BAB 10

280K 19.3K 601
                                    

.: Pangeran Penyelamat :.

Pagi ini ada yang berbeda di rumah keluarga Clarissa. Jika biasanya mamanya akan cuek, sebisa mungkin saat ini wanita itu mencoba untuk mendekat dan bersikap hangat pada putrinya.

"Mama tidak mau membuang waktu lagi," kata Lita sebelum semua perlakuannya secara perlahan berubah pada Clarissa.

Clara sendiri sudah berada di meja makan dan gadis itu menatap kelakuan mamanya dengan dahi berkerut. Meskipun begitu, batinnya semakin sebal melihat semuanya. Dia semakin membenci Clarissa apalagi perempuan itu juga merebut Argajati. Laki-laki incarannya.

Pertama, papanya.

Kedua, Jati.

Dan sekarang? Clarissa merebut perhatian mamanya. Tentu saja semua itu semakin membuatnya muak. Dia benci Clarissa. Kakaknya itu benar-benar selalu tahu membuatnya emosi meskipun hanya dengan bernapa. Karena di mata Clara, semua tentang Clarissa itu salah! Bahkan kelahirannya sebagai kakak dari seprang Clara juga sebuah kesalahan.

Dia benci Clarissa.

Dan kebenciannya semakin mendalam ketika semua ini telah terjadi. Baginya, Clarissa itu perebut. Gadis itu seperti ular yang diam-diam tidak mengerti apa pun tapi nyatanya melakukan hal yang membuat Clara muak.

Di pikiran Clara, sudah terdoktrin bahwa kakaknya itu sok suci dan dia tidak suka dengan tipikal orang seperti kakaknya karena menjijikkan.

*

Clarissa tiba di dalam kelas dan langsung duduk di bangkunya. Memilih untuk diam, karena tak ada pilihan lain sembari memikirkan ucapan mamanya.

"Mama mau kamu berhenti sekolah dulu."

Perkataan itu seakan terus terngiang yang entah mengapa membuatnya sedih. Cita-citanya mungkin akan terkubur. Dia ... karena semua ini Clarissa merasa masa depannya akan runyam.

Dia memang tidak menyukai keadaan sekolah yang seakan mengucilkannya, tapi dia suka sekolah. Clarissa ingin menjadi guru untuk menyalurkan ilmu yang dia miliki.

Semasa kecil, Clarissa bermimpi untuk menjadi dokter. Tapi cita-cita itu harus berhenti saat dia merasa tidak suka dengan aroma rumah sakit serta membayangkan darah yang membuatnya ngeri.

Beranjak dewasa, Clarissa tahu apa yang dia mau. Dia sudah tahu cita-cita apa yang akan menjadi masa depannya.

Guru taman kanak-kanak atau sekolah dasar.

Ya, Clarissa ingin menjadi guru. Baginya, melihat tingkah serta tawa anak kecil itu menyejukkan hatinya. Dia ingin terus melihat kebahagiaan serta tangisan anak kecil yang menurutnya sebuah memori indah karena tidak akan terulang lagi.

Anak kecil menangis itu wajar. Bahkan terkadang, tangisan mereka dianggap lucu karena alasannya spele.

Clarissa tersenyum. Tanpa sadar tangannya mengusap perut yang masih datar. Sampai akhirnya ia kembali fokus pada dua jam pelajaran di pagi ini.

Ketika bel pergantian jam pelajaran berbunyi, Clarissa bergerak risau. Ini jam olahraga dan ia ingin izin. Tapi ketua kelasnya baru saja bilang, kalau hari ini ada penilaian untuk mencicil ujian praktek.

Hypocrites LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang