Haiiii....
Annyeong haseyo, wahai Readers~nim dan Netizens yang semoga selalu berbahagiaaa ^_^
Nih ya, pertama, please maapkeun akika yang justru buka judul baru di tengah beberapa judul yang masih mangkrak :D Pokoknya akika mah, asal nulis, asal bahagia .. Kkkkkk
Tapi ntar judul lain juga bakal dilanjut sih *sebisanya tapi :D
Kedua, selama membaca lho ya, ini tuh buah dari kegabutan akika setelah ngurus PTS yang lumayan memusingkan pikiran, jiwa dan raga *ehh Wkwkkwk
Pokoknya gitu yak!
Happy reading!!!
~~~ ^_^ ~~~
Wanita itu, seorang makhluk berjenis perempuan yang sudah berusia 34 tahun dan masih perawan, jadi mari kita sebut dia... wanita muda. Dengan kesadarannya yang belum sepenuhnya terkumpul, wanita itu memaksakan diri untuk membuka matanya, seraya menyibak selimut yang menutupi tubuhnya. Perlahan, ia juga beranjak dari posisi berbaringnya, hingga kemudian, sesuatu mengganggunya. Matahari pagi yang menelusup tanpa permisi, menembus jendela kaca kamarnya, apakah semalam ia lupa menutup tirai? Pikirnya.
"Eungghh..."
Yoon Ji Ahn, wanita itu merenggangkan tubuhnya dengan menggeliat pelan, melawan malas yang mencoba menjeratnya. Setelahnya, ia mengerjap beberapa kali, menyesuaikan pandangannya dengan pencahayaan di sekitarnya.
"Oh, kau sudah bangun?"
Ada suara, dan itu adalah seorang pria. Ji Ahn mendengus pelan, untuk apa pria itu sudah datang di pagi hari seperti ini? Hal itulah yang pertama kali muncul di benak Ji Ahn. Pasalnya, ia tahu siapa pria itu. Ya, siapa lagi jika bukan sahabat serta rekan kerjanya selama 10 tahun terakhir.
"Untuk apa kau datang sepagi ini?" Suara Ji Ahn terdengar serak, kentara sekali jika sebenarnya wanita itu terlampau malas untuk menanggapi pria yang kini tengah melangkah menuju ranjangnya. "Kau mencari makanan? Aku belum memasak! Makan saja apa yang ada di lemari es." Sungutnya, mengingat salah satu kebiasaan sahabatnya yang sering meminta makanan padanya itu.
"Aish..." Kyuhyun, pria itu mendesis pelan. Bukannya marah karena sikap Ji Ahn yang seakan enggan menerima kedatangannya pagi ini, pria itu justru gemas. Ia pun mendudukkan dirinya di tepi ranjang Ji Ahn, tak peduli sang pemilik ranjang akan keberatan atau tidak. "Ji~ya..."
"Apa?"
Kyuhyun tersenyum manis, dengan wajah yang bersemu malu. Siapapun yang akan melihat pria itu menyunggingkan senyum manisnya seperti itu pada Ji Ahn, pasti mereka sudah bias menebak, Kyuhyun, pasti pria itu memiliki permintaan. "Ada yang ingin aku bicarakan denganmu. Dan ini adalah hal yang serius."
Hal yang serius? Itu seperti sebuah alarm bagi Ji Ahn. Sontak wanita itu pun menegakkan tubuhnya, lalu ditatapnya Kyuhyun lekat-lekat. "Hal... serius?"
"Hmm." Kyuhyun menganggukkan kepalanya kepalanya dengan penuh keyakinan. Pria itu juga meraih kedua tangan Ji Ahn, menggenggamnya erat, lalu membalas tatapan Ji Ahn, seakan masuk ke dalam mata wanita itu. "Kita... kita sudah bersama dalam waktu yang tidak sebentar, bukan? Kita juga telah melakukan banyak hal, sangat banyak. Karena itu,"
Ji Ahn mendengarkan dengan seksama setiap perkataan yang meluncur dari mulut Kyuhyun, yang kata pria itu sangat penting. Hanya saja, Ji Ahn juga merasa sedikit aneh, heran, namun penasaran. Tidak hanya itu, Kyuhyun bahkan mengatakannya dengan menggenggam tangannya?
"Karena itu, kau..." Kyuhyun menyunggingkan senyum tipisnya, kedua bola matanya juga memancarkan ketulusan, membuat Ji Ahn seakan tersedot ke dalamnya. "Maukah kau menikah denganku? Menjadi istriku dan ibu dari anak-anakku, serta menghabiskan sisa hidup bersamaku."
Me-ni-kah? Ji Ahn mengeja kata itu dalam hati, meyakinkan diri jika ia tidak salah dengar, menyakinkan penglihatan jika yang berada di depannya, apa yang sedang dilakukannya, begitu juga dengan Kyuhyun, ini semua bukanlah mimpi belaka meskipun ia baru saja bangun tidur. Dan lagi, kata-kata pria itu, apakah itu... nyata? Selama beberapa saat, Ji Ahn kesulitan bereaksi, ia hanya terdiam dengan segala kemelut yang mulai bermunculan dan berputar seperti benang kusut dalam hati serta pikirannya.
"Hey, kau mendengarku?"
Suara Kyuhyun terdengar sangat lembut, membuat tubuh Ji Ahn meremang. "K-Kyu..."
"Jawablah, katakan jika kau bersedia."
Ji Ahn menggigit bibirnya pelan. Ia dilemma. Menerima Kyuhyun? Haruskah? Apakah pria itu benar-benar baik untuknya? Apakah nantinya ini akan menjadi keputusan yang baik? Berbagai pertanyaan bermunculan di benak Ji Ahn.
"Kenapa? Kau... tidak bersedia?" Suara Kyuhyun terdengar lagi, kali ini dengan nada yang lebih rendah.
"Eum..." Ji Ahn menggumam pelan. Kemudian, secercah senyuman muncul di bibirnya. "Y-ya, aku-"
"YES! AKU BERHASIL!"
Ji Ahn tersentak. Matanya melebar ketika mendengar Kyuhyun berdiri dan memekik keras secara tiba-tiba. Kyuhyun bahkan tertawa lebar, seakan baru saja mendapatkan sesuatu yang besar. Apa maksudnya itu tadi?
"Ji~ya, terima kasih." Ujar Kyuhyun di sela tawanya.
"Kau-"
"Aku akan melamar Yoonri!" Sela Kyuhyun tanpa merasa bersalah, tanpa menyadari perubahan raut wajah Ji Ahn pula. "Bagaimana latihanku tadi, apakah sudah bagus? Sudah cukup meyakinkan?"
Sejenak Ji Ahn terpaku. Latihan? Ah, jadi seperti sebelum-sebelumnya, ia hanyalah media latihan dan percobaan untuk Kyuhyun? Tsk! Seharusnya ia sudah bias menebaknya. Seharusnya ia tidak menjadi bodoh dengan terhanyut dalam itu semua. Seharusnya... ia tidak kecewa.
"Ji~ya," Kyuhyun kembali duduk di ranjang. "Apakah menurutmu Yoonri akan menerimaku?"
Sialan! Umpat Ji Ahn dalam hati. Wanita itu hanya bisa meringis pelan, merasa miris dengan hidupnya sendiri yang sangatlah menyedihkan. "Aku tidak tahu!" Sahutnya dengan ketus, sebelum akhirnya ia beranjak dari ranjang dalam melangkah menuju pintu kamar mandi. "Keluarlah! Aku akan bersiap untuk pergi ke kantor."
"He-hey, astaga, aku bertanya padamu!" Kyuhyun terlihat kesal.
"Jangan bertanya padaku!" Sahut Ji Ahn lagi, dengan memunggungi Kyuhyun. Wanita itu tengah berusaha keras menyembunyikan kekecewaan yang mungkin saja akan tergambar jelas di wajahnya. Ia tidak ingin mempermalukan dirinya, tidak ingin menjadi bulan-bulanan Kyuhyun juga.
~~~ See You ~~~
YOU ARE READING
LIMIT (DIBUKUKAN)
FanfictionMenjalani hari-hari dengan dikelilingi para pria tampan, kau pikir itu menyenangkan? Tidak! Percayalah, kau akan lebih memilih untuk hidup tanpa teman dibanding harus bersama para pria itu. Setidaknya, kau tidak harus menjadi wanita multifungsi. Ya...
