The Last Day

5K 726 46
                                    

Ken masih tampak pulas ketika gue berhasil melarikan diri dari kamar tamu. Sementara itu dapur sengaja gue ambil alih, karena hari ini gue mau masak makanan yang sering banget gue masak bareng nyokap kalau lagi libur. Ini salah satu makanan kesukaan papa semasa hidupnya. Masakannya sederhana, tapi entah mengapa selalu enak kalau disantap Bersama dengan keluarga.

Untung saja kulkas super besar ini berisi hampir semua jenis daging, sayuran, buah dan bumbu, terutama bumbu-bumbu khas asia. Dan gue menemukan beberapa bahan yang gue butuhkan. Selain memasak nasi, gue juga memasak sop iga tanpa bantuan siapapun.

"Smeels good." Suara itu mengejutkan gue, dan saat gue berbalik Ken sudah tampak berganti pakaian dan rambutnya juga setengah basah.

"You want a cup of coffee?" Tanya gue sesaat setelah mematikan kompor, karena sop iga bikinan gue udah matang.

"I want you more then everything."

"Oh . . . come on." Gue memutar mata "Masih terlalu pagi untuk melantur Mr. Tanaka." Gue segera mengambil sop iga buatan gue dalam sebuah mangkuk dan menyajikannya sepiring nasi.

"Ini juga terlalu pagi untuk memakan nasi nona muda." Dia melirik ke arah gue begitu piring nasi mendarat di hadapannya.

"Ini hari terakhir saya di Singapore. Jadi harap tidak memprotes apapun setidaknya untuk hari ini." Gue mengambilkan segelas air putih dan meletakannya di sisi sebelah kanan piring nasinya.

Dia menatap gue beberapa detik sebelum akhirnya mengambil kuah kaldu dengan sendok dan mencicipnya. Sempat berpikir sejenak sebelum akhirnya kembali menatap gue. "Perfect." Satu kata yang keluar dari bibirnya dan gue seperti dilambungkan keluar angkasa.

"Seriously?" Tanya gue nggak yakin.

"Yep." Dia menyesap sesendok lagi kemudian mengambil daging dengan garpu, dan begitu daging lembut itu terpisah dari tulangnya dia berkata "Wow . . . look at this." Dia kemudian memasukkan potongan daging iga itu kedalam mulutnya dan mengunyah, seolah sangat menikmati setiap kunyahan yang dia buat.

"Saya bisa membayangkan masadepan anak-anak saya kalau punya ibu seperti kamu." Katanya dan wajah gue seketika bersemu merah.

Well, gue memang nggak sering masak, dan bisa di bilang juga nggak jago, tapi nggak tahu kenapa, setiap kali gue masak, mereka yang makan selalu bilang enak. Kalau kata nyokap, gue mewarisi tangan eyang gue yang jago masak. Bedanya eyang dan nyokap benar-benar menekuni dunia masak, sementara gue enggak.

"Kapan kamu mau pulang ke Jakarta?" Tanyanya kemudian.

"Hari ini." Jawab gue cepat.

"Saya anter kamu balik. Sore ini kita berangkat, jam lima sore." Katanya.

"Nggak perlu, saya bisa balik sendiri kok."

"Stop arguing, saya nggak pengen berdebat soal apapun hari ini." Katanya lagi "Saya mau makan masakan kamu tanpa perdebatan." Imbuhnya.

Menatapnya menikmati semangkuk sop iga sederhana bikinan gue membuat hati gue meleleh. Gue pikir pria kaya raya sepertinya akan sangat terbiasa makan makanan hotel atau setidaknya makanan buatan koki. Tapi ini makanan rumahan yang biasa banget, dia juga bisa kok menikmatinya.

Setelah makan, gue packing semua barang-barang gue dan dia menyempatkan untuk mengajak gue berbelanja, keluar masuk gerai resmi merek-merek kenamaan dunia, dan gue nggak menunjuk satupun dari semua barang itu, karena buat gue semuanya nggak terjangkau.

Ken memaksa untuk beberapa barang tapi gue mengancam bahwa gue nggak akan pernah pakai barang-barang itu semua. Ya gimana gue mau pakai, menginjak-injak sepatu seharga ratusan bahkan ribuan dollar, sementara gue masih harus naik turun ojek online, nggak banget deh. Atau pakai tas seharga ratusan juta kalau di kurs rupiah sementara isi dompet gue nggak lebih dari lima ratus ribu, nggk make sense juga lah. Akhirnya kami pergi tanpa berbelanja apapun, kami hanya makan ice cream pinggir jalan yang di jajakan pedagang di sekitar orchard road. Gue yang makan sih, karena dia nggak suka makan ice cream, katanya kekanak-kanakan.

My New Boss #Googleplaybook #JE Bosco PublisherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang