Pertemuan

1.8K 55 6
                                    


UDIN menunggu di atas motornya, sementara Lidar masih bersolek dan mencari pakaian yang pantas ia kenakan. Hari ini Udin akan mempertemukannya dengan Hasan sahabatnya saat di SMA dan Kuliah. Namun ada rasa bersalah di hati Udin kepada Siti, tapi hidup itu harus berjalan terus tak boleh berhenti. Ia pun yakin bahwa kini Siti telah tenang menghadap sang Illahi. Pastinya Sitipun menginginkan kebahagian Hasan, dengan membuka lembaran baru.

"Lidar cepatlah hari sudah sore!" Teriaknya dari luar.

"Sebentar Niang, aku sedang memasang kaus kaki ku dulu," Balasnya dari dalam rumah.

"Di mana kalian akan bertemu Din!" Tanya Ibu Lidar.

"Di pantai Kata. Ayang (Bibi) tak masalahkan, Udin ajak bertemu dengan Hasan. Jikalau lah mereka tak bersua, mana mungkin ta'aruf ini akan berjalan. Berilah waktu untuk mereka mengenal satu sama lain. Yang terpenting dalam pengawasan makhram!" Ucapnya meyakinkan Ibu Lidar.

Ayangnya menganggukkan kepala tanda mengerti. Setelah siap Lidar langsung menghampiri Kuniangnya, dan berangkatlah ia mengendarai sepeda motornya menuju pantai Kata. Di perjalanan, bertanyalah Lidar pada Kuniangnya, tentang Hasan pemuda yang dianggapnya sangat tabah itu.

"Niang bagaimana kelanjutan kisah pemuda itu?" Tanyanya dari atas motor.

"Rupanya kamu masih penasaran dengan kisahnya. Nanti kamu akan bertemu dengannya! Kamu sudah tak ragu lagi dijodohkan dengannya? Setau Kuniang kamu menolak," Ucapnya meledek Adik sepupunya.

Lidar hanya mencubit pinggang Kuniangnya sambil tersenyum geli. Sesekali Kuniangnya menengok Kiri dan kanan ke arah spion, matanya fokus membawa motor. Berceritalah ia tentang Hasan dan Siti.

"Siti cinta pertamanya telah di panggil Sang pencipta Dar. Jum'at kemarin sore hari. Diiringi hujan lebat dan petir yang menyambar. Kepulangannya menghadap Allah sungguh memilukan hati. Pertemuannya dengan Hasan pengobat luka, hatinya senang dan bahagia kemudian pergi kepangkuan Sang Khalik. Ia menahan rasa sakitnya berhari-hari hanya untuk bertemu Hasan, setelah tampak wajah pria yang dicintainya, barulah ia bisa pergi dengan tenang."

"Sungguh menyayat hati kisah Siti dan Hasan Niang. Lantas bagaimana kini hati pria itu! Mengapa ia mau dijodohkan denganku, jikalau hatinya masih terpaut pada Yuli dan baru saja ditinggal oleh Siti. Apakah aku hanya sebagai pelariannya saja Niang?"

"Janganlah kamu berbicara seperti itu Dar. Hidup itu pasti ada masa lalu dan ada masa depan. Jikalau kamu dan Hasan hanya menatap masa lalu, bagaimana bisa kamu menikmati hidup di masa depan?"

Lidar hanya terdiam. Matanya lurus menatap hamparan laut yang membentang luas. Bukankah ia telah berjanji pada dirinya, Cuniang, Kuniang, serta Amaknya bahwa ia mau mencoba ta'aruf dengan pria itu. Jikalau dalam masa ta'aruf atau istikharahnya tak ada jawaban maka ia bisa membatalkan perjodohan itu.

Ia hanya pasrah dan menyerahkan semuanya kepada Sang Khalik, sebab Dia-lah sang pembolak balik hati. Dia lebih tau lelaki seperti apa yang pantas untuknya, sebab berpasrah kepada-Nya adalah jalan terbaik.

Tak berapa lama motor yang dikendarai Udin tibalah menepi di parkiran. Merekapun berjalan menelusuri jalan setapak menuju tepi laut. Dari kejauhan tampak seorang pemuda dengan kemeja biru menghadap ke laut, sambil melempar kerang yang ada di pasir.

"Dar, itu dia orangnya. Kemeja biru, mari Kuniang kenalkan kamu dengannya."

Lidar hanya menganggukan kepala "Itukah lelaki yang Kuniang ceritakan? Apakah sehebat itu jalan cerita hidupnya, dan kini aku menjadi bagian dari cerita hidupnya. Sungguh aku mengagumi kisahmu, namun tidak untuk cinta, saat ini." Ucapnya dalam hati.

Muaro Cinta di Ranah Minang (Sudah terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang