Bab 2: Malu

6.2K 290 104
                                    

Jam istirahat

"Hei, Ra. Sebenarnya apa sih yang tadi kamu pikirkan?" Seli bertanya.
"Ya ampun, Sel. Daritadi bertanya itu-itu mulu. Habiskan saja makananmu!" jawabku kesal.
"Iya, iya" jawab Seli sambil menahan tawa.

Lengang.

"Apakah Ali?" Seli kembali bertanya.
Aku menatapnya dengan tatapan ancaman.

"Oke oke aku akan diam," jawab Seli.
"Ya, mungkin saja," jawabku setelah lengang beberapa saat.

"Benarkah?!" jawab Seli antusias.
"Ada apa?" tiba-tiba suara itu terdengar. Ternyata itu Ali bertanya sambil memegang mangkok bakso.

"Eh, bukan apa-apa." jawab Seli tidak meyakinkan sambil nyengir. Ali duduk di sebelahku mengangkat sebelah alisnya, lalu mengangkat bahu dan mulai memakan baksonya.

"Hei, Ra. Apakah kamu masih marah?" tanya Ali.
Aku tersedak dan Ali segera memberikan ku minum "A-apa?" tanyaku setelah meminum air.

"Aku bertanya, apakah kamu masih marah? Soal... kejadian tadi pagi" tanya Ali wajahnya agak menyesal.

Ada apa dengan anak ini? Tanyaku dalam hati. Bukankah biasanya cuek kalau dia berbuat salah?

"Tidak." jawabku singkat. Ya, sebenarnya aku masih kesal sih.
"Oh, begitu. Baguslah" jawab Ali manggut-manggut.

Ali terlihat tersenyum menahan tawa.
Seli di depanku sudah tertawa duluan.

"Ada apa, Sel?" tanyaku bingung.
Seli hanya menggeleng sambil menahan tawa.

"Hei, Ali!" ada yang memanggil Ali.
Aku menoleh ternyata ketua team basket sekolah kami. Seli berhenti dari tawa nya dan ikut menoleh.

"Mau bergabung bersama kami?" tanya ketua team. Ali menggelengkan kepala dan menunjuk kami berdua.

"Oke, baiklah. Sampai jumpa!" serunya melambaikan tangan sambil berjalan menuju pojokan kantin, tempat mereka biasa berkumpul.

"Aku masih tetap tidak percaya kamu bisa berteman dengan anak kelas dua belas, Ali. Itu keren!" seru Seli.
"Ya, tapi tetap saja ada yang tidak percaya akan hal itu." Ali dan Seli menahan tawa sambil melirikku yang cemberut.

Rambutku yang tergerai terjatuh ke samping. Aku hendak membetulkannya tapi, Ali duluan yang melakukannya dan meletakkannya ke belakang telingaku. Aku terdiam sekaligus terkejut. Dan menoleh ke samping.

"Hei, Ra. Jangan cemberut begitu, aku kan hanya bercanda," jawab Ali.
Kurasakan wajahku memanas, yang sudah pasti warnanya seperti kepiting rebus.

"Ya ampun, Ra. Kenapa kamu imut banget sih?" Ali melanjutkan sambil mengacak-acak rambutku pelan.

Aku menatapnya dengan tatapan tidak percaya sekaligus terkejut. Yang kutatap hanya tersenyum. Aku baru sadar kalau tangan Ali masih di kepalaku.

"Uh, em... Ali...."

"Ya?"

"A-apakah kamu bisa me-menurunkan tanganmu?"

Ali hanya tertawa dan menurunkan tangannya. Seli diseberangku juga ikut tertawa.

Aku kembali melanjutkan makanku yang sempat tertunda. Tanpa aku sadari, Ali diam-diam menatapku dari samping. Seli di depan hanya tersenyum jahil. Kami bertiga sibuk pada makanan kami masing-masing. Hingga tiba-tiba Seli...

"Eh, Ra. Aku mau beli air dulu, ya?" tanya Seli. Dia segera pergi tanpa menunggu jawabanku. Ya jadi hanya tinggal aku dan Ali disini... Berdua.

Kami sibuk dengan makanan masing-masing. Aku melirik Ali dari samping dan kemudian menghela nafas

Is This Love? [DISCONTINUED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang