Padahal sewaktu berangkat tadi ia sudah menyiapkan hati, namun tetap saja rasa galau itu masih menerpanya. Meski begitu sekuat tenaga ia menahan diri agar tidak menumpahkan kesedihannya di sini.


Ingat, Tae. Kau tidak boleh menangis di depannya. Otaknya mencoba terus mengingatkan sambil mengusap kedua mata.


Tangannya mengeratkan jaket sekilas dan membenarkan topi yang ia kenakan saat udara dirasa semakin dingin menyentuh kulit pucatnya. "Sepertinya aku harus segera pulang. Lain kali aku akan datang lagi." Dia berpamitan seakan-akan makam Jimin bisa mendengarnya.


Ketika dia akan beranjak matanya tanpa sengaja menangkap sebuah benda kecil berkilauan di samping pusara. Rasa penasaran mendorongnya untuk mengambil benda tersebut hingga ia dibuat kaget sekaligus heran oleh benda itu.


Bukankah ini cincin milik Jimin? 


Ia sepenuhnya yakin jika benda itu benar milik mendiang sahabatnya, karena saat ini dia juga mengenakan cincin yang sama seperti cincin itu. 


Tapi kenapa bisa ada di sini? Apa benda ini tidak ikut dipasangkan ke jasad Jimin?


Dalam hitungan detik otaknya dipenuhi pertanyaan. Ia pun melihat cincin miliknya sendiri yang tersemat di jari kanan, kemudian beralih melihat cincin yang ia temukan dan mencoba membandingkan. 


Benar. Tidak salah lagi. 


Kedua cincin ini memiliki model dan bahan yang sama. Cincin miliknya bermata batu aquamarine warna biru kehijauan sementara milik Jimin bermata batu aquamarine warna biru tua. 


Sepertinya dia harus mengembalikan cincin Jimin pada keluarganya. 


Dia lantas berdiri seraya mengantongi cincin tersebut. Tanpa ingin membuang banyak waktu lagi ia segera mengayunkan tungkai panjangnya, bergerak menuju gerbang makam.


Tetapi lagi-lagi dia dibuat terkejut ketika mengangkat pandangan ke depan. Pada jarak sepuluh meter di depannya dia sudah tak bisa melihat letak gerbang makam karena tertutup kabut tebal yang entah datang dari mana dan sejak kapan. Bahkan kabut itu sepertinya menyebar semakin dekat. Tanpa ingin ambil pusing ia kembali berjalan menembus kabut. Dia harus segera pulang.


Dahinya sempat mengerut saat menyadari tidak ada rasa dingin ataupun lembab yang biasa dia rasakan ketika pagi maupun malam seusai hujan lebat. Kabut ini terasa kering, kosong dan semakin ia berjalan semakin ia tidak menemukan ujung.


Kedua tungkai panjangnya akhirnya memilih berhenti, takut kalau-kalau dirinya sudah berada di tengah jalan raya.


Jalan raya! 


Seharusnya ia bisa mendengar suara kendaraan dari sini, mengingat letak jalan yang—seharusnya—tidak jauh dari posisinya sekarang. Tapi dia tidak mendengar suara apapun. 


Sangat sunyi tapi entah kenapa ia merasa begitu damai. 


Selama beberapa saat dia masih berada di sana dengan posisi yang sama, hingga kedua netranya menangkap seberkas cahaya yang sangat menyilaukan datang dari ujung depan, membuatnya tak kuasa untuk tidak menutup mata.





TBC
.

.

Cast 1.0

(Taehyung Kim, 71 tahun)

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

(Taehyung Kim, 71 tahun)

AQUAMARINEWhere stories live. Discover now