31. The Days Without You

20.9K 2.2K 46
                                    

Aku berusaha.

Tapi hari-hariku kembali ke rumah seperti merajam seluruh kepalaku dengan kenangan Kak Malik.

Malam hari, ketika mataku sulit terpejam, aku pernah mencoba caraku yang dulu. Berbaring di kursi jemur di sisi kolam renang memandang bulan dan bintang. 

Hanya satu kali Kak Malik menjagaku semalaman di situ, tapi sekarang aku tak lagi bisa melakukannya tanpa teringat kenangan bersamanya malam itu.

Aku memejamkan mata, berharap dirinya muncul dan sekali lagi menyelimuti aku dengan selimut. Aku memejamkan mata, usai menghitung bintang yang bertaburan, tapi tak ada lagi seseorang yang duduk menemani dan menjaga di dekatku. 

Aku tetap sendirian. Tanpa siapapun kecuali hembusan angin malam dan suara deru air laut yang memecah pantai. Paling-paling hanya Ibu, Mama atau bahkan para staf yang membangunkanku untuk pindah ke kamar.

Subuh, aku terbangun. Teringat kebiasaan yang dulu diajarkan Kak Malik. Berlari pagi. Aku juga mulai melakukannya lagi. Sejak awal kembali. Walaupun hanya bisa berlari pelan, mengingat aku masih dalam proses pemulihan.

Tapi aku tak berani melihat ke arah matahari terbit lagi. Sulit menahan air mata rindu setiap kali melihat semburat merah kekuning-kuningan itu muncul, jadi aku lebih suka duduk bersandar di pohon, beristirahat dan menghindari terangnya matahari pagi. Lebih baik lagi kalau aku sudah pulang dan kembali ke rumah sebelum sang matahari muncul.

Tak hanya itu, sekarang seberapa banyakpun orang menabrakku, takkan ada lagi Kak Malik yang memelukku. Aku hanya bisa memandang iri pada mereka yang berlari berpasangan, tertawa dan bercanda dengan bahagia. Dalam hati aku berdoa untuk mereka, semoga kebahagiaan mereka tak berakhir sepertiku. 

Dulu, walaupun Kak Malik jarang tertawa dan tersenyum, aku selalu menikmati saat-saat berlari di sampingnya. Kini aku mengerti, sebenarnya lari pagi itu hanyalah sebuah aktifitas biasa, yang membuatnya jadi bermakna, karena ada seseorang di sisiku. 

Mama membantuku dengan membiarkan barang-barang Kak Malik yang tertinggal di kamar tetap seperti dulu. Padahal tidak banyak, hanya beberapa potong pakaian, buku-buku bacaan dan beberapa alat pengamanan miliknya. Ketika rinduku tak tertahankan lagi, aku masuk dan tidur di kamarnya. 

Kadang kupakai jaketnya. Tapi tak ada lagi jejak aroma tubuhnya yang kusukai itu karena semua pakaiannya sudah dicuci bersih. Walaupun begitu aku tetap suka melakukannya. Hanya di kamar Kak Malik, aku merasa ia masih ada dan seperti sedang memelukku. 

Aku tak bisa sebebas dulu bahkan untuk bersedih diam-diam, karena Ibu tidur di kamar yang sama denganku sekarang. Hanya melihatku sedih, Ibu akan langsung mendatangkan dokter  atau psikiater ke rumah dan itu membuat semua orang di rumah utama kalang kabut termasuk Papa dan Mama. 

Sesekali Mindy datang menjemputku, mengajakku main ke luar rumah. Kini aku bebas. Tak ada pengawal lagi mengikutiku seperti dulu. Ke manapun dan di manapun aku menikmati kebebasanku. 

Hanya saja... masih saja tak mudah berada di tempat-tempat yang pernah kudatangi bersama Kak Malik. Salah satunya Kids City...

"Mau main Walking Dead  lagi gak, Ya?" tanya Mindy sambil menunjuk Arcade itu. "Sekarang aku udah berani!" lanjutnya dengan bangga.

Aku menoleh ke arah arcade itu juga. Gelak tawa Kak Malik seperti terdengar kembali di telingaku. Tawanya saat mendengar aku berteriak kaget. Itu pertama kalinya aku melihat ia tertawa lepas. Dan saat ini, aku hanya bisa menunduk dengan tangan saling menggenggam. Menanam kuku-kuku di antara kulit tangan. Sakit, tapi hanya ini agar aku bisa bernapas lega tanpa airmata.

Kak, aku nyaris tak bernapas. Sulit sekali. Hanya ini cara yang bisa kupikirkan. 

Bukannya aku tak mencoba untuk melakukan sesuatu yang menghibur. Seperti seorang remaja yang kini hidup normal. Menonton di gedung bioskop misalnya. 

My Cool Bodyguard, Let Me Free! [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang