Lima Puluh Lima : The End

2.5K 271 34
                                        

Semuanya berakhir.

Tak ada lagi Wernefronus.

Tidak ada lagi yang tewas.

Tidak ada lagi peperangan.

Dan lenyapnya Ibu serta...

Triton.

"Ini hanya mimpi, bukan?" tanyaku kepada siapapun yang bisa mendengar perkataanku.

Namun, tidak ada yang menyahut pertanyaanku membuatku semakin terpukul dan mengeluarkan air mata yang lebih banyak dari sebelumnya. Kenapa hari ini hari yang menyebalkan, memuakkan dan rasanya andai saja hari ini berupa manusia, aku bakalan menyiksanya dan kemudian membunuhnya. Kumohon, kembalikan seperti semula. Aku tidak ingin ini semua terjadi. Aku ingin kembali ketika diriku masih di Panti Asuhan....

Ini tidak mungkin. Aku tidak bisa memercayai semua ini. Ini hanya mimpi. Ya, aku yakin ini mimpi atau... kenyataan?

Aku kini menatap Nickkel dan terus mengalirkan air mata. Triton! Ayo peluk aku sekarang juga! Aku kini menangis! Bukankah kau akan selalu di sisiku? Kenapa sekarang kau tak datang juga? Ayo, peluk aku dan usaplah air mataku ini! Kenapa kau tidak datang-datang, Triton.

"Ini mustahil, kau harus datang Triton. Sekarang, aku tidak suka menunggumu yang tiba di hadapanku begitu lama. Triton, ayo, keluarlah, jangan bersembunyi lagi. Ini tidak lucu, Triton. Ini tidak akan membuatku tertawa, hiks... ayo, keluar---lah."

Aku menyerah.

Aku tidak bisa berkata lagi, kini biarkan saja tangisan yang menyatakan diriku begitu tersiksa dan kau begitu jahat telah meninggalkanku.

Terdengar beberapa orang memanggilku, dan aku melihat beberapa temanku kini berlari ke arahku seraya menangis dan memelukku.

Aku hanya bisa menumpahkan kesedihanku dengan menangis bersama sahabatku. Aku tidak kuat lagi, aku tidak sanggup hidup tanpa dirinya. Kenapa aku membiarkan dia pergi begitu saja. Andai saja saat itu aku tidak mengiyakan dirinya untuk menarikku keluar dari Afragis, mungkin aku masih bisa bersamanya. Apakah ini sudah satu tahun berlalu, atau beratus tahun? Sampai-sampai kini aku tidak bisa mengeluarkan air mataku lagi. Aku kini menatap ke depan dengan tatapan kosong. Benar, aku harus memberitahukan hal ini kepada ibuku.

"Ya, aku harus memberitahukan bahwa Triton itu laki-laki yang jahat pada Ibu. Dan di mana Ibu sekarang ini?" Aku mencoba bangun dan membiarkan teman-temanku yang kini sedang berusaha melarangku pergi. "Apakah kalian melihat, Ibuku?" tanyaku kepada mereka.

Mereka semua menggeleng seraya menangis.

Viodes kini berdiri dan memegang kedua tanganku, "Berhentilah melakukan hal konyol, Loxel. Mereka semua sudah tewas!"

"Mereka itu siapa?" tanyaku kebingungan.

Viodes menggelengkan kepalanya, "Semua keturunan Dewa Api, termasuk ibumu dan Triton!"

"Hah," ucapku seraya menghembuskan napas secara kasar. "Tidak mungkin."

"Loxel! Sadarlah!"

"Tidak! Tidak! TIDAKK! AKU TIDAK BISA MEMERCAYAINYA! AKU YAKIN MEREKA MASIH HIDUP! MEREKA KUAT! BAHKAN LEBIH KUAT DARI KITA, AKU YAKIN MEREKA PASTI HI---"

Sebuah tamparan keras mengenai pipiku. Aku merasakan sakitnya tetapi ini tidak sebanding dengan rasa sakit yang kualami.

"Kau harus menerimanya, dan, ayo! Kita kembali ke Afragis." Kata Viodes seraya mengulurkan tangannya.

Aku menatap matanya yang masih menangis dan membalas uluran tangannya yang kini ia menarikku untuk menaiki papan api tersebut diiringi teman-temanku yang lain. Aku menatap papan api yang kunaiki sekarang ini dan Nickkel yang terbaring di tangan Franzie.

My MagicWhere stories live. Discover now