Place You Called Home

Magsimula sa umpisa
                                    

"Hmm..." Halilintar bergumam. "Bisa dibilang begitu." balasnya terdengar ragu. Gempa agak terkejut, pasalnya dengan kepribadian Halilintar yang didengarnya dari Fang, ia sama sekali tidak berharap kalau pertanyaannya akan dijawab begitu saja. Ternyata Halilintar tidak sependiam yang didengarnya. "Tapi aku tidak menyukainya. Mengurusnya merepotkan. Aku bahkan tidak bisa mengikatnya." Timpalnya kemudian. Membuat Gempa mau tidak mau mengerutkan dahinya penasaran.

"Lalu, kenapa kau membiarkannya?"

"Hmm....." Lagi-lagi bergumam. Tampaknya untuk orang yang jarang bicara seperti Halilintar, mengobrol seperti ini membutuhkan usaha lebih untuknya menyusun kata-kata. "Anggap saja ada alasan mengapa aku membiarkan rambutku panjang." katanya lagi. Gempa mengangguk-angguk. Tangannya dengan telaten menjalin surai gelap yang terasa lembut di tangannya itu.

"Lalu selama ini siapa yang mengikatkannya untukmu?"

"Fang." balasnya singkat dan Gempa merasa kalau ia seharusnya tidak bertanya.

"Selesai!" Gempa menatap hasil kerjanya dengan bangga. Rambut panjang yang tadi terurai tidak beraturan telah berhasil ia kepang dengan rapi. Halilintar pun tampak puas dengan hasil kerjanya.

"Ayo! Yang lain pasti menunggu!" ajak Gempa. Halilintar tampak tersentak lalu mengangguk dan mengikuti Gempa ke luar kamar.

-------

"Mou! Kalian lama sekali!!" itu adalah komentar Blaze yang langsung menyambut mereka begitu keduanya tiba di ruang tengah yang tidak ada apa-apa kecuali beberapa jenis masakan dan minuman yang terhidang di lantai dan beberapa lembar koran yang dijadikan alas.

"Jangan bilang kalian melakukan hal yang 'iya iya'?" tanya Taufan dengan pandangan curiga. Sementara Gempa hanya bisa membalas kedua saudaranya itu dengan tawa gugup. Tidak tau harus menjelaskan apa dan bagaimana. Tidak mungkin bukan , kalau ia menjelaskan semuanya. Pasti nanti akan jadi salah paham dan Gempa sama sekali tidak ingin hal itu terjadi. Terlebih dengan adanya Taufan dan Blaze yang selalu menanggapi segala hal dengan berlebihan.

"Tidak ada apa-apa." kali ini Halilintar turut buka suara. Dan dengan begitu tidak ada lagi yang ingin mempertanyakan apa yang sebenarnya terjadi.

"Wow! Hali-nii, kau cantik sekali. Ayo berfoto denganku." seru Solar yang tiba-tiba sudah berada di samping Halilintar dan mengarahkan lensa kamera ponselnya pada mereka. Gempa sempat melihat Halilintar hendak melancarkan protes namun terlambat ketika Solar menekan ikon kamera pada ponselnya.

"Hei! Jangan lakukan itu." sentak Halilintar tak suka. Namun Solar hanya tersenyum lebar seraya menunjukkan dua jari pertanda damai yang membuat Halilintar akhirnya hanya bisa mendengus kesal.

"Sudahlah, tidak perlu marah begitu!" kata Taufan seraya merangkul Halilintar akrab yang langsung ditepis oleh si pemilik iris ruby. Ia melayangkan tatapan tajam pada Taufan seolah menyiratkan kalau ia tidak ingin disentuh dan memang begitu adanya.

"Aw.. ternyata tsundere...." Komentar Taufan tanpa merasa tersinggung sama sekali. Ia justru tersenyum jahil yang membuat Halilintar makin kesal karenanya.

Menyadari kalau suasana hati sang komposer mulai memburuk, Gempa kemudian berinisiatif untuk mengalihkan kekesalan Halilintar sekaligus menenangkan kegilaan saudara-saudaranya.

"Sudah.. sudah... Ayo kita mulai saja pestanya. Eh, ngomong-ngomong mana Ice?" tanya Gempa begitu menyadari ketidakhadiran salah satu adiknya.

"Aku disini..." sebuah suara terdengar di belakangnya dan Gempa menemukan Ice baru saja turun dari tanggal sembari menguap lebar. Tampaknya masih mengantuk. Cukup aneh mengingat kalau anak itu sudah tidur seharian ini dan ia masih merasa mengantuk.

Day When I Can See You AgainTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon