[Episode 01] Tenang

64 3 12
                                    

Kata orang, yang berusaha akan kalah dengan yang jenius. Adapun yang bilang kebalikannya. Tapi tetap saja, keduanya akan kalah dengan orang yang beruntung. Karena keberutungan adalah keajaiban, turun langsung dari Tuhan. Kita tak akan pernah tau yang mendapatkan keberuntungan adalah kita, atau bahkan lawan main kita.

Adrian, salah satu laki-laki biasa dengan otak biasa. Seperti anak remaja kebanyakan. Meski begitu, ketekunannya luar biasa. Dia menang rajin dengan kacamata dan rambut panjang disisir rapi itu. Namun siapa sangka keberuntungan berpihak padanya, mengalahkan anak-anak jenius di luar sana.

Akademi Pelatihan Masa Depan, singkatnya Apel Gema. Isinya anak-anak remaja yang punya bakat, kejeniusan, dan potensi berbeda-beda. Sekolah berbasis akademi ini menampung lima belas kecerdasan manusia. Tempat inilah yang menjadi lika-liku Adrian. Apakah itu sebuah keberuntungan atau cobaan?

***

"Adriansyah Samudera, peserta ke-50 dari lima puluh siswa yang diterima. Ini sebuah keajaaiban bagimu, nak. Kau patut bersyukur. Berada di peringkat lima puluh ini tidak mudah. Aku yakin kau anak yang rajin," guru kesiswaaan Apel Gema membaca data diri Adrian. Pak Wisnu, nama guru yang bersangkutan. Jas rapinya dan potongan rambut model 80'-an membuatnya menyerbakkan suasana klasik dalam ruangan lima kali enam meter.

"Tidak juga," Adrian terus terang, tak ada perubahan daam ekspresi wajahnya.

"Apakah ini adalah keinginanmu bersekolah disini?" tanya pak Wisnu. 

Sejenak Adrian berpikir, " Orang tua saya hanya menyuruh untuk mencoba. Tidak disangka, saya bisa diterima. Meski ini lebih pantas disebut 'hoki'."

Pak Wisnu mengangguk dengan tawa kecil, "Kamu tau kenapa saya panggil?"

Adrian menggeleng. Entah, dia hanya disuruh ke ruang pak Wisnu tanpa penjelasan di telpon.

Guru umur tiga puluh tahun itu meletakkan kertas data diri Adrian di atas meja dan memutarnya agar Adrian juga dapat membaca. Pak Wisnu menunjuk salah satu kolom.

"Peringkat lima puluh dari lima puluh peserta. Kamu tau artinya?"

Sekali lagi Si Anak Hoki menggeleng.

"Posisi kamu terancam. Peringkat disini selalu berubah-ubah seperti sekolah lain. Hanya saja, per-ulangan harian dan bukan ujian tengah semester ataupun akhir semester. Lalu jika di akhir peringkatmu sampai di luar dua ratus per-angkatan, secara teknis kamu dikeluarkan."

"Saya menjelaskan prosedur ini kepada kamu agar usahamu tidak sia-sia. Dikeluarkan dari akademi ini juga ada tangguhan biayanya."

Tangan Adrian saling bermain ibu jari, "Tapi pak. Kalau peringkat hanya dua ratus dan sisanya dikeluarkan, apa itu artinya batas peringkat akan semakin turun? Ulangan harian bisa kapan saja."

"Pertanyaan bagus. Dan maaf saya kurang penjelasan," pak Wisnu manggut-manggut. "Jika ulangan harianmu yang di luar batas peringkat, kamu akan 'direhabilitasi' alias dipindahkan ke kelas khusus selama tiga hari lalu kembali ke kelasmu. Tapi jika ujian akhir semester kamu di luar batas peringkat, maka saat itulah surat pengeluaran diberlakukan. Dan benar katamu, batas peringkat akan semakin turun hingga mencapai sepuluh besar dari masing-masing kelas."

Adrian mengangguk mengerti, "Jadi setiap tahun yang naik kelas atau lulus hanya sepuluh anak di kali enam kelas, hanya enam puluh? SMA?"

"Ya, tapi kami selalu menerima murid baru sebanyak apapun itu yang masuk di kelas manapun. Meski sangat sedikit meluluskan alumni, akreditasi sekolah adalah A. Sudah berapa anak lulusan akademi ini yang kini menjadi ilmuwan hebat, pejabat, menteri, dubes, atlet, dan lainnya."

CARAKUWhere stories live. Discover now