19 : : SILENT

1.8K 155 4
                                    

Dalam diamnya kita tidak pernah tahu apa yang ada di pikirannya
Dibalik diamnya kita tidak pernah tahu seperti apa perasaannya
Senang? Bahagia? atau malah sebaliknya?

Kita tidak pernah tahu. Karena yang kutahu hanyalah, ia selalu tersenyum di dalam situasi apapun.

-Boy Under the Rain

...

Hal yang paling menyebalkan di dunia ini adalah emosi. Tidak apa jika emosi itu bersifat positif dan dapat menyenangkan orang lain maupun diri sendiri. Namun jika sebaliknya?

Secepat mungkin Radin rmmasukkan tangan ke dalam saku celana, diam-diam cowok itu mengepalkan tangan dengan erat seraya menyusuri koridor sekolah. Murid-murid saja berkeliaran, dan yah... Radin berharap bel masuk belum berbunyi daritadi.

Emosi negatif. Radin yakin semua orang memilikinya, dan jujur saja Radin tak pernah tahu apakah emosi semacam itu benar-benar baik ia rasakan atau tidak.

Mama sudah mengucapkan kalimat seperti itu dua kali untuknya, dan untuk dua kalinya pula dirinya seakan dihempas begitu kuat, seolah-olah tidak ingin hidup saja rasanya.

Terserah, Radin tak peduli sekarang, terserah jika orang-orang mengatakan diirnya lemah. Berusaha mungkin ia menepis ucapan Mama di dalam pikirannya, tapi tetap saja, bukannya hilang yang ada malah semakin memburuk.

Diam-diam Radin menelan ludah, berusaha menormalkan kembali tenggorokkan yang tercekat. Dirinya tidak bisa marah dan tidak bisa menangis. Ya, kedua orang di rumahnya itu sangat melarangnya untuk mengeluarkan emosi negatif. Apabila marah, tentu saja dirinya dibentak jauh lebih kuat, dan jika bersedih, malah jauh lebih parah.

Dirinya harus bahagia, bagaimanapun situasinya. Dan bodohnya, ia sendiri tidak mengerti apa makna kebahagiaan sesungguhnya.

Apa mungkin menahan emosi, serta  membawa beban seperti itu dapat dikatakan bahagia? Percayalah, seumur hidupnya Radin benci dengan pura-pura bahagia, dirinya benci ketika dapat terlihat begitu tenang padahal ada banyak masalah yang begitu ingin ia ungkapkan.

Radin tak pernah tahu harus berapa lama lagi dirinya hidup seperti ini.

Radin menghentikan langkah seketika, begitu sesampainya di depan pintu kelas. Dipejamnya mata sejenak, lalu mengembus napas, perlahan-lahan. Berharap saja semoga emosinya berubah mendadak baik sekarang. Melupakan omong kosong Mama yang hanya bisa menyakiti dirinya.

"Yosh! Radin!" sapa Dhei senang, mengangkat sebelah tangan. 

Kedua sudut bibir Radin terangkat, dilangkahkan kakinya menuju kelas, lalu ber-highfive ria. Mulai dari Dhei, Rein, dan Dimas. Dahinya mengernyit seketika, begitu memerhatikan Dimas yang memalingkan wajah, tampak begitu malas. 

Sebelum suasana semakin tidak enak, secepat mungkin Dhei tertawa. Entah apa yang ditertawakan Radin pun tidak tahu, mungkin Dhei mempunyai imajinasi sendiri, sebuah imajinasi yang sangat sulit dipahami manusia. Kedua alis Radin terangkat, meletakkan tas sejenak, lalu melepas jaketnya. "Ketawa kenapa?"

"Gue..." Dhei tertawa kencang, bukannya malah semakin baik, anak itu kini malah memegang perut dengan kuat, tertawa geli. Radin memerhatikan Rein sejenak, sama sepertinya, gadis itu mengernyit heran. "Gue lagi ngebayangin kucing ibu kantin pakai dress nenek gue. Panjang euy warna kuning, terus ada bunga-bunganya warna ungu."

Boy Under The Rain [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang