PUNCH LINE

3.4K 249 5
                                    

Damn!

Ayudya benar-benar tidak bisa menguasai pikirannya lagi. Kepingan-kepingan kenangan bersama Farel kian tergambar jelas di pikirannya. Setelah hampir empat tahun Ayudya berusaha mengubur semuanya dalam-dalam, setiap jengkal kota Semarang, aroma tanah dan keriuhan jalanannya seolah menarik kembali ingatan itu ke permukaan.

Sekelebat gambar laki-laki berbadan tegap, dengan celana jins belel, menatapnya dengan penuh makna melintas di benaknya. Sosok Farel yang terakhir kali dia temui di malam itu, tepat sehari sebelum ia berangkat ke Bandung menari-nari dalam pikirannya.

 Sosok Farel yang terakhir kali dia temui di malam itu, tepat sehari sebelum ia berangkat ke Bandung menari-nari dalam pikirannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mengerjapkan mata seraya menggeleng kuat, Ayudya berusaha membuang bayangan Farel. Lamat-lamat ia mendengar suara perempuan mengatakan sesuatu. Yang Ayu tahu, tidak ada siapa pun di rumah selain ia dan Ibunya. Meski memiliki kegemaran minum minuman keras, bahkan juga mengonsumsi obat-obatan terlarang, sampai hari ini Ayu tidak pernah menemukan bahwa Ibunya memiliki gejala-gejala penyakit aneh yang mengakibatkan penderitanya berbicara seorang diri dalam keadaan sadar.

"Astaga! Jangan sampai siang ini tiba-tiba ditemukan kelainan pada otak Mami." Ayu beringsut. "Sial! Tidak ada yang boleh tau hal ini!" Ia kemudian beranjak keluar kamar untuk membunuh kegilaan yang baru saja muncul.

"Lupakan!" serunya dalam hati ketika melihat perempuan berambut cepak duduk di sofa depan tivi.

Sambil mengenakan earphone, seperti biasa acapkali sedang menelepon, tangannya asyik memberi warna hijau pada kuku yang baru kemarin siang ia warnai merah. Sambil meniup kuteks agar lebih cepat kering, perempuan itu menangkap kedatangan Ayu dari sudut mata, kemudian ia berdeham dan mengakhiri pembicaraan dengan seseorang di seberang telepon. Setelah meletakkan ponsel ke sofa kosong di sebelahnya, perempuan paruh baya di depannya itu membereskan kuteks, dan bergegas meninggalkan ribuan pertanyaan yang berkecamuk dalam pikiran Ayudya sekaligus menambah timbunan rasa penasaran yang entah kapan akan terjawabkan.

***

Semburat cahaya biru langit berganti memancarkan sinar jingga kemerahan. Alone mengalun dari radio pemberian nenek sebelum kembali ke Semarang, mengiringi kesendirian Ayudya yang sedang asyik berselancar dengan ponselnya.

Esok pagi menjadi hari pertama baginya untuk melakukan siaran dabel DJ dengan Magenta. Seorang penyiar yang sejak awal Ayu datang ke studio, mau menerima dan menjadi partner yang asyik untuknya.

Pandangannya masih tetap terpaku pada layar 5" dan jemarinya mengetikan satu nama pada kolom pencarian qutube. Sudah bukan nama lelaki itu yang menguasai pikirannya sore ini. Kesiapan bahwa dirinya diterima tanpa prosedur yang sesuai, membuatnya kembali diserang ragu. Meski trial singkat yang dia lakukan cukup membuktikan kesanggupannya, Ayu teringat awal perjalanannya menjadi penyiar radio putih abu-abu.

****

"Coba kamu pikirkan, satu topik yang memungkinkan banyak jawaban nyeleneh. Bukan sekadar pertanyaannya yang lucu." Berkali-kali senior yang mengajar di kelas broadcasting mengingatkan dan meminta Ayu untuk mengulanginya dengan punch line yang lebih tepat.

"Siang hari yang cukup terik. Kamu-kamu yang baru pulang dari sekolah, jangan langsung loyo ya, Girls. Masih ada Ayu di sini yang selalu setia menemani kamu semua. Oh, ya. Seandainya, siang-siang gini tiba-tiba Semarang diguyur hujan uang, apa yang bakal kamu lakuin? Ceritain, yuk. Langsung telepon di 0243553××× ...," ulang Ayu.

"PERFECT!" Dua jempol terangkat untuknya. "Bukan sekadar menanyakan tentang hujan, tetapi hujan uang. Sesuatu yang unik, tetapi akan memancing pendengar untuk memberikan jawaban-jawaban yang asyik dan pasti lain dari yang lain."

Ayu mengangguk.

"Sore ini kayanya cuaca lagi manja ya, Girls. Mendung aja bisa bergelayutan. Trus sampai kapan kita mau menanti bahu seseorang untuk bisa bersandar?"

*****

Pencariannya terhenti saat menemukan channel DJ A, salah satu senior di kelas broadcast. Bak menemukan angin segar kala berusaha untuk meraih mimpi yang telah lama tertunda, segera Ayu melalap habis beberapa teori yang dia tangkap dan mempraktikkannya.

Berlatih membuat konten berita, menentukan angle yang tepat saat membacakannya, lalu menghitung tiap kata yang dia ucapkan dengan batas waktu sesuai ketentuan. Ayu juga mengunduh software untuk mempraktikkan penyiaran Ad.Libs* di perangkat komputer di rumahnya.

Tanpa terasa, seru dalam kesendirian menggeluti materi untuk mendukung ia meraih mimpi membuat Ayu siap menyambut esok hari menjadi Cyan, mengudara di 102.7 Spekta FM. Musik spektakuler favorit warga kota Semarang.

===========

Ad.Libs* = konten iklan yang dibacakan secara manual oleh penyiar.

AM to FMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang