Hanya ada dia.

Hidupnya tidak pernah lebih dari ini.

Hanya ada dia.

Dia tidak punya tujuan hidup.

Dia tidak ingin kembali ke kamarnya untuk melihat Mingyu. Dia tidak bisa menemui siapapun. Dia kehilangan dirinya sendiri setiap kali ibunya pulang. Dia memaksa dirinya untuk tidur ditemani kata-kata ibunya yang terus terngiang dalam kepalanya. Dia dipaksa bangun dengan kata-kata yang sama, semuanya, kata-kata yang terus hidup bersama Wonwoo selama beberapa tahun terakhir. Dan sekarang, bagaimana dia akan menunjukkan dirinya di hadapan Mingyu? Dia tidak bisa menatapnya tanpa menangis.

Wonwoo menghapus air mata yang menganak sungai di wajahnya dengan kasar, berada disana selama lebih dari satu jam, merajuk dan menangis. Mingyu mungkin sudah tidur sekarang ini, itu lebih memudahkannya untuk menaiki tempat tidurnya dengan mengendap-endap tanpa harus menjawab pertanyaan dari teman sekamarnya.

Dia menggosok matanya yang sembab dan merah. Ketika memasuki kamar, dia menemukan Mingyu sedang duduk di pinggiran tempat tidur. Dia memandangi kakinya, menggertakkan giginya, dan kekhawatiran di wajahnya terlihat lebih kentara dari sebelumnya. Siluet Wonwoo yang muncul di ruangan itu menyadarkan Mingyu sehingga dia mendongak. Wonwoo menggigit bibirnya dan membuang pandangannya ke arah lain ketika dia berjalan ke arah tempat tidur, kepalanya sedikit menunduk.

"Wonwoo." Mingyu meraih lengannya, bersuara rendah. Wajahnya penuh kekhawatiran tapi Wonwoo tidak berani menatapnya karena tatapan Mingyu yang seolah-olah melubangi kepalanya.

"Aku ingin menemuimu." ada kemarahan dalam kalimatnya, seolah dia menyalahkan dirinya sendiri. "Aku ingin menghiburmu." genggamannya pada lengan Wonwoo mengerat. Mata Wonwoo mulai berair dan dia mencoba mengilangkannya dengan berkedip, yang malah membuatnya menetes menuruni wajahnya.

"Aku ingin berada di sampingmu." Mingyu terlihat sangat buruk karena dia hanya menunggu Wonwoo sepanjang waktu berada di kamar ibunya. Seolah dia ingin berlari menemui Wonwoo tapi malah tak berdaya dan tidak bisa melakukan apapun. "Tapi aku tidak bisa melihatmu."

Wonwoo terisak secara tak sadar. Mingyu menariknya dan membawa tubuh Wonwoo kedalam pelukan yang sangat erat.

"Aku ketakutan." Mingyu memulai ketika Wonwoo menenggelamkan wajahnya pada bahunya. "Aku pergi ke kamar itu. Aku ketakutan karena aku tak bisa menemukanmu. Kau tidak ada disana. Tidak juga dengan. . . nya." dia menghindari pembicaraan mengenai ibu Wonwoo. Suaranya sedikit bergetar, dia tidak tahu apa yang benar-benar dia rasakan ketika dia pergi ke kamar itu dan tidak menemukan apapun di dalamnya. Mengetahui bahwa kamar itu kosong, kamar itu memang bagian dari dunianya, bukan dunia Wonwoo. "Aku tidak bisa melihatmu. Aku pikir. . . aku pikir aku kehilangan duniamu."

Mingyu mengeratkan pelukannya dan merasakan Wonwoo semakin terisak di bahunya. Dia tahu Wonwoo mungkin tidak seluruhnya memahami apa yang dikatakannya. Wonwoo disana, kesakitan. Kesakitan yang ada dalam mimpinya menjadi nyata di depan matanya. Tangan Mingyu naik ke belakang kepala Wonwoo. Dia menepuknya pelan, lengan satunya meraih pinggang Wonwoo dengan erat. Wonwoo meraih sisi kaos Mingyu, segala pikiran tentang tidak menangis di depan Mingyu tiba-tiba menguap. Dia selalu menahannya sendirian. Tapi sekarang ada Mingyu yang memberikan bahunya untuk bersandar setelah segala mimpi buruknya yang menjadi nyata.

Air mata menganak sungai setelah Mingyu membisikkan kata 'jangan menangis' berulang-ulang tepat di telinganya.

Beberapa menit kemudian pelukan mereka terlepas. Bahu Wonwoo masih bergetar pelan dan nafasnya tersendat karena menangis. Mingyu meraih wajahnya dan menghapus jejak air mata dengan kedua ibu jarinya.

"Jangan menangis lagi." dia kembali berbisik. Wonwoo menutup kedua matanya dengan sentuhan itu.

Mereka bertahan beberapa menit saling menatap satu sama lain, melihat kesedihan satu sama lain ketika Mingyu dengan lembut menangkup wajahnya. Wajah Wonwoo menunjukkan kesedihan yang teramat kentara. Ujung matanya terlihat tidak lagi bisa membendung air matanya lagi. Wonwoo melihat kebawah, isakan makin jelas karena dia tak lagi bisa membendungnya.

Overlapping Worlds 「meanie」Место, где живут истории. Откройте их для себя