36. Karet Nasi Uduk

4.5K 514 83
                                    

Sepasang suami istri yang sedang menikmati sarapan paginya dengan tenang harus terganggu karena ulah anak mereka yang berlari terburu-buru menuruni anak tangga.

Anak laki-laki berusia empat belas tahun tersebut menuruni anak tangga sambil berusaha memakai dasi birunya niat tidak niat. Anak itu juga menggenakan seragam sekolahnya dengan semaunya, lengan baju yang sengaja digulung pada ujungnya. Ransel dipunggungnya terlihat sangat ringan dan tidak berisi. Sama sekali tidak mencerminkan seorang pelajar pada umumnya.

Guntur meletakkan sendoknya di piring, lalu menatap dingin anaknya. Ia berdehem, "Mau sampai kapan kamu kaya gini."

Seolah tidak mendengar ucapan papahnya, anak dengan name tag bertuliskan Khadava Wijaya tersebut mengambil sepotong roti dan mengolesinya dengan selai nanas kesukaannya.

"Dava!" Bentak Guntur.

"Apasih pah!" Dava menaruh kembali rotinya, nafsu makannya mendadak hilang.

"Kamu yang apa! Sampai kapan kamu kaya gini, ini surat yang keberapa Dava!" Guntur melempar sebuah amplop putih tepat di wajah Dava.

"Kamu tuh udah kelas sembilan Dav, sebentar lagi lulus. Apa kamu ga mikir gimana masa depan kamu nanti kalau sekarang aja kamu kaya gini. Hampir setiap bulan papah dapet surat panggilan dari sekolah kamu, apa kamu ga bisa untuk ga bikin papah malu Dav."

Dava tersenyum miring, "Kalo papah malu, suruh aja tukang gojek yang dateng ke sekolah."

Guntur menghela napasnya berusaha meredam emosinya. Percuma ia menasehati Dava sampai berbusa pun agar berubah dan tidak terus-terusan berbuat ulah hanya akan sia-sia, Dava tetap menjadi Dava yang sulit diatur. Guntur sendiri sampai bingung harus seperti apa lagi, Guntur hanya takut dengan masa depan anaknya. Ia ingin melihat anaknya sama seperti anak SMP lainnya.

"Dava mamah ga suka ya kamu kaya gini." Tegur Sarah.

"Dava ini yang terakhir, gak ada yang namanya berantem, ngerjain guru, temen, dan juga bolos!"

Guntur menjeda ucapannya, "Papah mohon nak, berubah. Jadilah lebih baik, jangan gunain masa muda kamu dengan kaya gini." Guntur merendahkan nada bicaranya.

"Aku berangkat udah telat!" Bukannya mengiyakan sang papah, Dava pergi begitu saja tanpa mengucap salam atau pun mencium tangan kedua orang tuanya terlebih dahulu.

Guntur dan Sarah yang sudah terbiasa dengan situasi tersebut hanya diam menerima kenyataan bahwa anaknya seperti itu. Tidak berusaha menahan atau memaksa Dava untuk lebih sopan. Karena hanya percuma saja. Mereka memilih diam ketimbang harus menegur Dava dengan bentakan dan berujung emosi yang tak terkontrol.

🌙🌙🌙

Tio mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang, lagu-lagu dari penyanyi favoritnya mengalun indah di dalam mobilnya. Sesekali bibirnya bergerak menyenandungkan lirik lagu dengan sangat pas tanpa ada salah.

"Cause girls like you..."

"Run around with guys like me..."

Tio mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya pada stir mobilnya menikmati alunan musik. Andai ada Kana di dekatnya dengan suasana hati yang baik, pasti dia akan ikut bernyanyi walau dengan suara yang kecil. Tidak banyak yang tahu jika Kana itu pandai bermain gitar yang memiliki suara yang indah.

"Astaghfirullah."

Titttttt...

Tio hampir kehilangan kendali saat sebuah motor sport merah menyalip mobil yang dikendarainya tanpa aturan dengan kecepatan tinggi. Ia tidak masalah disalip, namun bersamaan dengan itu sebuah mobil juga malaju dari arah berlawanan. Sedikit saja lengah, Tio akan terlibat dalam sebuah kecelakaan.

I Can't [Complete] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang