🌌 prolog

1.7K 188 8
                                        

"Kamu tidak apa-apa?"

Bintang mengangguk, "Aku baik-baik saja. Terimakasih banyak."

Gadis itu menghela nafas lega. Sepertinya... ia sedang tersenyum. Hanya firasat Bintang, tapi ia sangat yakin bahwa gadis di sampingnya kini sedang tersenyum.

Rasa canggung menyelimuti untuk beberapa saat, jadi Bintang hanya memainkan tongkatnya—mengadukan benda sepanjang satu meter itu dengan bangku taman.

"Kenapa kamu pergi kesini?" tanya si gadis, mencoba memecah keheningan.

"Memangnya kenapa? Orang buta sepertiku tak boleh pergi kesini?"

Gadis berambut panjang itu meneguk ludah, sepertinya salah bicara.

"Bukan seperti itu maksudku... Aku bingung ingin ngomong apa." kata si gadis jujur.

Bintang tersenyum tipis, "Aku kabur dari rumah," jawabnya tenang, "Bosan."

Si gadis meneguk ludahnya. "Wah, bosan? Bagaimana kau pergi kesini?"

"Menggunakan bantuan dari indra pendengaranku. Kau tau? Indra pendengaranku cukup tajam."

"Ooh, seperti di aplikasi komik itu ya?"

"Apa itu?"

"Oh, lupakan saja. Sekarang, kau mau ngapain?"

Bintang menggeleng. "Aku kesini hanya mau duduk tenang."

"Apa aku mengganggumu?"

Gadis ini banyak tanya.

"Iya."

"O-oke. Yasudah a-aku pergi ya? Maaf aku mengganggumu."

Gadis itu beranjak. Seketika perasaan bersalah menyelimuti Bintang.

Ayolah, perempuan ini sudah menolongnya dari 3 anak nakal dan sekarang ia mengusirnya?

Tidak sopan.

"Jangan pergi."

"Hah?"

"Duduk saja disini."

"Oh oke, baiklah." Perempuan berambut coklat itu duduk kembali.

"Aku mau main." kata Bintang tiba-tiba.

"Kau mau main apa?!" sahut gadis itu antusias.

"Menurutmu permainan apa yang seru?"

"Aku suka main ayunan! Ayo!"

Bintang tersenyum. Dia melipat tongkatnya dan beranjak. Menggaet tangan—

"Ah, siapa namamu?"

"Cahaya, aku Cahaya."

—Cahaya dan berlari.

Bagai tak peduli umur, dua remaja tersebut berlari kesana kemari. Memainkan permainan yang ada disana. Melompati satu kubangan ke kubangan yang lain.

Bintang bagai merasakan kebebasan. Senyuman yang lebar terpatri diwajahnya. Bagai tak ada rantai yang mengekangnya. Senyumnya melebar kala Cahaya tertawa.

Menurutnya, tawa Cahaya itu menular dan sangat khas. Entah efek Bintang jarang mendengar orang tertawa, atau memang tawa seorang Cahaya...beda.

"Kau mau permen harum manis?"

Bintang pernah mendengar tentang permen harum manis. Tapi dari baunya, sepertinya enak. "Boleh."

"Dua ya, mas."

"Siap neng."

Setelah membayar harum manis, Cahaya menarik Bintang untuk duduk di kursi taman tadi.

starlight°「✓」Where stories live. Discover now