19. Karena Rindu

Mulai dari awal
                                    

Sementara itu Lily duduk, menunduk sambil memejamkan mata. Danu benar. Ia tak mungkin melanjutkan rencana itu. Tubuhnya tak bisa diajak kompromi. Lily tak hanya lapar, ia juga merasa mengantuk sekali.  

Susu hangat yang dipesan Danu tiba dan Lily menyesapnya sedikit demi sedikit. Perasaan berputar yang tadi ia rasakan mulai berkurang. Hanya memang kepalanya masih sangat sakit. 

Ajie bahkan tak peduli pada keadaannya. Bahkan kalau rencana itu diteruskan, Lily tak yakin manusia batu itu akan tergerak menolongnya. Lily tak yakin, kalau ia sengaja pingsan di depan Ajie seperti rencana Danu, maka pria itu akan menggendongnya pulang. Tidak mungkin! Melirikpun Ajie sepertinya tak mau. 

Lily mengambil ponselnya dan mengirim pesan pada Danu.

Me: Mas, Lily mo pulang aja ya. Makasih sudah berusaha buat Lily.

Tak ada jawaban, jadi Lily memutar tubuhnya mencari tahu. Keempat orang itu nampak asyik membahas sesuatu. Danu sedang menunduk dan memperlihatkan sesuatu dari dokumen yang tadi dibawa Lily.

Lily menghela nafas. Sedih. Tapi ia merasa lebih baik setelah menghabiskan segelas susu hangat. Ia bisa mengangkat wajahnya, dan tak ada lagi warna kuning kemerah-merahan bermunculan di pelupuk matanya. Matanya juga sudah tak lagi terlalu berair. Mumpung sudah lebih baik, Lily pun memanggil pelayan. Saat hendak membayar, ternyata sudah dimasukkan dalam tagihan Danu.

Untuk sesaat ia ragu antara ingin berpamitan atau pergi begitu saja. Sekali lagi ia menoleh. Posisi keempat orang itu tak berubah. Mereka begitu asyik berdiskusi. Maka, Lily memutuskan untuk pergi begitu saja.

Jangan menangis, Lily! Sudah tahu kan Ajie itu jahat, kamu malah jatuh cinta sama dia #Sisi Baik kali ini berusaha menguatkan hati Lily.

Lily memilih naik bis. Ia memang sudah lebih baik. Tapi karena harus menyusuri jalan naik turun tangga hingga ke halte TJ, tubuhnya kembali terasa tak enak. Begitu bis muncul, ia langsung duduk bersandar di kursi, memejamkan matanya. Untungnya tak banyak penumpang.

Bis belum jalan, ketika sebuah topi tiba-tiba menutupi kepalanya. Lily mendongak kaget.  Spontan ia ingin menghindar, tapi saat itulah matanya melihat Ajie berdiri di depannya, berpegang pada tiang, memandanginya dari balik kacamata hitam.

Lily meneguk liur. Tak tahu harus melakukan apa. Ia terlalu bingung menghadapi situasi yang tak disangka seperti ini. Jadi ia hanya menatap Ajie.

Entah apa yang ada di balik kacamata itu. Lily ingin sekali membaca sorot mata Ajie. Tapi itu percuma. Jadi ia pun diam dan menunduk. Whatever happen, let it happen. Lebih baik ia kembali memejamkan mata.

Bis mulai berjalan pelan, mengguncang beberapa kali membuat kepala Lily bergoyang-goyang. Sulit bersandar dalam kendaraan yang berjalan seperti itu. Ia hanya bisa menghela nafas.

Bagaimana ia bisa merasa lebih baik kalau terus seperti ini?

Tiba-tiba tangan Ajie terangkat, mendorong lembut kepala Lily agar bersandar di perutnya, Lily ingin menghindar, tapi tangan Ajie terus menekan lembut. Lily memilih membiarkannya. Sudahlah, ia sudah lelah.

Lily kembali memejamkan matanya dan menuruti perintah tangan Ajie. Menikmati sentuhan Ajie yang mengelus rambutnya pelan, lembut namun terasa kokoh.

Lily mulai merasa mengantuk. 

Mereka tak saling bicara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mereka tak saling bicara. Lily tak benar-benar tertidur dan Ajie berdiri sepanjang jalan. Beberapa orang memandangi keduanya. Mungkin, heran melihat tingkah keduanya yang tak lazim. Tapi mereka sama-sama tak peduli. Ada sesuatu yang tak terlihat sedang terjadi.

Telapak tangan Ajie menyentuh pipi Lily. Terasa dingin. Tapi Lily menyukainya. Saat Ajie hendak mengangkat tangannya, tangan Lily justru menekannya untuk tetap seperti itu. 

"Maafin Lily ya. Pak!" bisik Lily tanpa mengangkat kepala. Tak ada jawaban, Ajie hanya mengeratkan rangkulannya. Suasana diantara mereka kembali diwarnai kebisuan.

Tadi Lily sangat kesal pada Ajie. Ia juga tahu itu juga dirasakan Ajie padanya belakangan ini. Ada banyak kesalahpahaman diantara mereka. Ada banyak penjelasan yang harus dikatakan. Tapi...

Begini saja sudah cukup. Perasaan Lily sudah merasa tenang. Emosinya sudah berganti dengan keikhlasan. Mungkin dialah yang memang salah. Terlalu cepat menanggapi dengan respon yang salah.

Ajie mungkin bukan untuknya. Pria dengan kriteria sepertinya pasti punya banyak perempuan yang mengantri menjadi kekasih. Karena salah menyimpulkan, Lily bukan saja kehilangan kesempatan menjadi kekasih yang sebenarnya, tapi juga sahabat.

Biarlah. Tak perlu lagi bertanya apapun soal siapapun yang ada di sisi Ajie. Ia juga tak ingin tahu lagi hubungan ini sebenarnya apa. Cukup jadi temannya saja, cukup jadi sekretarisnya saja. Itu saja cukup. Lily tak ingin kehilangan lelaki baik dan perhatian ini lagi.

Lily tertidur...

Dan terbangun ketika seseorang berbisik di telinganya, "Li, kamu ileran tuh!"

Gelagapan, Lily membuka mata, mengusap mulutnya. Dan ia menatap Ajie dengan sebal, ketika pria itu tersenyum-senyum menahan tawa.

"Lagian tidur nyenyak banget. Kamu berapa hari gak tidur sih?" tanya Ajie santai sambil sekali lagi mengusap kepala Lily. "Sebentar lagi kita sampai."

Lily tak menjawab. Ia hanya membalas senyum Ajie.

Ah, akhirnya... Senyum itu. Tawa itu. Semua yang ia rindukan sampai sulit memejamkan mata di malam hari.

Jatuh cinta memang aneh.

*****

Boss Galak  & Sekretaris Badung [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang