Siluet #33: MEKAR (revisi)

Start from the beginning
                                    

" Jadi kamu ..."

"... sengaja jomblo...," J menatapku intens, "...sampai kamu siap dihalalin."

Aaaaa ...!

Mau tak mau aku tersipu. Pipiku pasti sudah memerah sejak tadi. Aku tahu dia hanya menyontek entah dari mana kata-kata barusan. Aku pernah membaca yang seperti itu. Tapi toh tetap saja senyum-senyum kege-eran.

"Tapi aku masih suka ingusan."

"Aku punya banyak kaos buat ganti baju kamu. Kena ingus juga ngga papa, sih. Kan sayang."

Aku hanya tersenyum tak bisa menyembunyikan rasa bahagia. J meraih satu tanganku lagi dan menggengam keduanya. Terpancar kesungguhan dari sorot mata itu, bukan J yang jahil dan suka menggoda.

"Lagian kamu kan cuma ingusan kalau lagi nangis. Kamu bakalan sering nangis bahagia kalau sama aku," J menarik nafas sejenak, "Aku ngga ingin hanya jadi siluet, tapi juga menjadi keindahan yang nyata buat hidup kamu."

Kutinju lengannya pelan. Senyum tak juga hilang dari wajahku yang merekah bahagia.

Ah, J ..., aku terlambat menyadari ternyata semua gombalanmu serius selama ini. Ada kesungguhan yang tergambar jelas di matanya. Menambah desir aneh di dada.

"Apa aku pernah bilang, kalau mukamu merah begitu, kamu makin cantik?"

"J! Please ya, itu gombal banget, tau ngga?"

"Tapi kamu suka kan?"

"Udah berapa orang yang kamu gombalin hari ini?"

"Cuma dua orang, termasuk kamu."

"Hah?"

"Iya, tadi siang sebelum nemuin kamu di parkiran, aku bilang sama Pak Minto: Pak, makin gagah aja. Cocok nih, buat palang pintu kawinan aku sama Anggi, gitu."

"Haha...!! Gila kamu ya! Orang Jawa ngga pake palang pintu, kali!"

"Ada aja. Akulturasi budaya lah. Ngga ada larangan kan?"

Astaga! Apa kami baru saja merancang sebuah konsep pernikahan? Aku benar-benar tak bisa berhenti tersenyum. J pun begitu. Tatapan mata kami bertemu, menyiratkan arti. Lebih banyak dari sekedar kata-kata.

"Aku pengin nikahin kamu secepatnya."

"Kenapa?'

"Pengin lihat kamu pakai rok mini lagi. Yang pendek segini, kaya blekping itu. Tapi di kamar aja sama aku. Di hotel juga boleh."

Senyumku makin melebar. Digoda J itu sudah biasa, tapi tetap saja baper dan salah tingkah.

"Terus?"

"Terus kita, ... ng ... hehek-hehek ...! Wadaauuwwh!" kucubit pinggangnya sekuat tenaga sampai dia mengaduh dan memohon ampun.

Oh, kuncup bunga-bunga itu kini bermekaran sempurna di hatiku.

***

Tamu-tamu sudah berdatangan. Gedung serba guna sudah di sulap dengan dekorasi modern-klasik yang kental dengan nuansa Jawa nan elegan. Permainan lampu yang temaram menambah kesan eksotis di pelaminan yang masih kosong. Gending Jawa mengalun syahdu membuat bergetar hati siapapun yang mendengar.

Aku sudah siap dengan balutan kebaya modern warna krem pucat dan jarik batik burung merak warna coklat. Sanggul sederhana dan crown kecil bertengger di atas kepala. Tanganku terasa dingin.

Suara langkah kaki mendekat. J datang dengan setelan beskap Jogja warna krem yang senada dengan kebayaku. Jarik, keris, dan blankon tak ketinggalan menjadi ornamen wajib bagi penampilannya.

Siluet (Completed)Where stories live. Discover now