Pengagum Rahasia

309 20 0
                                    

Shean duduk termangu di atas hamparan pasir, membiarkan ombak Pantai Waiara, Maumere menjilat-jilat kakinya. Pikirannya melayang pada Karin. Gimana keadaannya sekarang? Apa dia udah berbaikan dengan Evan? Lalu terlintas wajah Evan, lelaki tampan dengan pesona yang bisa menyihir setiap wanita. Lelaki yang diam-diam ia sukai dan kerap mengisi lamunannya.

Ia ingat ketika setahun lalu bergabung dalam komunitas Backpacker Nusantara dan bertemu Evan untuk pertama kalinya. Sosoknya tinggi dan atletis dengan kulit kecokelatan terbakar sinar matahari lantaran hobinya menyelam dan memotret landscape. Seharusnya ini merupakan kesempatannya mendekati Evan tapi rencananya berantakan. Kini malah Karin yang bersama Evan, padahal gadis itu setengah mati membencinya.

"Hei, lagi ngelamun apa?"

Shean terkejut karena tahu-tahu Dewo sudah duduk di sampingnya.

Shean cuma tersenyum. "Gimana? Udah ada kabar dari Evan dan Karin?"

"Belum. Sinyal di sini payah."

"Sinyalku lagi lumayan, nih. Sebentar, coba aku telepon Karin."

Terdengar nada sambung, satu kali, dua kali dan akhirnya terdengar suara Karin di ujung telepon.

"Halo, Shean! Kamu ada di mana?"

"Aku di Maumere. Kamu masih di Ende?"

"Iya. Aku terjebak sama Evan, nih! Kalian susul aku ke sini, dong!"

Shean cuma tertawa mendengarnya. Ah, andaikan kita bisa bertukar tempat, Rin.

"Tapi sekarang kami udah gencatan senjata."

"Maksudnya? Kalian udah baikan?"

"Nggak, cuma gencatan senjata, belum berdamai." Tawa Karin terdengar berderai di ujung telepon. Karin memang ceria dan mudah tertawa tapi jika membicarakan Evan ia mendadak berubah jutek.

"Kalian berdua memang sama-sama keras kepala!"

"Eh, aku harus berangkat. Aturan pertama gencatan senjata, nggak boleh telat. Bye!"

Shean tersenyum membayangkan bagaimana kacaunya perjalanan dua temannya itu kini. Andai saja mereka pergi bersama-sama, semuanya pasti jauh lebih menyenangkan.

"Gimana? Mereka masih belum akur, ya?" tanya Dewo yang ikut menguping pembicaraan.

"Kayaknya, sih, gitu."

"Kata nenekku, benci itu bibitnya cinta. Jadi mereka sebaiknya berhati-hati." Dewo tertawa.

Shean memaksakan seulas senyum mendengar candaan itu. Ia sama sekali tak memikirkan kemungkinan itu.

"Wo, gimana kalau kita susul mereka ke Ende?"

"Masalahnya aku belum tahu gimana rute perjalanan mereka, apa bisa sinkron dengan kita."

"Kalau gitu nanti aku hubungi Karin untuk janjian."

"Emmm... Sebetulnya aku dan Jaya berencana menginap semalam di Maumere. Mumpung kita udah sampai di sini."

"Oh."

"Gimana menurut kamu?"

"Oke," jawab Shean tersenyum, berusaha menutupi rasa kecewanya.

Backpacker In Love (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang