5: Berteman dengan keadaan

3.3K 445 91
                                    

B A D B O Y A L A S K A

Kenyataan seringkali melukai :v

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kenyataan seringkali melukai :v

Pulang sekolah Alaska selalu tidak langsung pulang kerumahnya dia punya tempat tersendiri yang selalu dia datangi, jika tidak sedang berkumpul bersama teman-temannya dia akan pergi ke tempat dimana dia bisa menenangkan dirinya, yang pasti bukan rumahnya. Hari sudah mulai gelap, lampu-lampu menyala di antara keramaian jalan raya. Alaska mempercepat laju motornya, menerobos jalan raya bahkan mengabaikan rambu-rambu lalu lintas. Tak peduli dengan makian dan teriakan dari pengendara lain yang melihat sikapnya ugal-ugalan dalam berkendara. Sampainya di sebuah rumah besar bernuansa abu-abu, seorang satpam langsung membukakan gerbang. Alaska memarkirkan sport hitamnya di halaman rumah.

Setelah melepas helm fullfacenya, Alaska melangkah memasuki rumah. Begitu berada di depan pintu rumah, seorang pria dengan pakaian rapi berjas hitam berdiri dari sofa ruang tamu dengan wajah kurang suka atas kehadirannya. Pria berumur sekitar empat puluhan mulai meneriakinya. Alaska tahu pasti saat-saat seperti ini akan terjadi lagi padanya.

"ALASKA! DARIMANA KAMU?!" Teriak marah Erlangga, ayahnya, yang membuat Alaska jadi enggan untuk pulang ke rumah itu.

Alaska mendengus kesal dan menatap malas ke arah ayahnya, lalu melempar tas sekolahnya ke arah meja kaca di dekatnya hingga menimbulkan suara keras.

"MAU JADI APA KAMU HAH! PULANG MALAM-MALAM BEGINI?" Ayahnya masih berteriak. Alaska hanya mendengarkan, menyenderkan tubuhnya pada pintu dengan kedua tangan yang dilipat di depan dada, mendengarkan setiap celaan yang dilontarkan dari orangtuanya sendiri tanpa perasaan.

"ANAK TIDAK TAHU DIRI KAMU!"

"PAPA TIDAK PERNAH MENDIDIK KAMU JADI SEPERTI INI!"

"KAMU ITU CUMA BISA MENYUSAHKAN!"

Setiap yang dikatakan Erlangga itu benar, ya dia itu cuma bisa menyusahkan. Tapi setidaknya dia bukan pengecut yang mengakhiri hidupnya sendiri ketika masalah menghampirinya. Kali ini, Alaska tidak boleh lari dan menghindar dari kenyataan yang bahkan tidak dia inginkan.

Alaska menatap dalam mata ayahnya yang berdiri tepat di depannya dengan tatapan penuh kebencian.

"Memangnya kapan anda mendidik saya? Papa itu cuma orangtua yang tidak pernah peduli dengan anaknya!" ketus Alaska.

"KURANG AJAR KAMU! Beraninya kamu bicara seperti itu!"

PLAK

Erlangga menampar Alaska. Tamparan ini yang sejak tadi Alaska tunggu, yang sering didapatkannya dari tangan itu, yang membuatnya semakin lama semakin membenci orangtuanya sendiri.

BADBOY ALASKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang