The Secret Of Maya

12.7K 1.1K 255
                                    

"Hoek!"

Maya menumpahkan isi perutnya ke dalam kloset restoran di salah satu bilik toilet wanita.

Jijik!

Maya benci melumat bibir pria berengsek itu. Jika bukan karena target utamanya, ia tidak akan sudi naik ke pangkuan bahkan melumat bibir pria beristeri.

Mengingat adegan menjijikkan itu, Maya kembali mual, memuntahkan isi perut.

Oh ya, tentu saja. Maya sudah tahu profil lengkap pria itu. Seorang CEO perusahaan properti paling naik daun di Surabaya, pemilik apartemen mewah tempatnya tinggal sekarang, pengusaha tampan yang kesuksesannya tidak diragukan lagi, dan seorang pria beristri bule bermata biru dengan sepasang anak lucu. Pria itu bernama Liand Hamzah Al-Fatih.

Maya tidak bodoh. Dia mencari tahu semua informasi itu sebelum mendekati Liand.

Maya sengaja menjadikan CEO muda itu sebagai target utama, berencana menjerat Liand sebagai Sugar Dady, mesin pencetak uang. Asal dipuaskan nafsu birahinya, pria hidung belang itu pasti akan menghujaninya pundi-pundi uang.

Rencananya begitu. Namun sayang, Liand telah menggagalkan semua rencana Maya dengan menggumamkan nama isterinya. Maya jadi kesal dan tidak nafsu berciuman lagi mendengar nama wanita itu disebut. Dia merasa berdosa sudah mencium suami orang.

"Sial!" Kepalan tangan Maya memukul dinding keramik toilet, marah rencananya gagal. Dia harus mengatur ulang strategi menjerat Liand.

Merasa perutnya sudah lebih baik, Maya keluar dari bilik kamar mandi menuju teras restoran, lalu duduk di salah satu kursi kosong.

Maya mengeluarkan ponsel dari clutch bag milik Agni --mamanya, menggeser layar, lalu menekan nomor Tony.

Setelah beberapa kali nada panggil terdengar, sahabat karib Maya menyapa dari seberang telepon ....

"Halo, May, gimana?"

"Gagal gue," sahut Maya kesal.

"Alhamdulillah." Tony justru menghela napas lega.

"Diem lo! Ngeselin!" Maya berang mendengar ucapan itu. Kekehan Tony terdengar menyebalkan di telinganya. "Dimana lo sekarang? Jemput gue ke sini, bisa?"

"Buat kamu, aku selalu bisa. Jemput dimana?"

"Sidoarjo. Bentar lagi gue share loc."

"Buset! Jauh amat kamu kencan."

"Dia yang milih restoran ini, biar nggak ketahuan orang kenalannya kayak di gym tadi. Udah gitu gagal, apes banget gue!"

Tony terkekeh lagi.

"Lo puas banget denger gue menderita. Awas ketemu nanti, gue tabok lo!" Maya mendengkus kesal.

"Justru kamu bakalan lebih menderita kalau rencanamu berhasil."

Maya berdecak,"Udah ah, males denger lo ceramah. Buruan jemput ke sini, gue tunggu."

Tanpa menunggu jawaban sahabatnya, Maya mematikan sambungan telepon, lalu menekan aplikasi chatting untuk mengirimkan peta lokasi tempatnya berada pada Tony.

Setelah itu, Maya mendesah sembari bertopang dagu. Waktunya tidak banyak, namun rencananya malah gagal.

"Argh!" Maya mengerang kesal, menghentakkan sandal bertumit tinggi pada lantai kayu restoran.

Percuma uring-uringan. Yang sudah terjadi tidak akan dapat diubah kembali. Lebih baik Maya memutar otak untuk mengubah rencana.

Beberapa saat merenung. Dia sepertinya tahu harus berbuat apa. Meskipun belum yakin apakah rencana itu akan berhasil atau gagal lagi.

Toxic Temptation (Old Version-tersedia PDF)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang