5

4.3K 573 51
                                    


Setelah semua proses pengumuman, sambutan dan nasihat oleh kepala sekolah juga para profesor selesai semua orang di sana melerai dan perlahan meninggalkan lapangan.

"Hey, you okay?" Mark menyentuh bahu sahabatnya. Pertanyaannya di balas gelengan bergetar pertanda ia tidak baik-baik saja.

"Yasudah ayo pergi, kita masih harus bersiap untuk besok." Jeno merangkul Jaehyun dan membawa sahabatnya itu berbalik menuju ke asrama.

"Permisi." Ketiganya berhenti dan berbalik.

"Oh, Sunbae." Jaehyun mencengkram erat jubah Jeno saat melihat siapa di hadapan mereka.

"Bisa aku bicara dengan Jaehyun sebentar?" Taeyong melihat itu. Mata Jaehyun terpejam erat mulutnya terkatup lalu terbuka dengan bibir bergetar dan rangkulan erat kedua temannya seakan jika mereka melepaskan Jaehyun, pria itu akan ambruk.

"Uhmm, Tidak Sunbae.... kami harus bersiap untuk ujian besok." Jeno mengernyit hampir merintih, merasakan pinggangnya akan tercabik sebentar lagi.

"Sebentar saja, aku akan mengembalikannya sebelum makan malam." Tanpa menunggu jawaban lagi Taeyong menarik tangan Jaehyun dengan keadaan pria itu yang hampir tidak bisa di kendalikan akalnya sendiri.

"Su-sunbae." Jaehyun tertatih mengimbangi langkah seniornya. Demi Tuhan ia sudah hampir di ambang batas dan mangsanya saat ini tengah menariknya entah kemana.

Taeyong tidak menghiraukannya, si Cleverer itu terus melirik kanan dan kiri seperti mencari sebuah ruangan. Lalu menggeret Jaehyun ke dalam ruangan itu.

"Su-sunbae." Lagi, dan tidak ada jawaban dari seniornya. Taeyong malah mendongak, menatap lekat-lekat bibir yang sudah semerah darah dan mata hijau zamrud terang Jaehyun. Taeyong masih setenang biasanya.

"Aku akan memberikan penawarnya."

"Hah?" Jaehyun mengerjap beberapa kali. Bingung dengan apa yang Taeyong maksud.

Pengiring kelompok tujuh itu mencengkram kedua bahu tegak Jaehyun dan membawannya untuk duduk di sofa panjang entah bagaimana ada di sana. Lalu mendudukkan dirinya sendiri di atas paha pria itu.

"Kau tidak sadar apa yang kau lakukan, sunbae." Jaehyun dengan sangat kurang ajarnya meloloskan tangannya untuk mencengkram pinggang ramping Taeyong, pil dari profesor Im benar-benar sudah habis efeknya, Taeyong meringis karena saking kencangnya cengkraman di pinggangnya. Tapi ia memiringkan kepala di hadapan predator ini seperti seekor kucing yang menantang tuannya untuk berkelahi.

Taeyong mengalungkat kedua tangannya mengelilingi tengkung Jaehyun, mengusap rahang tegas itu dengan ibu jarinya, mengabaikan rasa perih di pinggangnya yang tercabik kuku Jaehyun. Mengecup rahang itu dan membawa bibirnya menelusuri leher Jaehyun, mencari sebuah bagian yang harus ia hancurkan sebelum pria ini menghancurkannya.

Denyut nadinya.

Taeyong hampir bersorak dalam hati saat menemukan tempat dengan denyut sekencang suara kereta api. Taeyong menghisap area itu, untuk menyelesaikan tugasnya.

Punggung Jaehyun meremang, jari-jari panjangnya meremas rambut hitam seniorya. Ia tidak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi di antara mereka saat ini. Tapi perbuatan Taeyong seakan mimpi baginya, seakan merasakan fantasi yang entah ini nyata atau tidak.

"Akhh..." Jaehyun merintih saat merasakan kulit lehernya di robek gigi Taeyong. Ini jelas bukan mimpi, rasa perih dan terbakar di lehernya saat ini bukanlah mimpi.

Nafasnya yang memburu, detak jantungnya yang tak karuan dan nafsu binatangnya yang sejak tadi menggila perlahan mereda. Seperti ia baru saja mendapat obat bius dengan tangan yang serta merta terkulai setelah Taeyong menarik tubuhnya.

CORVIN ACADEMYWhere stories live. Discover now