Aku berjalan dibelakang tante Rina menuju ruang makan. "Cinta cobain deh. Enak banget, tante saja sampai ketagihan." Piring berisi mie ayam di sodorkan padaku. Toping ayamnya benar-benar banyak, mengundang selera makanku.
"Andra, Yossi. Ayo kalian juga makan." Seruan tante Rina membuatku terdiam. Kenapa harus pakai acara makan bersama sih, gerutuku entah untuk keberapa kali.
Kedua laki-laki itu muncul, duduk bersebelahan di depanku. Sementara tante Rina memilih duduk di sampingku. Ketiganya mengobrol dengan topik yang tidak kumengerti. Tapi tidak masalah, aku memang tidak tertarik bergabung.
Andra melirikku. "Kalau tidak suka tidak perlu dimakan." Mie di piringku memang masih penuh. Cih, niat memberi tapi ngomel terus.
"Sejak kapan pangeran es jadi bawel," gumanku dengan suara amat sangat pelan. Nyaris berbisik.
"Sejak putri salju tidak suka makanan." Balasan Andra membuatku terhenyak. Dari sekian banyak karakter dongeng, aku memang paling menyukai tokoh putri salju. Tidak ada alasan, hanya suka saja. Laki-laki itu masih ingat rupanya.
Tante Rina dan Yossi tersenyum, seolah pemandangan tadi sesuatu yang lucu. Andra melanjutkan makannya tanpa terganggu dengan tatapan kesal yang kuarahkan padanya. Heran, kenapa aku harus menyukai laki-laki ini.
Ping. Bunyi pesan masuk terdengar dari ponselku. Kutaruh ponsel dibawah meja.
"Lagi ngapain ta? " Pesan dari Alma ternyata."Makan mie ayam. Pangeran es yang beliin. Nggak tau tuh, tumben atau dia memang pengen liat gue kayak dulu lagi".
"Hahaha feeling guilty kali. Nggak nyangka kalau gadis pemalu yang suka pacarnya bully udah jadi berubah seperti sekarang. Awas lo ya, jangan suka sama dia lagi. Gue ngga kmau lihat lo depresi kayak dulu".
Dia tau kelemahanku. " Sudah lupa gue. Nggak ada perasaan apa-apa kok. By the way, lo ada apa sama kak Yossi. Dia disini sekarang, mukanya kaget pas tau lo yang nganter gue balik".
"Serius Yossi ada disitu?".
"Ya. Nih orangnya di depan gue barengan tuh pangeran es."
"Nanti gue cerita. Panjang banget kalau gue ceritain di sini. Besok lo sibuk ga?"
"Gue? sibuk? sibuk nyari kerja maksudnya hehe. Besok gue ada waktu kok. Kabari aja lagi." Aku tersenyum sendiri.
Sesuatu yang kuat memaksaku untuk melihat ke arah depan. Andra sedang menatapku, pandangannya semakin tajam. Dia sepertinya tidak suka dengan apa yang kulakukan. Mengingat ini masih rumahnya, aku sebaiknya memilih jalan aman.
"Sudah dulu ya Al. Pangeran es sudah siapin jurus mautnya. Bisa-bisa ngamuk seperti dulu". Kami semua termasuk Andara pernah dimarahi hanya karena menggunakan ponsel saat dimeja makan.
"Ok deh. Sampai besok. Bye."
Tanganku kembali menyuap mie ayam didepanku. Tidak memperdulikan dua mahluk tampan di depanku yang masih menatapku.
"Cinta katanya lagi nyari kerjaan ya?" Tante Rina memalingkan wajahnya padaku. Kepalaku mengangguk, memang itu rencanaku memilih tinggal di kota ini.
"Kerja di kantor Andra saja. Beberapa bagian masih butuh karyawan baru." Tunggu, kerja di perusahaan laki-laki ini? maaf deh, tidak akan kuambil kecuali keadaan mengharuskannya. Sepeninggal ayahnya, Andra mengambil alih tanggung jawab sebagai pemimpin perusahaan keluarga. Indra adiknya, mengurus cabang perusahaan di kota tempat tinggalnya sekarang.
"Cari kerja susah loh Ta. Gimana An, masih ada lowongan untuk Cinta tidak?"
Laki-laki itu menghela nafas panjang. "Ada bun tapi tetap saja harus di lihat dulu. Calon pegawainya memenuhi standar atau tidak biar adil dengan yang lain."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Pangeran Es
Romance(cerita ini sedang dalam proses penerbitan) Delapan tahun lalu aku jatuh cinta padanya. Laki-laki tampan sekaligus menyebalkan dan dingin yang pernah kutau. Delapan tahun lamanya, aku berusaha keras melupakan setiap penolakan yang dia tunjukan. Perg...