Chapter 4: Pengeroyokan Di Toilet

51 1 0
                                    

"Des, ada guru yang datang," cegah salah seorang Geng TM lain yang berjaga di depan pintu.

"Beruntung kamu sekarang."

"Ayo cepet Des, cabut."

Rades dan yang lainnya beranjak meninggalkan kelas. "Perlu kamu ingat jangan harap hidup kamu bakal tenang selama aku masih hidup," kata-kata terakhirnya itu membuat jantungku seolah ingin meloncat keluar dari tubuhku, hatiku ngilu seketika.

Guru datang, jam istirahat usai, Radit turut pula keluar dari kelasku. Aku menyesal. Tak seharusnya tadi aku memunculkan keberanianku untuk melawan Rades jika akhirnya seperti ini. Aku salah terka, jika berfikiran bisa merubah Rades. Dia adalah manusia yang hatinya telah hitam dan membatu. Mungkin takkan pernah ada perasaan kasihan dan tak pernah mengenalnya.

Seandainya bisa, ingin rasanya saat ini aku pergi dan menghilang dari muka bumi karena aku tak punya cukup keberanian untuk menghadapi hari-hariku selanjutnya di sini. Karena aku rasa ancaman Rades itu tidak main-main. Dalam pikiranku terus saja berulang peristiwa menyeramkan yang terjadi pada Indra dan Alan tempo hari. Belum lagi cerita tentang kebringasan Geng TM yang sampai dijulukin jawara tawuran itu. Sekolah mana sih yang nggak kenal nama Geng TM yang sudah melegendaris itu? Bagaimana jika aku sampai digebukin seperti itu sama Geng TM nantinya? Bagaimana mungkin aku bisa menghadapinya?

***

Tapi hidup harus tetap berlanjut. Hari berganti dan Papa tetap mengantarkanku ke sekolah. Semoga hari ini tidak seburuk kemarin.

"Prin! Tunggu." Panggil Rinta dari belakang, "Aku kira kamu tidak mau masuk Prin."

"Buat apa aku tidak masuk?"

"Kamu tidak takut sama Rades?"

"Takut sih takut, tapi asal kamu tahu ya, aku tuh bukan pengecut. Meskipun aku bakal dikerjain tiap hari, aku tahan-tahanin."

"Wiiih! Beneran nih? Aku salut sama kamu, Prin."

"Eh, kalau digangguin tiap hari beneran sih nggak mau. Hehe"

Sampai di depan kelas, entah kenapa aku masih menolehkan wajah ke arah kelas Radit yang letaknya berhadapan dengan kelasku. Dan di depan pintu terlihat Radit sedang berdiri melihat ke arahku sekilas lalu kembali sibuk dengan urusannya.

Istirahat tiba, tapi aku tak terlalu bersemangat. Aku ingin hanya berdiam diri di kelas. Entah ada apa Radit ke kelasku. Dia pura-pura ngobrol dengan anak-anak di kelasku. Saat ia hendak berjalan ke arahku, Rinta datang.

"Gawat, Prin! Aku....aku liat mereka ngeroyok Alan lagi di toilet." Rinta membisik.

"Serius kamu?"

"Iyalah!"

Aku bergegas mengikuti langkah Rinta yang menarik tanganku. Sekilas kuedarkan padang ke arah Radit. Dia tidak menggubrisku. Ah, sudahlah.

Setibanya di toilet aku dan Rinta menunduk bersembunyi agar tidak ketahuan. Benar saja, kulihat Alan sedang dikeroyok. Tubuhnya lebam.

"Mereka udah kelewatan kali ini Rin!"

"Semua juga tahu. Tidak ada gunanya melawan. Malah kita yang celaka nantinya."

Ini tidak bisa didiamkan. Aku harus bertindak. Aku bangkit, kuberanikan diri mengetuk pintu kantor kepsek. Rinta menyingkir tak mau ikut.

"Silahkan masuk. Ada keperluan apa?"

"Ada anak yang dikeroyok di toilet, kasihan Pak."

Beres, Pak kepsek bisa kuyakinkan. Aku harap dengan ini semua bisa baik. Semoga saja.

Trouble Maker (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang