Part 4 : Kucing Jantan

3.6K 169 35
                                    

Tembang 'Berhenti Berharap', sudah berakhir dan berganti dengan tembang yang lain. Dan sejalan berakhirnya tembang itu, Juna menyatakan pamit untuk berpisah, karena ia akan pergi menemui temannya yang sudah menunggu di Monas (Monumen Nasional).

Dengan perasaan sedih, aku terpaksa melepas kepergian Juna. Meskipun kami baru berkenalan, tapi sikap Juna memberikan kesan yang mendalam. Tutur bahasanya sopan, tindak tunduknya santun dan pembawaannya juga humble serta humoris. Mudah-mudahan suatu saat nanti, aku bisa berjumpa kembali dengan laki-laki yang memiliki tubuh tegap dan gagah itu. Bye bye Juna, see you later!

Setelah bayangan Juna menghilang dari pandangan kedua mataku, aku kembali didera rasa kesepian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah bayangan Juna menghilang dari pandangan kedua mataku, aku kembali didera rasa kesepian. Aku seperti kehilangan pegangan untuk meniti harapan. Padahal aku menaruh harapan lebih dari perjumpaan itu. Ah ... apa sih, yang aku pikirkan? Juna hanya sekedar teman kenalan yang datang secara kebetulan. Dan apa yang aku dapat dari sebuah kebetulan?

Huh ... aku membuang nafas panjang. Tatapanku lurus jauh ke depan. Dan saat itu, aku melihat dua orang pria yang mengenakan kaos couple seperti bendera kebangsaan Indonesia, Sang Saka Merah Putih. Bukan seregam atas dan bawah sama persis merah putih, sekali lagi, bukan! Akan tetapi, yang satu berkaos warna putih sedangkan yang lain berkaos merah. Jadi, bila mereka disandingkan akan membentuk formasi bendera laiknya bendera negara kita. Do you know?

Siapakah mereka? Aku tidak tahu, mungkin mereka sepasang kekasih sesama jenis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Siapakah mereka? Aku tidak tahu, mungkin mereka sepasang kekasih sesama jenis. Tetapi, aku tidak mau berpikir sedangkal itu. Suudzon bukan cara pemikiranku. Aku hanya berpikir bahwa mereka adalah dua orang laki-laki yang memiliki ikatan persahabatan yang sangat kuat dan sama-sama mempunyai jiwa nasionalis yang super tinggi. Applause, buat mereka!

Well, forget them!

Langit telah menyulap biru menjadi lembayung, terang akan segera berubah remang-remang. Arloji di pergelangan tangan kiriku pun cerdas menunjuk angka 17.15. Dan aku tahu, kini saatnya aku harus melangkah menuju ke halte busway-Kota dan naik yang ke arah Harmoni. Selanjutnya menyambung dengan bus jurusan Pulogadung, lalu turun di halte Rawa Selatan, lantas aku pulang ke kontrakan.

Beberapa langkah dari halte Rawa Selatan, mungkin sekitar 100 m, kakiku mendadak berhenti ketika kedua mata beningku menatap seekor kucing yang terbujur kaku di tepi jalan. Buru-buru aku menghampiri tubuh mungil itu dan memeriksa kondisinya. Subhanallah, binatang berbulu abu-abu ini masih bernafas. Perut bulatnya masih nampak kembang kempis. Makhluk kecil ini, terdiam karena ada beberapa luka di pergelangan kaki kanan bagian belakang dan sedikit memar di pipi yang berdekatan dengan tumbuhnya kumis. Matanya yang kekuningan menatap teduh ke arahku seolah berkata, ''tolonglah, aku!''

Aku mengambil beberapa lembar tisu dari dalam tas slempangku, lalu membersihkan luka-luka di tubuh si meong nun imut itu dengan tisu tersebut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku mengambil beberapa lembar tisu dari dalam tas slempangku, lalu membersihkan luka-luka di tubuh si meong nun imut itu dengan tisu tersebut. Setelah terlihat lebih bersih, selanjutnya aku menggendong binatang kesayangan Nabi Muhammad SAW ini dan membawanya pulang.

Tiba di rumah kontrakanku yang tak seberapa luasnya, karena hanya terdiri dari 3 petak, sepetak ruang tidur, sepetak dapur dan sisanya kamar mandi. Di tempat persinggahanku ini, aku langsung mengobati luka-luka di tubuh kucing yang berjenis kelamin laki-laki itu dengan betadine. Saat tetesan obat ini menempel di permukaan kulitnya yang mengelupas, Sang Kucing sempat meringai dengan suara meongan yang sangat lirih. Mata kuningnya nampak berkaca-kaca dan tak seberapa lama kemudian, ia mengeluarkan air mata.

Sungguh, aku jadi terenyuh melihat kondisinya. Aku mengusap kepala Sang Kucing itu dan meletakannya ke atas tumpukan baju bekas yang telah kususun sedemikian rupa sehingga menyerupai kasur bayi.

''Beristirahatlah, Pus ... semoga lukamu cepat membaik!'' ujarku. Kucing jantan berbulu abu-abu itu masih tak bergeming, hanya tubuhnya yang nampak sesekali menggeliat dengan gerakan yang terbatas.

Huh ... kasihan kucing itu, mungkin ia salah satu binatang korban tabrak lari oleh pengendara yang tak mau bertanggung jawab. Meskipun ia hanya seekor kucing, harusnya diperlakukan dengan baik, karena bagaimanapun kucing merupakan makhluk hidup dan salah satu ciptaan Sang Maha Pemberi Kehidupan.

Aku berharap luka-luka di tubuh Kucing Jantan Abu-abu itu lekas membaik, agar ia bisa beraktivitas kembali seperti sedia kala. Entahlah, setiap melihat kucing aku jadi teringat dengan ayahku. Karena beliau adalah salah satu orang yang memilki rasa perhatian tinggi terhadap binatang mamalia yang satu itu. Tak hanya ayah, tapi juga nenekku yang sama-sama pecinta kucing. Mereka memiliki hati yang tulus untuk memelihara binatang tersebut.

Banyak nama-nama unik dan lucu yang pernah disematkan kepada binatang peliharaan mereka, seperti Entis, Bagong, Pussy, dan masih banyak lagi. Oh ya, apakah Kucing Jantan Abu-abu yang kutemukan itu sudah memiliki nama? Jika belum, kira-kira nama apa ya, yang cocok buat dia? Ada yang mau kasih saran?

Kucing Jantan Abu-abuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang