"Jadi sekarang kamu mandul? Baguslah, sekarang kita impas! Sama!" Sisca datang ke kamar Angga dan langsung mencemooh suaminya tanpa ragu dan iba.
PLAK ....
Ratih, Mama Angga menampar keras menantunya karena geram.
"Kurang ajar! Berani sekali kau! Dasar wanita tak tahu malu! Tak tahu diuntung!" bentak Ratih pada Sisca.
Angga hanya diam, dalam hatinya ingin sekali dia menalak istrinya yang sudah sangat berani itu. Namun bayang-bayang kebersamaan mereka dulu selalu nampak seakan tepat di depan matanya. Dulu mereka bahagia, apa sekarang dengan sama-sama memiliki kekurangan ini mereka akan kembali bahagia?
"Lebih baik kau keluar saja dari sini, Sis," ujar Angga lemas tak berdaya dengan pandangan kosong ke arah jendela.
Sisca tersenyum sinis. "Aku mau beli apartemen di Newyork dan akan menetap disana," ucapnya sebelum pergi meninggalkan Angga.
"Mati saja kau sekalian...!" teriak Ratih murka, namun Sisca sama sekali tak mempedulikannya. Dia tetap berjalan menjauh dengan senyuman.
"Angga, ceraikan saja istri kurang ajarmu itu! Lihat sikapnya! Sudah dua tahun ini kelakuannya seperti setan!"
Angga hanya diam dan membatin. "Kenapa hatiku tak tega menalaknya? Dia selalu berani dan kurang ajar padaku, sering meninggalkanku, aku pun tidak tau apa yang dia lakukan disana, dia bersama siapa, bahkan dia sekarang akan meninggalkanku sendirian disaat aku terpuruk seperti ini."
***
Dua minggu kemudian ....
"Dok, tolong saya! Saya akan melakukan apapun untuk menormalkan keadaan saya. Bagaimana saya bisa memiliki keturunan kalau saya mandul?"
"Maaf, Pak. Kami sudah melakukan yang terbaik," ucapan Dokter Faisal kembali membuat hati Angga mengecil seketika.
Angga pulang ke rumah dengan keadaan lemas tak berdaya. Hidupnya kini tak bergairah, seperti tanpa harapan, setiap hari hidupnya terasa hampa. Harta yang bergelimang, pangkat, karyawan dan anak buah yang sangat banyak, benar-benar tak bisa mengisi kekosongan hatinya. Tak bisa menerangi jiwanya. Siang dan malam dia tak bisa tidur. "Sebenarnya untuk apa aku hidup di dunia ini?" Itulah pikiran Angga sat ini.
Angga berwudhu dan mulai mengerjakan sholat tahajud. Ia bersujud pada Tuhannya sambil menangis. Dia teringat cobaan yang menimpa istrinya dan sikap istrinya yang sudah keterlaluan terhadapanya. Dia juga menyedihi keadaannya yang divonis mandul oleh dokter sehingga sangat sulit memiliki keturunan.
Dalam hatinya ia berpikir, mungkin Tuhan memberikan cobaan sedemikian rupa hanya untuk mengingatkan kembali dirinya akan Tuhannya. Iya, semua yang di dunia ini sebenarnya hanya milikNya. Apa yang diberikanNya kepada kita hanyalah titipan semata. Termasuk anak atau keturunan kita.
Mungkin saja dia kurang bersyukur atas segala nikmat yang sudah Tuhan berikan kepadanya. Banyak sekali orang-orang fakir miskin yang hidupnya jauh lebih susah dan sedih dibandingkan dengan kehidupannya.
Iya, mungkin ini adalah cobaan untuk ikhlas dan sabar serta tawakkal atas takdir yang Tuhan berikan kepadanya.
***
"Terima kasih ya, Pak," ucap Kepala panti asuhan pada Angga yang barusan mengadakan pengajian dan santunan untuk ribuan anak yatim.
"Iya, Bu. Sama-sama."
Ya. Angga beberapa hari ini mulai mencoba bangkit dari keterpurukan. Dia kembali bekerja di kantor dengan masih menyembunyikan kesedihan di dalam lubuk hatinya yang paling dalam.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Second Wife
ChickLitHighest rank # 1 in Romance (13-6-2019) "Aku sama sekali tidak mengenalnya, tidak pernah bertemu dengannya dan bahkan tidak mengetahui bagaimana rupanya. Yang aku tahu adalah, sekarang dia sedang mengandung anak yang selama ini telah kudamba-dambaka...