Tristan dan BHC (2)

1.8K 166 1
                                    


"Selamat malam. Masih bareng Cyan di malam selasa ini, yang bakal nemenin sobat spekta semua selama tiga jam ke depan dari pukul sembilan sampai tengah malam nanti, di sobat malam."

Jemari lentik Cyan bergerak menurunkan volume microphone sehingga jingle spekta terdengar lebih jelas, kemudian menaikkannya kembali setelah empat detik berlalu.

"Tempatnya kamu-kamu semua bebas menceritakan apa pun tanpa malu-malu, tempatnya kamu untuk mengeluarkan segala uneg-uneg, setelah seharian beraktivitas. Seperti biasa, kamu bisa langsung menghubungi line telepon spekta di 024-355××××, atau mengirim pesan ke wadapps spekta di nomor 0812280×××××. Cyan tunggu, ya."

***

Telah lama
Ku tahu engkau
Punya rasa
Untukku
Kini saat
Dia tak kembali
Kau nyatakan
Cintamu
Namun
Aku
Takkan pernah bisaku
Takkan pernah
...
[Raisa - Terjebak Nostalgia]

Jauh di tempat yang berbeda, di perbatasan kota, alunan lembut suara Raisa menyanyikan Terjebak Nostalgia terdengar di coffee shop bernuansa biru dengan hiasan pelangi di salah satu dindingnya.

Laki-laki dengan jam melingkar di tangan kanannya duduk dekat bar. Ia menunduk dan rambut bagian depannya dibiarkan menjuntai hingga menutupi sebagian mata. Di hadapannya, secangkir robusta blend masih mengepulkan uap. Jarinya bergerak di atas layar ponsel, membuka aplikasi berbentuk balon percakapan warna hijau dengan logo gagang telepon putih di dalamnya. Belum sempat ia menambahkan satu papan pesan, seorang laki-laki lain datang menghampirinya dan memberikan salam khas dengan ber high-five, kemudian disusul mengentakkan kepalan tangan kanan di dada kiri sambil tertawa.

"Sori, Bos. Gue harap ini gak ganggu kekhusyukan lo dengerin penyiar favorit lo," ujar Tristan memulai percakapan, setelah duduk dan memesan secangkir cappucinno.

Laki-laki di depannya menyesap sedikit robusta blend setelah beberapa kali meniupnya untuk menghalau uap panas.
"Jelas terganggu," balasnya disusul tawa terbahak-bahak.

"Anak-anak gak ada yang dateng?" Tristan menoleh kiri dan kanan, hanya ada beberapa pengunjung yang asyik dengan minuman dan makanan di hadapannya. Sebagian menikmati makanan dengan saling berdiam, tapi ada juga yang tetap berbicara bahkan tertawa, seraya mengunyah kentang goreng.

"Tadi ada, cuma dua mobil. Tapi langsung cabut lagi. Malam Selasa, sepi."

Tristan mengangguk-angguk.

"Jadi lo mau ngomongin apa?"

"Ini serius, Bos. Dan gue harap lo bisa bantu gue cari solusi." ujar Tristan setelah mengucapkan terima kasih kepada seorang pelayan, perempuan muda yang meletakkan pesanannya di meja.

***

"Dan itu yang membuat gue bingung, sekarang."
Tristan menepuk dahi dan menggeleng-geleng setelah menceritakan hasil meeting spekta mengenai talk show dengan BHC sebagai narasumber.

"Apa yang buat lo bingung? That's cool. Gue setuju. Nanti gue bantu atur anak-anak dari sini."

"Oh, Maaaan!" Tristan kembali menepuk dahinya. Kali ini disusul membuka kedua tangan yang diarahkan ke depan badannya.

"What's wrong?"

"Kalau sampai Pak Hendra tahu gue ada di balik event yang membuat pertemuan lo dengan keponakannya ...," Tristan menggantung ucapannya, kemudian menyesap cappucinco yang sudah mulai kehilangan uap panasnya.

"Konsep berpikir lo jangan begitu."

"Maksud lo?" Tristan memajukan badannya dan melipat tangan ke atas meja.

"Anggap aja pertemuan gue dan dia terjadi secara gak disengaja."

Bantu aku membencimu
Kuterlalu mencintaimu
Dirimu begitu berarti untukku

[Laluna - Selepas Kau Pergi]

AM to FMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang