Chapter 42

7K 1.5K 312
                                    


Dear pembacaku yang kusayang, kucinta dengan segala kebenarannya, makasi ya udah vote covernya tadi. Aku suka loh, kalo kalian kompak.

Dan yang ini jangan lupa divote,  dicomment, jangan lupa putar mulmednya, oke?

Dan yang ini jangan lupa divote,  dicomment, jangan lupa putar mulmednya, oke?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lapyou

Kangtahugejrot 💕

Happy reading

"Nah, selesai." Mesya tersenyum, begitu juga Mario. Mario sangat suka perhatian Mesya yang seperti ini. Meysa mengobati luka memar pada kakinya, memanggil tukang urut karena kakinya sedikit membengkak. Mario takbisa membayangkan kalau Mesya pergi dari hidupnya atau berpaling dari cintanya.

"Terima kasih, sayang."

"Sama-sama, cepet sembuh ya kesayangan Dedek ucul," jawab Mesya sambil mengelus pipi Mario, mereka berdua kembali tersenyum lalu akhirnya berpelukan di depan Kristin yang sedang duduk di atas sofa. Wanita paruh baya ini berharap senyum anak semata wayangnya tidak akan pernah pudar hanya karena perpisahan. Ia berharap Mario dan Mesya akan tetap bersama hingga maut memisahkan.

"Besok, kita akan melihat beberapa model gaun. Dan setelah perpisahan sekolah kamu selesai, kita akan mulai melihat beberapa gedung," kata Kristin. Matanya berbinar menatap Mario dan Mesya.

"Mama harap, tidak akan ada pertengkaran atau acara kabur-kaburan lagi. Ini saatnya kalian serius, Mama nggak mau mendengar kalian bertengkar nggak jelas." Kristin kemudian mengambil segelas susu lalu beranjak pergi, meninggalkan Mario dan Mesya.

"Nggak akan, Ma." Mesya dan Mario berseru bersamaan, membuat Kristin membalikkan badan seraya mengacungkan jempol lalu kembali melangkahkan kaki masuk ke dalam kamarnya.

"Kok, gugup, ya?" Mario menarik napas berulang kali untuk mentralisir kegugupan yang menyerangnya secara tiba-tiba setelah kepergian Kristin.

"Gugup kenapa? Jangan gugup, kerutannya kelihatan. Jadi nampak makin tua," cibir Mesya.

"Tidak tau. Cuma nggak nyangka aja kita akan menikah, sekamar bersama, hidup bersama, dan punya anak yang banyak," jawab Mario, rasa cinta untuk Mesya tiba-tiba bertampah sekian persen.

Mesya menatap Mario, menyentuh dagunya yang ditumbuhi bulu-bulu halus, lalu beralih ke kening Mario yang sudah berkerut, selanjutnya Mesya menyentuh ujung mata Mario. Ia sangat suka melihat tiga lipatan di ujung mata Mario kala lelaki ini tertawa dan tersenyum lebar.

"Sungguh, saya takut kehilangan kamu, Mesya. Bahkan sampai saat ini saya selalu membaca berulang-ulang surat dari kamu dulu. Saya mau belajar bagaimana caranya mempertahankan kamu di sisi saya," tutur Mario.

UNCLE MARIO (SUDAH DICETAK BOOK1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang