🍃Duapuluhsatu🍃

Beginne am Anfang
                                    

"Bapakkk... "

"Apa, sayangku?" tanya Yusuf yang sudah duduk bersila di atas lantai berkarpet tebal.

"Kenapa pulangnya lama sekali? Saya udah nungguin dari tadi." ucap Salwa dengan bibir mengerucut sebal. Mata ibu hamil itupun sudah membuka lebar, memaku tatapan ke arah pria yang selalu menatap lembut dirinya.

"Ada beberapa kerjaan yang nggak bisa ditinggalkan, Sal, trus harus ketemu beberapa klien juga, makanya nggak bisa pulang tepat waktu." suara Yusuf terdengar lembut saat menjelaskan keterlambatannya pulang hari ini, sementara tangannya bergerak untuk memberikan elusan sayang perut datar istrinya. "Bagaimana kabar dedek bayi hari ini? Dia nggak buat kamu susah 'kan?"

Salwa memberikan gelengan kepala. "Dedek bayinya baik dan nggak bikin susah. Dia malah terus saja buat saya merasa kelaparan, lalu nggak bisa berhenti makan."

                                                          Yusuf terkekeh senang. Hatinya menghangat mengetahui jika Salwa yang usianya masih sangat muda bisa menerima kehamilannya dengan baik. Wanitanya itu bahkan tak malu-malu lagi untuk mengutarakan keinginannya, apapun itu bentuknya.

Semuanya dengan senang hati Yusuf berikan. Hanya ada satu keinginan dari Salwa yang belum bisa Yusuf kabulkan, serta membuat ia kalang kabut jika diberi pertanyaan tak terduga yang keluar dari bibir tipis nan menggoda tersebut. Pertanyaan itu ialah...

"Bapak, kapan mau nyentuh saya lagi? Saya udah sehat, tapi bapaknya ngehindar mulu." bibir Salwa mencebik, tatapannya berkaca-kaca karena tak kunjung dituruti keinginannya.

Cebikan bibir serta mata berair tersebut tentu saja membuat Yusuf nelangsa. Meski sangat ingin menyentuh istrinya itu, Yusuf takut percintaan mereka akan berdampak buruk bagi sang buah hati yang sedang berjuang di dalam perut Salwa.

"Bapak udah bosan ya, sama saya, makanya nggak mau bercinta lagi sama saya?"

Sontak saja Yusuf menggeleng cepat. Yusuf yang takut jika Salwa berpikiran buruk tentangnya segera memegang pinggang wanitanya itu, mengangkatnya sebentar di udara, lalu mendudukannya di atas pangkuan dengan punggung Salwa bersandar di tepian sofa.

"Aku nggak akan pernah bosan sama kamu, istriku." Yusuf mengecup bibir tipis itu sebagai pembuktian kalau pemikiran buruk yang ada di kepalaa Salwa tidaklah benar. "Pantat seksimu itu pasti bisa merasakan kalau kejantananku sudah keras, selalu begitu dan hanya kepada kamu, aku merasakan gairah sebesar itu."

"Kalau begitu, kenapa bapak nggak mau nyentuh saya?" tanya Salwa yang sengaja bergerak di atas pangkuan suaminya, mengikuti keinginan hati untuk mengoda sang suami untuk mau menyentuh diri.

Reaksi Yusuf tentulah berupa desahan tertahan. Sungguh, hanya dengan ditindih bokong Salwa saja, gairah Yusuf rasanya tak lagi tertahankan.

"Bapak... " kembali Salwa merengek.

"Oke." akhirnya Yusuf mengalah, ia juga tidak yakin bisa menahan diri lagi jika terus digoda dengan gesekan di bawah sana. "Tapi janji, kalau nanti kamu merasa nggak nyaman, kamu harus cepat-cepat bilang sama aku."

Cepat Salwa mengangguk. Wanita muda yang hormonnya selalu menuntut ingin dituruti maunya itu bahkan sudah melingkarkan kedua tangannya di leher sang suami, seolah-olah memasrahkan segalanya kepada pria paruh baya yang masih tampak amat sangat menawan itu.

"Nggak di sini, sayangku, tapi di kamar aja. Jadi, kamu bisa langsung istirahat setelah kita selesai memadu cinta. Dan aku juga nggak perlu khawatir Mina akan berterika melihat kita telanjang bulat di sini."

Melihat Salwa kembali memberi anggukan, Yusuf pun tak membuang waktu. Ia berdiri dengan membawa serta tubuh mungil Salwa dalam gendongan. Berjalan tanpa beban menuju peraduan mereka, dimana di kamar itu mereka bisa bebas memadu kasih dalam keadaan telanjang bulat, lalu berteriak nikmat saat pelepasan itu mereka dapatkan.

Takdir Cinta [Sudah Terbit]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt