Bab 32

12.9K 681 68
                                    

Dev tengah berkutat di pantry apartemen-nya. Membuang bagian atas dari buah strawberry yang berupa beberapa helai daun hijau dan sedikit tangkai kecilnya.

Setelah itu, dia memasukan beberapa buah itu ke dalam mangkuk dan menaburkan gula pasir di atasnya. Lalu dia kembali menaruh sisa strawberry itu kedalam kulkas dan mengambil sekaleng soda.

Cowok itu melangkahkan tungkainya ke ruang tengah, dimana ada gadisnya yang tengah menonton sebuah tayangan di laptopnya.

Iya, ini sudah seminggu lebih dari kejadian mengerikan itu. Gadisnya kini kembali sehat seperti biasa.

Dia lalu memberikan semangkuk strawberry bertabur gula pasir itu pada Ralaya lalu soda untuk dirinya sendiri.

“Makasih,” kata gadis itu sambil tersenyum cerah lalu merubah posisinya menjadi duduk di karpet.

Dia tengah duduk diantara kaki Dev yang terbuka sementara Dev sendiri duduk di sofa.

Cowok itu mengalungkan tangan ke leher gadisnya dari belakang sambil sesekali mengecup puncak kepalanya.

“Bub?” panggil cowok itu yang otomatis langsung membuat Ralaya sedikit mendongak untuk menatap Dev.

Dengan cepat cowok itu langsung menempelkan bibirnya ke bibir Ralaya dan mengecupnya dengan lembut.

“Manis,” kata cowok itu sambil tersenyum jahil lalu tak lama dia mendapat serangan pukulan di lututnya.

“Heh nyebelin!” gerutu gadis itu lalu kembali menatap ke laptop, tidak mempedulikan Dev yang malah tertawa.

Dev pun menyandarkan punggungnya ke sofa lalu menenggak soda yang sempat diambilnya tadi.

Untuk beberapa menit dia habiskan untuk menonton film kartun apa yang tengah Ralaya tonton.

Ternyata hanya menceritakan kehidupan sehari-hari kucing berwarna biru dan seekor ikan yang bahkan punya kaki dan hidup di darat.

“Aku baru tau kamu suka kartun yang kayak gini.”

“Lucu tau,” kata gadis itu singkat.

Dev mengangguk lalu kembali meminum sodanya. “Leluconnya sarkastik.”

“Hm emang,” balas gadis itu sambil menyuapkan buah strawberry yang terakhir ke mulut Dev. “The Simpson juga gitu tapi tetep aja banyak yang suka.”

Setelah cemilannya habis, dia pun menaruh mangkuknya di meja samping laptop lalu meminum segelas air.

“Tapi The Simpson lebih serem. Masa banyak yang jadi kenyataan?”

“Itu cuma cocokologi.”

Ralaya memutar tubuhnya menghadap Dev. “Mana ada, orang film itu dibuatnya udah lama banget dan baru kejadian di beberapa tahun berikutnya,” jelas Ralaya begitu serius. “Kamu ngerasa serem gak sih? Filmnya kayak bisa baca masa depan.”

Nope. Mungkin itu cuma tebakan yang beruntung.”

Gadis itu menatap Dev jengah. Dia memang tidak pernah bisa membawa Dev dalam percakapan konspirasi seperti ini padahal dia sendiri penggila konspirasi sampai-sampai dia banyak membaca tentang SCP Foundation, Area 51, tentang segitiga bermuda, Marilyn Monroe dan hal-hal lainnya.

[I] Ralaya ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang