6: Tulus

8.6K 1.5K 507
                                    

🖤

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

🖤

Minho berangsung-angsur pulih, dan meski masih dalam keadaan lemah, lelaki itu sudah dapat berjalan-jalan ringan sendiri tanpa bantuan orang lain. Woojin juga telah mengatakan kalau Minho tidak perlu lagi berbaring beristirahat di kasurnya sepanjang waktu seperti hari-hari sebelumnya.

Dengan sangat bersemangat, Minho keluar kamar dan berjalan pelan menuju teras. Rasanya sudah lama sekali sejak terakhir kali Minho bernafas menghirup udara pagi yang sejuk dengan bebas tanpa dibatasi ruangan kecil.

"Hey." sapa Minho ramah ketika dirinya menemukan Jisung yang sedang membantu Jeongin memilah daun-daun untuk dijadikan atap. Omega itu berteduh di teras, sementara Jeongin bekerja bersama Changbin dan Hyunjin yang sedang memotong kayu di bawah terik matahari.

"Hai." balas Jisung pendek. Dia bahkan tidak mengalihkan pandangannya dari daun-daun yang sedang dia pegangi.

Minho hanya tersenyum, kemudian memutuskan untuk duduk di samping Jisung, mengabaikan dengusan kecil yang keluar pelan dari celah bibir Omega itu ketika Minho berada terlalu dekat.

"Sini, biar aku bantu." Minho mengajukan dengan murah hati.

Jisung justru menarik tangannya menjauh, "Tidak perlu. Kamu kan masih belum benar-benar sembuh."

Minho menurut, dan duduk diam memperhatikan Jisung, Jeongin, Hyunjin dan Changbin bergantian. Senyum penuh kesedihan lama-kelamaan terukir di bibir Minho, membuat wajahnya yang masih kuyu itu tampak sangat muram.

"Di packku dulu, aku selalu melakukan pekerjaan semacam ini setiap hari. Aku yatim piatu sejak kecil, jadi aku harus bekerja untuk mendapatkan makan." ucap Minho tiba-tiba.

Jisung meliriknya sekilas, nampak mulai tertarik. Omega itu memang tidak menyahut, dan membiarkan Minho untuk melanjutkan ceritanya.

"Di tengah-tengah kawasan pack, ada sebuah danau. Jernih sekali, aku sangat suka berenang disana." Minho mendongak, berusaha keras untuk menahan air matanya yang mulai menggenang. Kilasan memori tentang teman-teman dan keluarganya yang bahagia sebelum terjadi penyerangan, terputar berulang-ulang di kepalanya dan membuat hatinya sesak dengan rasa rindu yang meluap. "Matahari terbenam di sana adalah yang terindah di dunia." sambungnya lagi, kali ini dengan suara parau dan gemetar.

"Kenapa tidak pulang ke pack jika kamu sangat merindukannya?" ketus Jisung yang mengusap matanya kasar dengan punggung tangannya. Diam-diam, matanya sebenarnya ikut berair mendengar kesedihan Minho tersebut.

Minho tertawa miris. Sedikit menunduk agar dapat berhadapan dengan Jisung yang dengan terburu-buru membuang muka agar mata berkaca-kacanya tidak ketahuan.

Minho sama sekali tidak merasa tersinggung melihat reaksi Jisung tersebut. Minho pikir dia setidaknya harus berusaha mengerti, karena mungkin saja Jisung membuang muka karena merasa aneh dengan Minho. Mereka tidak begitu akrab, namun disini lah Minho sekarang, mencurahkan gundahnya seolah dia dan Jisung telah lama bersahabat dekat.

instinct ㅡ stray kidsWhere stories live. Discover now