bab 2 story tale**

158 19 1
                                    

"Pasti kalian sudah sering mendengar bagaimana kisahku diceritakan, tapi selama ini tidak pernah ada yang tahu pasti dari mana sebenarnya aku berasal...."

*****

Aku hanyalah gadis yang berkawan dengan huta, karena memang hanya dunia ini yang kutahu seumur hidupku. Dunia yang sudah sangat kukenal layaknya tiap denyut nadi yang mengalir deras di setiap pembuluh darahku. Begitulah sampai aku bisa melihat seekor rusa bersembunyi di antara semak pakis, dan dua ekor trenggiling yang sedang menggali lobang untuk calon bayi-bayinya. Mereka sedang mengeluh karena kehadiran si rusa yang mengganggu, tiap kali aku hanya tersenyum sendiri mendengarkan percekcokan mereka yang sia-sia dan tidak pernah ada habisanya.

Suara air terjun di depanku masih bergemuruh membawa butiran air ringan yang ikut menerpa pori-pori wajahku. Aku berdiri di puncak tebing tertinggi, merasakan hembusan udara beraroma  segar yang ikut terdorong oleh air yang meluncur jatuh dari tebing curam. Udara hutan juga ikut mengibaskan rambut panjangku yang baru kusisir dengan jari. Berdiri di tebing tertinggi adalah cara terbaik untuk mendapatkan cahaya matahari agar rambutku lebih cepat kering, selain itu aku juga bisa menyaksikan seluruh sisi dari ujung hutan yang mulai menghilang di balik kaki-kaki gunung yang berkabut. Kadang aku penasaran seperti apa dunia di luar sana, sambil menghela napas dalam aku berpikir 'kenapa aku harus tumbuh sebatang kara?'

Karena tidak mau memikirkannya aku kembali memperhatikan sosok diriku dari cermin raksasa kehijauan yang entah bagaimana permukaannya nampak selalu tenang, solah sama sekali tak terusik oleh deburan air terjun di sebelahnya yang masih bergemuruh dengan riak bergolak. Pantulan dari air telaga yang jernih membuatku nampak jelas tanpa cela, setiap kali aku akan tergoda untuk kembali menceburkan diri kedalamnya. Sayangnya semua itu akan segera membuat usahaku sia-sia, karena aku sudah menghabiskan hampir setengah hari berdiri di atas cadas hanya untuk mengeringkan rambut panjangku yang sudah hampir melewati batas pinggang. Ibu akan sangat marah jika tahu aku bermain di telaga, dia tidak akan segan untuk kembali menghukumku untuk tidak bermain lagi di hutan untuk beberapa pekan dan itu cukup untuk membuat hidupku seperti berada dalam penyiksaan.

Kembali kualihkan perhatianku dan bersiul pada induk burung nuri yang baru saja bertengger pada dahan pohon kecapi tak jauh dari tempatku berdiri. Kulihat burung itu sedang menyimpan makanan di mulutnya sehingga tidak bisa membalas sapaanku. Jangan heran bagaimana aku melakukannya, aku sendiri merasa bisa bicara dengan semua jenis hewan di hutan ini sementara kedua orang tuaku menganggap aku hanya sedang berhayal akibat terlalu sering bermain sendirian tanpa teman. Jadi kurasa tidak ada gunanya juga kenapa harus kujelaskan bagaimana aku bisa mengerti bahasa mereka, karena siapapun juga boleh mengnganggapku sedang berkhayal jika semua binatang bisa bicara.

Aku hanyalah seorang gadis yang selalu merasa bebas berlari kehutan dan menemukan segalanya dengan sederhananya. Aku suka diam menghirup udaranya yang beraroma lumut bercampur serbuk jamur, serta kayu busuk yang lembab, aku bisa menemukan ketenangan dari hal-hal seperti itu. Kadang aku juga suka berjalan seorang diri menikmati kesunyiannya, merasakan dinginnya tanah hutan di bawah kaki telanjangku dan melompati pohon-pohon tua yang tumbang di lantai hutan. Seringkali aku mulai berpikir, 'mungkin aku juga akan menjadi tua di tempat yang sama seumur hidupku' aku tidak punya teman atau saudara.

Tapi ajaibnya tempat ini tetap membuatku jatuh cinta, tempat yang telah mengisi mimpi-mimpiku.
Jika berhenti sejenak untuk berpikir sepertinya aku memang tidak ingin pergi ke mana-mana. Bahkan jika ada kesempatan sedetik saja untuk pergi aku tetap tidak menginginkannya, bahkan untuk membicarakannya pun tidak! Tapi entah kenapa orang tuaku selalu merasa ketakutan jika suatu saat aku akan pergi meninggalkan mereka.

"Timun...... !!!"

Aku mendengar suara ibuku memanggil dan aku segera berlari menembus hutan. Kembali melompati semak dan batang pohon-pohon tumbang yang mulai lapuk, kakiku bergerak selincah kelinci hutan dan aku bisa berlari lebih cepat dari seekor rusa yang di kejar citah.

Aku pandai berlari karena memang hal itu yang selalu di ajarkan kedua orang tuaku. Mereka selalu meyakinkanku bahwa suatu hari hal itu lah yang akan menyelamatkan hidupku, 'ya itu dengan berlari!' entah dari apa? karena selama ini kedua orang tuaku menolak untuk membahas apapun tentang hal tersebut. Keyakinan yang sama sekali tidak bisa kumengerti, bagaimana bisa mereka masih berpikir bahwa suatu saat aku akan meninggalkan mereka. Selain tidak masuk akal mereka juga sangat kompak merahasiakannya, mungkin sampai waktu yang mereka pikir tepat untuk memberi tahuku.

Karena itu aku tidak pernah bertanya lagi kenapa aku disiapkan untuk menjadi gadis yang tangguh seolah-olah aku memang harus menghadapi seekor monster di masa depan.

Timun......

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Lost Fairy TaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang