"Ah ... rasanya aku tidak sabar melihatmu ketakutan. Walau kau berusaha tetap tenang sekarang, aku yakin kau mulai takut. Sekarang waktunya kita sama-sama menunggu seseorang, sebelum memulai proses awal penyiksaanmu." Kalimat terakhir Billy disertai gerakan mengedipkan mata ke arah Daisy. Bertindak seolah ia menjanjikan suatu hal yang menyenangkan.

Berselang 15 menit kemudian, pintu kembali terbuka. Daisy menengok ke asal suara dan tentu saja terkejut. Ia melihat jelas Elma Cornelia dengan penampilannya yang selalu terlihat sempurna. Wanita itu tersenyum ke arah Daisy. Jenis senyum penuh kemenangan hingga rasanya membuat Daisy mual.

Ya, Daisy merasa mual dan mulai mengutuk diri karena tidak pernah berpikiran buruk pada saudara tirinya itu. Daisy tidak habis pikir akan alasan Elma yang tetap saja berlaku jahat. Padahal, sejak kecil kehidupan Elma terbilang sempurna. Berbanding terbalik dengannya. Rasanya dia ingin membuka sumpalan yang menutup mulutnya. Bertanya langsung pada Elma tentang alasan saudara tirinya itu melakukan kerja sama dengan Billy.

"Halo, Daisy!" sapa Elma seraya mendekat ke arah Daisy lalu secara tiba-tiba mendaratkan sebuah tamparan keras hingga membuat Daisy merasa pusing seketika.

Elma tertawa. "Akhirnya" serunya bahagia. Lalu kembali mendaratkan dua tamparan yang lebih keras dari sebelumnya. "Aku bisa menamparmu sesuka hatiku" serunya yang disambut gelak tawa oleh Billy.

Sedang air mata Daisy kembali lolos begitu saja. Bukan karena takut, melainkan rasa sakit akibat tamparan yang Elma berikan. Belum juga pulih dari rasa sakit akibat pukulan benda tumpul sebelumnya. Daisy berharap semuanya akan berakhir baik-baik saja. Terutama keselamatan akan janin yang saat ini dikandungnya. Daisy ingat benar bahwa dia masih belum sempat memeriksakan kandungannya. Setelah ini, dia berharap memiliki waktu untuk memperbaiki apa-apa yang perlu diperbaiki. Itu pun jika ia masih dalam keadaan hidup.

"Rasanya aku tidak sabar melepas sumpalanmu itu agar bisa mendengar banyaknya pertanyaan yang mungkin akan kau lontarkan padaku." Elma kembali berbicara. Kali ini tangannya bergerak menyentil keras kening Daisy hingga kepala terdorong ke belakang.

"Uh-oh ... menangislah, Daisy Sayang! Teriaklah sekeras mungkin dan minta pertolongan pada suamimu tercinta."

Nafas Daisy terengah. Walau emosinya memuncak, dia berusaha sekuat mungkin menahan kesakitan dan air mata agar tak lolos begitu saja. Dia tidak ingin memperlihatkan kelemahannya pada Elma maupun Billy.

"Aku yakin suami sempurnamu tidak akan pernah datang menolongmu. Karena apa? Karena dia lebih memilih bersenang-senang dengan Nikki Lenora dibanding denganmu."

Satu kesimpulan yang Daisy dapat bahwa kemungkinan besar orang yang mengiriminya banyak foto antara Max dan Nikki tak lain adalah Elma.

"Kau pemula, Daisy Sayang. Kau tidak tahu apa-apa tentang cara memuaskan seorang pria. Keahlianmu tidak ada apa-apanya hingga membuat Max berselingkuh di belakangmu. Oh, rasanya tidak tepat dikatakan berselingkuh karena setahuku hubungan Max dan Nikki terbilang cukup lama. Keduanya sudah bertahun-tahun menjalin suatu hubungan. Berbagi suka dan duka. Lalu kau tiba-tiba datang hingga rasanya kau pantas disebut sebagai pemeran pengganti. Hanya sementara. Jadi, jangan banyak berharap bahwa Max akan datang menyelamatkanmu."

Daisy tidak ingin pikirannya terpengaruh oleh perkataan Elma. Sekuat mungkin dia berusaha untuk menghalau pikiran buruknya akan Max. Dia percaya suaminya. Dia mencinta suaminya. Tapi tetap saja. Daisy tidak bisa mempertahankan keoptimisannya. Rasa pesimisnya perlahan mengambil alih, terlebih lagi dia dalam keadaan tertekan sekarang. Sampai akhirnya, Daisy sadar bahwa waktu kebersamaannya dengan Max kurang banyak.

Daisy tidak memiliki cukup waktu untuk membuat sang suami membalas perasaan cintanya. Dia juga tidak pernah mendengar bahwa Max mencintainya. Jadi, kemungkinan besar Max tidak akan repot-repot menyelamatkannya, bukan?

Unfailing (#4 MDA Series)Where stories live. Discover now