[11] Bukan Berarti

11K 1.6K 215
                                    

"Elo ada hubungan apa Neng sama pak Asa?" Pertanyaan Lintar membuat jemari Biru terhenti di atas keybord.

"Nggak ada." Biru mengendikkan bahunya lalu kembali melakukan aktivitasnya.

"Gue liat elo ciuman sama dia." Lintar memainkan pulpen yang ia pegang sedari tadi dengan memutar-mutarnya.

Biru menghela napasnya, kemudian memutar kursinya menghadap ke arah Lintar yang duduk tepat di sampingnya.

"Apa yang pengen kamu tau?" Kali ini Biru menyorot langsung ke arah Lintar.

"Elo ada hubungan apa sama Angkasa? Nggak mungkin kan elo nggak ada apa-apa, tapi ciuman semengairahkan itu." Lintar ingin mengigit lidahnya sendiri, mendengar nada bicaranya seakan-akan ia sedang cemburu.

"Aku ciuman dengan Juan, bukan berarti mempunyai hubungan dengannya."

"Bahkan elo manggil dia Juan. Bagian mana yang nggak ada hubungan sama Director of Sales and Marketing. Padahal semua orang manggil dia Asa." Ejek Lintar membuat Biru mendengkus sebal.

"Kamu cemburu?"

"Iya!" Kali ini Lintar benar-benar mengigit lidahnya.

Sialan! Dia terjebak.

Lebih sialannya lagi, ia seolah tak menyangkal kecemburuannya itu. Bahkan mengutarakan sebegitu gamblangnya.

"Dulu! Lima tahun yang lalu. Tapi sekarang enggak lagi." Jelasnya singkat.

Iya, itu dulu. Sekarang jangan harap ia mau kembali pada Juan. Cukup baginya menangisi lelaki itu.

Kejadian seminggu lalu merupakan kesalahannya. Ia terlena dengan suasana yang tiba-tiba mendukung untuk berbuat sedemikian rupa.

Sekalipun ia masih mencintai lelaki itu. Bukan berarti ia menjadi wanita murahan perebut suami orang.

No! Biru masih punya harga diri sebagai wanita. Cukup dulu ia terlihat murahan, tapi tidak sekarang.

Lintar memindai penampilan Biru yang hampir setiap hari menggunakan celana dan blazer. Tak sekalipun wanita ini memakai rok. Padahal menurut Lintar wanita yang memperlihatkan betis itu terlihat seksi dan mengairahkan. Bukan memperlihatkan belahan payudaranya juga bongkahan pantat yang wow.

Setiap kali Lintar berkenalan, maka point utama yang ia lihat adalah betis.

Biru bukan sosok wanita pribumi asli. Wajah aristokrarnya sudah memperlihatkan ia keturunan bule. Entah bule dari belahan dunia yang sebelah mana.

Darah campurannya tak bisa disembunyikan. Meski ia memakai pakaian sopan berupa setelan celana dan blazer, tak membuat pesona Biru memudar.

Wanita ini cantik secara naluria.

"Kenapa elo nggak pernah pake rok, Neng?" Secepat itu Lintar mengubah topik. Ia juga terlampau malas jika membahas hubungan Angkasa dengan Biru.

Lintar lebih memilih tak mengusik masa lalu Biru, meski dirinya sudah gatal ingin mengoreknya secara langsung. Cukup ini dulu yang ia tahu.

Toh seperti kata Biru. Mereka memang berciuman, tapi bukan berarti mereka ada hubungan.

Dan sialnya lagi, ia juga pernah mencium Biru dengam tak kalah mengairahkannya. Dan ia juga tak punya hubungan apa-apa dengan biru.

Double fuck lah. Suasana memang bisa memancing siapa saja untuk melakukan hal lebih. Termasuk berciuman.

Baiklah. Anggap saja ciuman Biru dan Angkasa hanyalah sekedar euforia keadaan yang tiba-tiba mendukungnya.

Lebih sial lagi, Lintar tak menyukai bahwa ada pria lain yang juga suka mencium Birunya.

Apa tadi? Birunya? Hell sejak kapan ia mengakuisisi Biru menjadi miliknya.

"Nggak suka."

"Kenapa?" tanya Lintar sok polos.

"Cewek pake rok kan seksi, Neng. Apalagi kalo keliatan betisnya. Pengen gue jilatin." Kekehan Lintar mendapat tatapan horor dari Biru.

"Ew! Tapi terlihat murahan. Cukup sekali aku terlihat murahan. Aku nggak mau lagi kembali ke masa itu." Lintar terdiam dengan ucapan Biru.

Jadi apa yang dimaksud Biru? Apa ia pernah mengalami hal buruk saat mengenkan rok.

Astaga! Cewek ini. Dia selalu punya jawaban yang tak ingin di dengar Lintar. Jika biasanya para gadis-gadis akan meleleh mendrngar gombalannya. Sedangkan Biru. Wanita ini bahkan tak menunjukkan tanda-tanda tertarik.

Padahal mereka pernah ciuman yang tak kalah mengairahkan. Apa ciuman mereka tak berarti apa-apa bagi wanita ini?

Damn you, Bi!

"Neng...." Lintar menyelipkan anak rambut Biru ke belakang telinga.

"Hm!"

"Ayo kita nikah!" Ungkap Lintar membuat Biru mendelik tak percaya.

Lintar memukul bibirnya tiba-tiba, membuat Biru terkesiap dengan tingkah bocah bermata sipit ini. Merutuki mulutnya yang berucap seenaknya saja.

Biru menempeleng pelan kepala Lintar dengan kekehan geli melihat tingkahnya.

"Ogah! Gak demen sama bocah." Biru melengos, seraya berdiri dan menyambar tas jinjingnya. "Pulang sono. Masuk shif sore 'kan?" Biru menepuk bahu Lintar kemudian berlalu begitu saja.
.
.
.
Sialnya, Juan tak mengerti akan sikap Biru saat ini. Seminggu yang lalu mereka saling berciuman dengan gairah yang mengebu, tapi lihatlah sekarang. Ia bahkan bersikap dingin seperti awal pertemuan mereka.

Ada yang salah di sini. Ada yang ia lewatkan.

Juan pikir, ciuman mereka akan kembali mendekatkan hubungan yang begitu berjarak ini.

Kenyataannya ia seperti kembali sedia kala. Dan Juan tak menyukai hal ini.

Dulu Biru akan senang hati menerima kembali kehadirannya, meski berulang kali dirinya bermain wanita di belakangnya.

Semua perubahan Biru membuat Juan tak lagi mengenali seperti apa Biru kini. Seolah Biri terlalu jauh untuk dijangkau.

Ia masih menginginkan Biru ada disisinya. Terlepas baha ia masih suami sah Kiara.

Ngomong-ngomong soal Kira. Sudah hampir sebulan lebih ia menghindari istrinya ini, kadang Juan lebih memilih pulang ke apartemennya bersama Biru.

Seperti hari ini. Ia buntu dengan sikap dingin Biru. Yak mungkin ia pulang ke rumah dan melampiaskan kemarahamnya di depan Kiara.

Selama lima tahun ia menikah, baru kaliini kehidupannya terasa hambar. Sejak mengetahui kebenaran bahwa Kiara dan Biri bersahabat, perasaan Juan pada kiara seolah-olah tak lagi berjiwa.

Rasa cinta yang mengebu-gebu mendadak terasa garing dan ... entahlah.

Apalagi keberadaan Biru disekitarnya semakin memeperkeruh hubungan Juan dengan Kiara.

Selama lima tahun hubungan mereka baik-baik saja, jika bersama Kiara Juan merasa jarus menahan diri meski hanya untuk pelepasannya. Tidak seperti Biru dulu, Juan bisa berekspresi mengenai apa saja.

Juan menyugar rambutnya frustasi. Harus seperti apa lagi ia mendapatkan hati Biru kembali?

Sialnya, ini tak semudah yang ia bayangkan sebelumnya.

✩★✩★✩★✩

Dobel up yes! Wkwkwwkwkwkwk ... lagi lancar kek jalan tol Sumo. 😂😂😂 happy reading.

Surabaya, 11-12-2018
-Dean Akhmad-


Blue SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang