Bagian 6 - Rindu Abi

Start from the beginning
                                    

“Tidak Abi,” jawabku

“Asken juga tidak merasa kebaratan Abi. Kemarin guru Al Islam Asken memberitahu Asken bahwa siapa yang membaca Al Qur’an dan mengamalkannya maka kedua orangtuanya akan di pakaikan mahkota pada hari kiamat nanti.” Jawab Nadir dengan semangat.

“MasyaAllah, anak Abi pintar sekali. Membaca Al Quranya  kalau bisa ditingkatkan ya, tidak hanya setelah sahlat Magrib saja. ” Ucap Abi sambil mengusap kepala Nadir

“Aska juga mau Abi” Ucapku mendengar jawaban dari Nadir.

“Makanya, kamu baca Al Quran yang rajin Aska, jangan banyak mengeluh jika sedang membaca,” Jawab Nadir.

“Sudah-sudah, InsyaAllah semua anak-anak Abi  adalah anak-anak yang saleh dan shalehah,” Ucap Abi.

“Aamiin.” Jawab Umi yang baru masuk ke dalam kamar.

“Umi kenapa tidak ikut shalat berjamaah?” Tannyaku

“Iya Umi, kemarin kata Abi jika kita melaksanakan shalat Berjamaah maka akan mendapatkan pahala sebanyak 27 dibandingkan dengan shalat sendiri.” Jawab Nadir.

Umi duduk disamping kanan Nadir. Lalu tersenyum.

“Umi sedang berhalangan sayang, Allah memberikan keistimewaan untuk perempuan. Yaitu jika perempuan sudah remaja atau sudah bereproduksi, perbulannya  akan mengalami haid atau menstruasi. Dan Allah mengharamkan perempuan yang sedang haid untuk shalat dan berpuasa.” Jawab Umi dengan nada lembutnya.

“Nanti Aska juga gitu ya Mi?” Tanyaku

“Nggak, Aska kan cowo jadi nggk haid. Hahaha,” Ucap Nadir meledekku

“ Asken…” Panggil Abi memberi peringatan kepada Nadir. Lalu Nadir langsung menghentikan tawanya.

Saat Nadir melihat kearahku, aku menjulurkan lidahku mengejeknya. Lalu tertawa

Flassback off

Aku jadi rindu Abi.

Waktu menunjukan pukul setengah tujuh dan Mas Yusuf belum juga pulang, aku menutup Al Quran lalu meraih ponselku, tidak ada pesan dari Mas Yusuf. Aku putuskan untuk mengubunginnya, aku khawatir. Takut terjadi apa-apa dengan Mas Yusuf.

Aku mencari kontak Mas Yusuf lalu menelfonnya.

“Assalamu’alaikum Ra”

“Waalaikumussalam Mas, Mas belum dalam perjalanan pulang?”

“Astaghfirullah, aku lupa ngabarin kamu. Hari ini aku lebur Ra, kemungkinan jam 7 baru pulang dari kantor.”

Aku terdiam mendengar jawaban Mas Yusuf.

“Ra?”

“Iya Mas nggak apa-apa. Mas sudah makan?”

“Udah Ra, baru aja Mas abis makan.”

“Oh yaudah, Mas pulangnya hati-hati ya Mas. Aku tutup telfonnya, Assalamu’alaikum”

Waalaikumussalam

Mas Yusuf lupa mengabariku. Mengapa itu begitu menyakitkan? Apakah aku tidak penting di hidupnya, hingga dia lupa denganku?
Tanpa sadar air mataku terjatuh. Aku beristighfar berkali-kali dalam hati karena telah berfikir buruk terhadap suamiku sendiri. Astagfirullahaladzim.

Ya Allah jadi begini rasanya kecewa? Aku sudah menyiapkan makanan kesukaan Mas Yusuf, dan ternyata Mas Yusuf sudah makan di kantor.
Aku kembali beristighfar dan memohon ampun kepada Allah.

Ya Allah mungkin ini balasan untukku ketika dulu aku sering lebih memilih makan bersama dengan teman-temanku sedangkan dirumah Umi sudah susah payah memasak dan aku menolaknya karena sudah Makan di luar. Astaghfirullahaladzim. ‘Umi maafkan nadira umi’ batinku.

Aku terdiam sejenak, aku harus menenangkan fikiranku.
Saat aku rasa diriku sudah tenang.

Aku mengapus air mataku lalu melangkah keluar kamar, lebih baik aku menghangatkan masakanku, agar besok pagi masih dapat dimakan.

Setelah itu aku kembali ke kamar, aku berniat untuk menelfon Umi. Tetapi ku urungkan, mungkin lebih baik besok pulang sekolah aku berkunjung ke rumah Umi. Aku sangat merindukan bidadariku itu.

Lebih baik aku belajar, sebentar lagi aku akan disibukan dengan ujian-ujian untuk menghadapi kelulusan. Seperti Tri Out, Ujian Sekolah, Ujian Praktek, dan terakhir Ujian Nasional.

Dan minggu depan, aku akan mulai menghadapi TO pertamaku, Bismillah semoga Allah melancarkan semuanya.

Aku berharap dapat melanjutkan pendidikanku di salah satu Universitas dimana dulu Mas Yusuf dan Ka Ali menimba ilmu. Entah mengapa aku sangat menginginkan disana , mungkin karena dulu Abi juga kuliah disana.

“ Assalamu’alaikum,” Suara berat suamiku terdegar dari pintu masuk.

“Waalaikumussalam,” Jawabku, lalu merapihkan buku dan langsung menuju lantai bawah untuk menyambut Mas Yusuf.

“Mas mau duduk dulu atau langsung mandi?” Tanyaku sambil mengambil alih Jas kerja Mas Yusuf. Mas Yusuf kerja di salah satu perusahaan swasta milik ayahnya. Karena Ayah sudah tua maka Mas Yusuf sebagai anak tunggal lah yang membantu ayah meneruskan perusahaan keluarga mereka.

“Aku mau bersih-bersih terus istirahat aja Ra, sini jas nya biar aku yang bawa ke kamar .” Ucapnya mengambil jas di tanganku dan langsung meninggalkan ku.

Aku pun tidak menyerah lalu mengejarnya ke arah tangga.

“ Mas mau minum teh atau kopi? Biar aku bikinin ya.” Ucapku dengan nada yang sedikit terengah-engah karena menyusul langkah Mas Yusuf yang cepat.

Mas Yusuf menghentikan langkahnya lalu membalikan badannya mengadapku.

“Sebelumnya makasih ya Ra, nanti kalo aku mau minum aku bisa bikin sendiri, sekarang aku cuma butuh istirahat.” Ucapnya sambil tersenyum lalu mengusap kepalaku.

“ Kamu istirahat aja.” Lanjutnya

“ Iya Mas,” Jawabku

Aku masuk ke kamar dan mendudukan kembali diriku di meja belajarku. Jujur aku merasa bahagia dengan perlakuan Mas Yusuf kepadaku, tapi mengapa aku merasa tidak ada ketulusan disana. Seperti sebuah keterpaksaan.

Aku lagi-lagi beristighfar karena kembali berfikiran buruk terhadap Mas Yusuf.  Aku ini istri macam apa yang terus-terusan berfikiran buruk terhadap suamiku sendiri. Astgahfirullah.

Adzan Isya menyadarkan lamunanku. Sepertinya kali ini aku akan kembali melewatkan shalat berjamaah dengan Imamku.

Bunyi panggilan masuk dari ponselku menghentikan langkahku menuju kamarmandi untuk berwudhu. Ada nama Nadir di sana.

‘Nadir Asken Jelek’ aku menggeser tanda hijau di ponselku.

“Assalamu’alaikum,”

“Waalaikumussalam, Ra Umi sakit.”

•••

Typo bertebaran ya teman-teman  😅
Udah cross check beberapa kali tapi masih ada yg typo😭

Terimakasih telah membaca Surat untuk Yusuf❤

Jangan lupa tinggalkan jejak🌻

Surat untuk YusufWhere stories live. Discover now