangan, ia harus memastikan semuanya aman.

Aaliya membawa tas berisi perlengkapan karatenya ke kelas untuk menjemput tasnya yang lain sebelum pulang.
"Oh..," gadis itu melirik meja Luki yang belum kosong. Anak itu pasti sedang menjalankan hukumannya sekarang.
Diam-diam Aaliya tersenyum, tak menyangka kalau Luki benar-benar akan melakukannya. Padahal dia bisa saja langsung pulang dan menolak mengerjakannya. Toh, tidak ada yang mengawasi.

"Dia boleh juga..," gumam Aaliya lalu keluar kelas.
Di koridor, ia dikejutkan dengan segerombol lelaki yang hampir menabraknya karena tak memperhatikan jalan.

"Upps... Sorry," kata salah seorang diantara mereka. Matanya mengedip cantik.
Menjijikkan, gumam Aaliya.

"Ehh, kau Aaliya kan?" Yang berbadan gempal menahan bahu Aaliya.
"Ya, aku." Balas Aaliya sambil menampar tangan itu menjauh.

Hh, kurang ajar. Siapa mereka?

Aaliya sudah menyiapkan kuda-kuda, berjaga-jaga kalah mereka mau mengajaknya berkelahi. Tapi diluar dugaan, mereka berempat malah tertawa dengan tidak jelasnya, lalu meninggalkan Aaliya begitu saja.

"Eh... Apaan sih." Aaliya membetulkan letak tas selempangnya. "Kenapa banyak orang gila ya, sekarang?"
.
.
.
**************Bersambung**************

BONUS
(Ketika Luki dan Aaliya terjebak dalam situasi genting)

Luki

"Kemana lu, bro?"
"Toilet lain..,"
"Maksud lu?" Kafi menginjak puntung rokoknya. "Gak suka kita disini?"

Gawat... Dia marah...

"Bukan itu... Kalian kan lagi pake...,"

Aaliya

"Kemana lu, bro?"
"Toilet lain..,"
"Maksud lu?" Kafi menginjak puntung rokoknya. "Gak suka kita disini?"

Apaan sih narsis banget...

"Ya iyalah. Pake nanya, lagi?"

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Halo! Selamat weekend guys! :)
Maaf kalau untuk chapter ini sedikit lebih pendek. Yah, biasanya tiap chapter paling bikin 1000k (kata) jadi memang irit akutu. Hehe
.
Aku berusaha buat masukin klimaks di setiap bagian, tapi bingung juga sih (maksudnya apa ya)
Haha. Kalau kalian ada kesulitan dalam memahami tulisan dan percakapan, barangkali aku salah ketik dan penempatan, kasih tau yak.
Ditunggu kritik dan saran kalian. Muahh.
.
Sampai ketemu hari Rabu.
Ciao!

Best Part Of YouWhere stories live. Discover now