"Pertemuan kedua itu membuatku sadar bahwa aku tidak lebih dari seorang gadis kecil yang lemah."
-Thalia-
❤❤❤
Awalnya semua baik-baik saja. Tapi akhir-akhir ini Thalia sadar bahwa tidak ada yang baik-baik saja dalam hubungan kekeluargaannya. Terlebih ketika ia sadar bahwa ibunya mulai pergi dan tidak kembali dalam beberapa hari. Juga dengan sikap ayahnya yang menjadi sangat dingin padanya. Bagi Thalia, rumah adalah tempat paling mengerikan di dunia ini. Di saat semua bisa merasakan apa itu kata pulang, Thalia bahkan tidak dapat mencerna apa arti kata pulang tersebut.
Seperti saat ini, sepulang sekolah Thalia melihat mobil sang ayah terparkir di pelataran rumahnya berdampingan dengan dua mobil sang ibu yang sudah lama tidak ia lihat. Thalia pun berlari dengan penuh kekhawatiran. Perasaannya tidak menentu ketika tidak biasanya ayahnya kembali ke rumah secepat ini dan ibunya yang kembali setelah hampir tiga hari tiga malam tidak kembali ke rumah.
Bahkan tanpa sebab Thalia merasa sesak di dadanya. Ia seperti kehilangan akses untuk dirinya bernapas. Melihat pintu rumahnya yang setengah terbuka membuatnya lemas dan takut untuk melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah. Pikiran yang awalnya kusut penuh dugaan-dugaan buruknya, kini mendadak kosong dan kehilangan kemampuannya untuk berpikir.
"TIDAK PERLU DIJELASKAN!" teriak Reza dengan suara yang sangat keras sampai-sampai membuat langkah Thalia terhenti.
Mendadak Thalia merasakan semua organ tubuhnya seakan berhenti dalam beberapa detik. Air matanya jatuh. Meski belum tau apa yang terjadi, namun perasaannya sudah menjelaskan semuanya pada Thalia. Dengan lutut yang bergetar, Thalia melangkahkan kakinya perlahan. Thalia berusaha diam dan tak mengeluarkan suaranya. Ia bahkan mengigit bibir bawahnya untuk meredam suara tangisnya.
"PERGI KAMU DARI RUMAH SAYA!" teriak Reza lagi bersamaan dengan suara benda yang jatuh.
"Dasar laki-laki tidak tau diri! Berani sekali kamu menghancurkan rumah tangga saya?!"
Selangkah demi selangkah, Thalia mulai memasuki rumahnya. Selangkah demi selangkah pula telinganya bisa menangkap suara percakapan itu dengan sangat jelas.
"Kamu, mas! Kamu yang nggak tau apa-apa! Jangan salahin dia!" balas Dara dengan suara bergetarnya.
"Kamu masih mau belain dia? Pergi aja kalau gitu sama laki-laki itu! Aku gak sudi punya istri kaya kamu-"
"MAS! Tega kamu, Mas!" rintih Dara memotong kalimat suaminya.
"PERGI KALIAN DARI RUMAH SAYA! SEKARANG!"
"Ma..," panggil Thalia menghentikan perkelahian antara tiga orang dewasa yang sangat ia kenal.
Perasaannya sudah sangat hancur. Melihat apa yang terjadi benar-benar diluar apa yang bisa ia duga. Bahkan dengan keadaan rumahnya yang seperti medan bekas peperangan membuatnya kehilangan akalnya. Tidak ada yang bisa Thalia lakukan selain berdiri, terdiam dan menangis. Tubuhnya seperti telah kehilangan perintah kerja dari otaknya lagi.
"Thalia sayang..."
Thalia terus menangis. Bahkan setelah mendengar ibunya menyebut namanya dengan nada seperti hari-hari biasanya membuat Thalia semakin menambah intensitas tangisnya.
"Kenapa kalian orang dewasa selalu saja melakukan hal yang nggak bisa aku mengerti?! KENAPA?!" ungkap Thalia penuh kekesalan di sela tangisnya. Suaranya ketegaran hatinya yang sudah hancur berkeping-keping saat ini juga.
YOU ARE READING
Breathe in Deeply
General FictionBagaimana perasaan Thalia kalau harus menerima takdir bahwa orang yang ia suka malah menjadi saudara tirinya. Bisakah bila Thalia dan orang yang ia suka menolak pernikahan orang tua mereka. Lalu bagaiaman perasaan Zeana saat orang yang ia suka kemba...
