No. 2

7K 660 39
                                    

| Written on July, 20th 2018 |


.
.
.

Tiupan angin terasa terlalu kencang karena berada di rooftop gedung berlantai dua puluh yang mereka pijak. Gedung milik salah satu bank ternama, tempat Alan bekerja. Dan kini ia berdiri tinggi di atas sebuah pembatas antara lantai rooftop dan udara lepas di depan matanya.

"Lan! Ente gila! Bahlul! Ngapain ente berdiri di situ, heh? Ini angin lagi kencang-kencangnya. Ane takut ente dihempas angin terus jatuh sia-sia ke bawah sana."

Alan hanya diam. Pikirannya hanya sibuk berputar-putar oleh satu tanyanya--- kenapa Siska tega  menikahi pria lain dikala ia tengah dilanda cinta segila Alan mencintainya.

"Alan! Turun yuk! Ane sedih liat ente begini, Lan. Lupain Siska. Masih banyak wanita yang mau nyerahin telapak kakinya buat surga anak-anak ente nanti. Ane banyak kenalan santri mesjid yang insyaallah sholeha, janda kembang di grup pengajian RT ane juga masih usia ente. Entar ane kenalin ke ente semua. Ayo turun sini."

"Gue sayang siska, yo. Mana bisa gue lupain dia gitu aja. Gue maunya sama Siska."

Geo menarik napas dalam. "Siska sudah jadi milik orang lain. Ente kudu belajar ikhlas. Jangan egois. Ane tau rasanya pasti nyesek. Tapi percaya ane, ini cuma masalah waktu."

"Bukan masalah waktu. Tapi ibu Siska ya bermasalah sama gue. Dia benci gue yang cuma pegawai kantor biasa. Dia benci gue karena gue enggak bisa bantu dia bangun perusahaannya kembali. Gue marah, Yo. Kenapa dia tega misahain gue sama Siska  karena alasan harta, jabatan, dan uang. Kenapa gue dilahirin dari ayah yang cuma pensiunan karyawan pos?!"

"Ya Rabbi. Ente kesambet jin Kiprit, Lan? Ente tega rendahin ayah ente cuma karena Siska? Ente dosa."

Lama Alan terdiam. Sebenarnya dia sama sekali tak bermaksud mengatakan hal seperti itu. Apalagi sampai menyangkut ayah yang ia sayangi. Tapi akalnya keburu hilang saat ingatan Siska kembali terngiang. "Gue enggak kuat harus liat dia sama pria lain."

"Terus? Ente niat mau mati muda karena patah hati?"

"Lebih baik mati daripada hidup tapi tanpa Siska."

Amarah Geo memuncak. Saat ia  lihat Alan tak lagi bicara, justru memandang kosong ke paparan langit disana. "Siska lagi! Siska! Siska! Ente benar-benar dibutakan sama cinta. Sampai-sampai Ente lupa kalau masih ada yang sayang sama Ente. Umi, abi ente besarin ente pakai cinta. Renata bahkan menangis sepanjang hari karena liat Ente pingsan karena kurang tidur. Sekarang ente masih niat mati?"

"Gue cinta Siska."

"Dan Ane cinta ente, Lan. Ane sayang sama ente."

Alan berbalik memunggungi hamparan langit yang ia tatap sedari tadi. Dilihatnya wajah Geo memerah. Entah kenapa tiba-tiba angin bertiup dengan kencang. Menghempas tubuh Alan hingga ia hampir terjungkal ke belakang.

Dan, yah, hampir.

Saat tubuh linglungnya di tarik dalam dekap seorang wanita. Wanita itu melepas secup kopi dari tangannya. Sigap ia berlari saat dilihatnya Alan hilang keseimbangan dan hampir jatuh beberapa saat yang lalu. Mereka terjatuh tepat ke dalam kolam renang yang letaknya hanya beberapa langkah dari keberadaan gadis itu berdiri, menahan bobot tubuh Alan yang membebaninya.

Pantofel VS SneakersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang