Bab 33

12.6K 728 39
                                    

Dengan terburu-buru, Ralaya segera menaiki tangga.

Jantungnya berdegup sangat cepat hingga rasanya seperti akan meledak ditambah napas yang terengah. Rasanya sesak dan sakit.

Setelah sampai di depan pintu kamar, dia segera saja masuk tanpa mempedulikan teriakan papanya.

Kedua tangannya gemetaran hebat, juga rasanya begitu dingin ditambah keringat yang membasahi pelipisnya.

Dia harus merasakan sesuatu.

Gadis itu segera pergi ke arah meja belajar. Dengan cepat dia membuka beberapa laci kecil dan mengeluarkan seluruh isinya.

Sesekali dia mengusap air matanya yang menggenang di pelupuk mata karena membuat pandangannya memburam.

Sial, dia tidak menemukannya padahal dia sudah mengobrak-abrik laci. Lalu dengan kasar dia menjatuhkan buku-buku dan alat tulis lainnya yang ada di atas meja belajar sambil berteriak frustasi.

Dia kembali menyentuh dadanya karena sesak yang tiba-tiba tapi rasa kesal karena tidak menemukan sebuah cutter lebih mendominasi dirinya sendiri.

Dia menyugar rambutnya ke belakang sambil memejamkan matanya.

Dimana benda kesayangannya itu?

Selalu saja bersembunyi padahal dia sedang memerlukan cutter itu.

Ralaya segera menuju tempat tidurnya. Melempar selimut, bantal dan gulingnya ke lantai.
Dia lalu kembali menarik sprei dan dia langsung mendengar sesuatu yang jatuh ke lantai.

Dengan tergesa-gesa dia melangkahkan kakinya ke dekat lemari, tempat dimana cutter itu terlempar.

Hanya tinggal sedikit lagi tangan kecilnya meraih benda itu, tiba-tiba ada sebuah lengan yang melingkar di pinggangnya lalu membalikan tubuhnya sehingga dia langsung bisa menatap wajah khawatir dari seseorang di depannya ini.

“Jangan kayak gini,” ucap Dev khawatir tapi tanpa disangka ternyata gadis itu malah memberontak dengan menepis tangan Dev dan mendorong cowok itu hingga pelukan di pinggangnya terlepas.

Dev menatap gadis itu dengan tatapan kecewa.

“Tinggalin aku sendirian,” kata gadis dengan kesal. Iris hitamnya terlalu banyak menampilkan emosi.

Dev terlalu terkejut hingga tidak sadar kalau gadis di depannya ini sudah memegang sebuah cutter.

Ujung cutter yang mengkilap, menandakan cutter itu masih tajam.

Tidak.

Dia tidak boleh membiarkan benda sialan itu melukai permukaan kulit gadisnya lagi.

Kulit gadisnya harus tetap bersih tanpa goresan-goresan.

Dengan panik, Dev mencekal kedua tangan Ralaya. Membuat gadis itu mendongak dengan wajah yang pucat.

“Jangan lakuin ini lagi,” kata Dev sambil menggelengkan kepalanya. Tidak dapat dipungkiri kalau dia juga tengah ketakutan dan was-was.  Urat-urat tangannya begitu jelas terlihat karena berusaha keras mencengkram tangan gadisnya.

Ralaya menatap Dev dengan raut tidak suka. Dia terus memberontak minta dilepaskan sambil menangis.

“Lepas!” bentak gadis itu sambil memberontak tapi Dev hanya diam. Mata hazelnya terus menatap gadis itu dengan lamat-lamat.

Semakin gadis itu memberontak, cekalan Dev semakin kuat. Dia yakin pasti pergelangan tangan gadis ini akan menimbulkan bekas kemerahan.

Terlebih jika Ralaya memberontak, Dev akan semakin mengeratkan cengkramannya.

[I] Ralaya ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang